Hidayatullah.com–Siang itu, kamis 10 Mei 2007 ratusan pasukan Brimob dan preman berkaos hijau berjaga-jaga disekitar Masjid Thoyyibah di jalan Multatuli, Maimun Medan Sumatera Utara. Alat-alat berat terlihat siap siaga menunggu instruksi. Tepat pukul 13.00 masjid yang berusia 51 tahun itu pun luluh lantak menjadi puing-puing. Warga sekitar hanya tertegun tak berdaya menyaksikan pembongkaran liar tersebut.
Masjid Thoyyibah itu dibongkar paksa oleh developer PT. MIL milik Beny Basri. Dilokasi masjid tersebut rencananya akan diperluas pembanguan pertokoan. Masjid seluas 917 meter persegi itu oleh pihak developer dipindahkan ditempat lain berjarak 100 meter. Sekitar 300 KK yang mempertahankan keberadaan Masjid Thayyibah menduga ada permainan curang dari pihak yang menginginkan pemindahan masjid tersebut.
Dugaan warga muslim disana cukup beralasan. Karena ditinjau dari kekuatan hukum, masjid itu tidak boleh dipindahkan dengan alasan apa pun.
Lahan masjid yang masih dalam proses kasasi (pemeriksaan tingkat kasasi perkara dengan No.90/G.TUN/2005-PTUN-MDN. Banding No.18/BDG/2009/PTUN-MDN dan kasasi No.25/K/2006/PTUN-MDN) di pengadilan semestinya tidak boleh ada pembongkaran dan mustahil aksi liar ini atas instruksi pengadilan.
Selanjutnya Kakandepag Kota Medan pada 21 Februari 2006 menyatakan bahwa Masjid Thayyibah berstatus wakaf dari seorang waqif bernama Syamsuddin. Itu artinya apabila terjadi transaksi jual beli atas lahan masjid Thayyibah, maka jual beli tersebut tidak sah, cacat hukum dan harus dibatalkan karena harta waqaf tidak boleh dijualbelikan.
Kronologis
Berawal dari surat yang ditandatangani oleh 22 orang yang mengatasnamakan warga setempat. Surat ini ditujukan kepada Lurah Kelurahan Hamdan Medan Maimun tertanggal 23 Desember 2005 yang isinya menyetujui relokasi masjid Thayyibah. 21 Februari 2006 diadakan pertemuan di kantor Depag Kota Medan yang membicarakan klarifikasi rencana relokasi masjid tersebut. Tapi, pertemuan itu tidak menghasilkan kesimpulan apa pun.
Selanjutnya 10 Maret dilakukan pertemuan yang difasilitasi Lurah dan Camat yang dihadiri KUA Medan, Ketua LPM, pengurus Masjid Thayyibah, Camat Medan dan Wakapolsek Medan serta warga Maimun Medan. Pertemuan itu menghasilkan satu keputusan bahwa Masjid Thayyibah tidak boleh di relokasi.
Tapi dengan kekuatan uang, PT. MIL membujuk sebagian warga untuk menerima relokasi tersebut. Nampaknya memang ada diantara warga ada yang termakan bujuk rayu pihak developer tersebut. Menurut Timsar Zubil, Ketua Forum Umat Islam (FUI) Sumatera Utara, dalam konfrensi pers di Gedung Anakida Tebet Jakarta (24/5) menyatakan bahwa telah terjadi kongkalikong antar beberapa pihak menyangkut kasus penggusuran masjid ini. Timsar mesinyalir, seseorang yang mengaku anaknya pewaqif adalah salah satu pelaku dibalik peristiwa itu.
Saat ditanya apakah penggusuran masjid Thayyibah itu ada izin dari Pemkot Medan? Timsar menjelaskan saat dirinya konfirmasi ke Walikota Medan, menurut Sekda Medan, Pemkot Medan tidak pernah memberikan izin atas pembongkaran masjid Thayyibah.
Sementara itu, Sutito, tim advokasi MUI, berkomentar bahwa harta waqaf itu tidak bisa diubah statusnya. “Harta waqaf itu adalah haknya Allah! Tidak boleh seorang pun yang merasa memiliki,”paparnya.
Masjid Dirar
Masjid Thayyibah telah menjadi puing-puing. Sementara Beny Basri yang beragama non Islam dengan arogansinya membangun masjid pengganti yang diberi nama masjid Thayyibah juga.
Dikabarkan masjid yang dibangun Beny Basri tanpa IMB. Sebagian besar warga disana menolak masjid Thayyibah Baru. Mereka yakin ini adalah intrik Beny Basri untuk memecah belah umat. Seperti halnya yang pernah terjadi saat zaman Rasulullah bahwa masjid Dirar adalah masjid yang didirikan oleh orang kafir (musyrik, munafik) untuk tujuan memecahbelah ummat Islam. Oleh Rasulullah dan para sahabat masjid tersebut dihancurkan.
Yuk bantu dakwah media BCA 1280720000 a.n. Yayasan Baitul Maal Hidayatullah (BMH). Kunjungi https://dakwah.media/
Saat ini Masjid Thayyibah Baru sepi dengan jama’ah. Seperti yang terjadi jum’at itu, masjid yang mampu menampung ratusan jama’ah saat shalat jum’at berlangsung hanya 8 warga yang shalat di masjid tersebut. Sebagian besar warga lebih memilih shalat jum’at di Mushalla Nurul Muslimat.
Perpecahan tidak hanya terjadi ditingkat warga. Perpecahan juga telah terjadi dikalangan tokoh masyarakat. Sebagian tokoh Islam menyesalkan sikap Majelis Ulama Indonesia (MUI) Kota Medan yang mendukung pemindahan masjid Thayyibah. Dalam fatwanya No.192/Kep/MUI-MDN/IV/2207 menetapkan bahwa pembangunan masjid Thayyibah Baru dipandang telah memenuhi ketentuan istibdal waqaf sesuai dengan syariat Islam. [Syafa’at/www.Hidayatullah.com]