Hidayatullah.com–Awal adalah sebuah perjuangan. Pikiran beberapa jamaah Masjid Al Aqsha Delatinos pusing mencari jalan, bagaimana agar perjuangan dakwah masjid ini bisa terus berjalan.
Beberapa orang merogoh saku patungan, terkumpul Rp 36 juta. Itulah awalnya, akadnya mirip modal kepesertaan koperasi. Niatan investasi ini agar hasil penjualan bisa dijadikan pemasukan masjid.
Warung kecil itu menjual gas elpiji dan air mineral bagi warga muslim komplek. Sambil jalan, beberapa barang dagangan mulai bertambah termasuk diantaranya buku – buku dakwah, madu, kurma, obat – obatan herbal, hingga alat-alat bertani hidroponik.
Di awal berdirinya, toko ini memiliki omzet sekitar Rp 9 jutaan per bulan. Artinya, per hari omzetnya sekitar Rp 300 ribu. Sesuai dengan maksud dan tujuannya, maka “code of conduct” bisnisnya dibuat se syari mungkin, jangan sampai ada yang melenceng.
Tiap shalat lima waktu, toko harus tutup, semua kru harus shalat jamaah di masjid, hanya menjual produk yang berlabel halal MUI. Toko juga tidak menjual rokok, tidak menjual minuman bersoda, tidak menjual kontrasepsi, tidak mengambil keuntungan yang berlebihan, 2.5% dari penjualan langsung dimasukkan dalam kas masjid, harus menjadi toko yang paling murah di komplek.
Anehnya, dengan aturan – aturan tersebut, toko tidak pernah mengalami defisit operasional. Bahkan semakin lama omzet semakin bertambah otomatis kontribusi ke masjid menjadi semakin besar.
Tepay Desember 2016, setelah acara 212 yang fenomenal di Monumen Nasional (Monas), dua orang pengurus masjid terlibat diskusi yang serius di depan bundaran patung kuda membahas masa depan toko. Ghirah (semangat) mereka adalah menjadikan kaum Muslim mandiri dalam hal ekonomi, tidak didikte oleh kekuatan perdagangan modern yang semakin terasa menyingkirkan para pedagang tradisional.
Ghirah tersebut disalurkan dengan merubah toko di sudut masjid itu menjadi sebuah Mart profesional yang bersanding dengan mart – mart modern di sisi kiri dan kanannya. Akhirnya, toko tersebut berubah nama menjadi Aqsha Mart, mengadopsi spirit 212 untuk bergerak bersama seluruh jamaah.
https://www.instagram.com/p/BkMsYpbA9Eb/?igshid=1mmb71e8y0tjd
Tahap awal dimulai dengan menghitung ulang aset, menawarkan pengembalian modal investasi para investor yang jumlah awalnya Rp 36 juta tersebut dengan dua opsi. Opsi pertama, dikembalikan dengan bagi hasil, kedua, disedekahkan untuk kegiatan dakwah dalam bidang ekonomi.
Alhamdulillah, sebagian besar para investor mengikhlaskan modal awal tersebut dilebur dalam aset awal Aqsha Mart. Tahap berikutnya adalah membangun equity baru dengan menghubungi para dermawan dan pengusaha muslim yang peduli kepada dakwah.
Dana awal terkumpul uang Rp 100 juta untuk mengisi toko dengan rak dan barang dagangan. Distributornya juga memberikan kemudahan konsinyasi sehingga tidak ada cash yang mati terpendam di etalase toko. Tiap barang yang tidak laku dengan cepat bisa diganti. Kini, setelah tiga tahun lebih sejak menjadi toko profesional, omzetnya mencapai Rp 5,5 Miliar per tahun.
“InsyaAllah tahun ini ditargetkan mencapi Rp 7 Miliar. Jumlah item yang dijual sudah mencapai 4000 SKU (stock keeping unit), keuntungan kotor mencapai 17 persen,” kata salah satu pengurus.
Yuk bantu dakwah media BCA 1280720000 a.n. Yayasan Baitul Maal Hidayatullah (BMH). Kunjungi https://dakwah.media/
Tokoh yang menggunakan taqline, ‘halal, murah, berkah’ ini menjangkau pelanggan beragam. Tidak hanya menjangkau warga muslim, tapi juga seluruh warga komplek bahkan hingga warga diluar komplek.
Roadmap Aqsha Mart ini kini telah menjadi rujukan bagi mart – mart komunitas yang lain di lingkungan BSD bahkan Tangsel. Pengurus mengakui, tidak hanya angka – angka pencapaian bisnis yang dijadikan motivasi, tapi lebih dari itu, ghirah ataupun semangat dari warga muslim untuk mengembangkan komunitas menjadi lebih baik dengan cara – cara islami patut menjadi contoh.
Para pengurus meyakini, dengan ‘kalkulator Allah’ jika diikuti secara istiqamah, dan dijalankan dengan profesional, akan mendatangkan keberkahan. “Banyak yang kita rencanakan dan perhitungkan dengan detail, namun keberkahan itu tidak pernah bisa terukur,” demikian menurut pengelola yang tidak mau disebutkan namaya.*/ Surya Sidharta