Senin, 21 November 2005
Hidayatullah.com–Dugaan tentang konspirasi dan intervensi Amerika Serikat (AS) dalam aktivitas intelijen di Indonesia, terutama dalam menangkal aksi teror, terbukti. Badan Intelijen AS, CIA, telah membentuk pusat operasi atau intelijen antiteror di lebih dari dua lusin negara. Salah satunya di Indonesia.
Pusat intelijen antiteror itu -dinamai CTIC (Counterterrorist Intelligence Centers) –tersebar di negara-negara Eropa, Timur Tengah, dan Asia. Di negara-negara itulah, selama ini AS dan intelijen asing bekerja sama menembus, memburu, menangkap, sekaligus menghancurkan jaringan teroris.
Informasi soal pusat intelijen antiteror itu jadi berita utama koran terkemuka The Washington Post edisi Jum’at, 18 November 2005. Laporan itu bersumber dari mantan dan para pejabat intelijen Amerika. Juga, berasal dari sumber intelijen asing.
CTIC membuat rencana harian tentang penangkapan, proses interogasi, dan penahanan tersangka teroris. Berdasar keterangan dari mantan pejabat dan pejabat intelijen AS maupun asing, The Post menulis bahwa CTIC bertindak menurut petunjuk CIA. Namun, operasi penangkapan biasanya diatur oleh salah satu badan yang tergabung di dalamnya.
"Sukses besar kami selama ini tak lepas dari campur tangan CTIC," kata seorang mantan pejabat antiteror asing yang tidak disebutkan namanya. Dia menambahkan, pembuka jalan menuju keberhasilan itu adalah negara-negara asing.
Menurut The Post, badan bentukan CIA itu sama sekali berbeda dengan sejumlah pusat rahasia yang didirikan CIA di delapan negara. Beberapa di antaranya di kawasan Eropa Timur.
Menurut para mantan pejabat dan pejabat intelijen tersebut, CTIC melakukan kerja sama antiteror di sejumlah negara. Misalnya, di Uzbekistan dan Indonesia. Mantan Direktur CIA George Tenet adalah tokoh yang memprakarsai terbentuknya badan antiteror gabungan itu. Dia juga mengubah aktivitas CIA dari pengumpulan informasi menjadi kerja sama.
Di Indonesia, badan antiteror bentukan CIA tersebut menjalin kerja sama dengan Letjen Abdullah Mahmud Hendropriyono, kepala Badan Intelijen Negara (BIN) saat itu. Selain memiliki penduduk muslim terbanyak di dunia, Indonesia juga disebut sebagai pusat berkembangnya Jamaah Islamiyah (JI), kelompok yang selalu disebut-sebut Amerika.
Seorang pejabat CIA menyebut Hendropriyono sebagai “a breath of fresh air ("angin segar). Itu terjadi pada Agustus 2001.
"Dia orang yang serius dan sangat dinamis, tetapi kontroversial," kata salah seorang pejabat CIA yang pernah bekerja sama dengan dia. Tidak seperti kepala BIN sebelumnya, Hendropriyono bersedia bekerja sama dengan AS dalam bidang apa pun.
Selain kontak melalui telepon dan kunjungan dinas, Tenet menjalin kerja sama dengan Hendropriyono soal jasa dan logistik.
"Orang-orang ini masih menggunakan teknologi era 1970-an. Mereka membutuhkan bantuan untuk perlengkapan, pengintaian, dan juga penyadap," ujar pejabat CIA tersebut.
Tenet mengabulkan dua permintaan pribadi Hendropriyono untuk menyediakan dana pembangunan sekolah intelijen regional International Institute of Intelligence di Batam dan memasukkan kerabatnya ke universitas-universitas unggulan AS.
Direktur CIA itu, ungkap empat sumber CIA, juga mengatur segala hal untuk memasukkan Hendropriyono ke National War College di Fort McNair.
Hendropriyono membuktikan kesungguhannya bekerja sama dengan CIA. Itu terbukti dengan ditangkapnya Muhammad Saad Iqbal Madni, warga Mesir yang diduga kuat memiliki hubungan dengan "pengebom sepatu" Inggris yang gagal, Richard C. Reid. Hendropriyono juga mengizinkan CIA membawa Madni ke Mesir untuk menjalani proses interogasi.
Selanjutnya, Hendropriyono mengembangkan kerja sama dengan menangkap sejumlah warga Indonesia yang diduga terkait jaringan terorisme. Dia juga berupaya keras memutus aliran dana teroris. Dukungan CIA atas Hendropriyono makin kuat setelah tertangkapnya Omar al-Farouq, yang diyakini sebagai pemimpin Al Qaidah di Asia Tenggara. "Dia memotivasi (pasukan keamanan Indonesia) untuk bekerja sama dengan kami. Kami pun mulai dapat tangkapan lebih besar," kata mantan Dubes AS di Indonesia Robert S. Gelbard.
Yuk bantu dakwah media BCA 1280720000 a.n. Yayasan Baitul Maal Hidayatullah (BMH). Kunjungi https://dakwah.media/
Di Paris, CIA dan Unit Intelijen Prancis juga mendirikan pusat operasional multinegara, Codenamed Alliance Base. Badan yang berdiri di bawah pengawasan intelijen AS dan Prancis tersebut melancarkan operasi di seluruh dunia. Inggris, Prancis, Jerman, Kanada, dan Australia merupakan negara yang mempunyai perwakilan dalam wadah antiteror itu. Penangkapan tersangka teroris di luar Iraq sejak serangan 11 September (9/11) merupakan buah kerja sama CIA dengan badan-badan pendukungnya.
CTIC dirancang sesuai dengan pusat antinarkoba yang didirikan CIA pada era 1980-an di Amerika Latin dan Asia. Badan tersebut berupaya membersihkan kepolisian dan badan intelijen dari petugas mereka yang korup. Badan tersebut meyakinkan kepala negara untuk mempercayakan upaya menjauhi narkoba kepada para individu dan juga menjauhkan mereka dari lembaga tempat mereka bekerja. (dari indopos edisi Sabtu, 19 November 2005)
Berita aslinya bisa di lihat di: http://www.informationclearinghouse.info/article11059.htm