Hidayatullah.com—Krista Michels seakan tidak pernah puas dengan layanan online yang memungkinkan orang di Amerika Serikat membayar semuanya, mulai dari hadiah Natal hingga tagihan bulanan tanpa dikenai biaya, yang dikenal sebagai “buy now, pay later” (beli sekarang, bayar belakangan).
“Saya seperti kecanduan sekarang,” kata ibu muda warga negara bagian Washington itu, seperti dikutip AFP Ahad (28/11/2021).
Awalnya dia menggunakan layanan itu untuk memperbaiki credit rating-nya, yang dianggap terlalu rendah untuk dapat mengakses layanan kartu kredit konvensional.
Michels sekarang menggunakan layanan itu sebisa mungkin, mulai dari belanja di supermarket sampai membayar tagihan internet.
Perusahaan rintisan seperti Affirm, AfterPay, Klarna dan Sezzle memungkinkan penggunanya untuk membayar pembelian (belanjaan) dalam empat kali angsuran tanpa biaya atau bunga, seperti kartu kredit biasa tetapi tanpa dokumen terkait dan kerumitan biaya dan bunga.
Layanan itu juga terbukti bermanfaat bagi konsumen yang tidak memiliki akses ke kredit tradisional, seperti imigran baru yang belum lama bermukim di Amerika Serikat.
Namun, kelompok-kelompok peduli konsumen mengatakan bahwa layanan itu memiliki risiko yang sama seperti kartu kredit tradisional dan pembeli harus berhati-hati untuk tidak membebani diri dengan utang yang berlebihan dan tetap memperhatikan persyaratan layanan yang berbeda antara satu perusahaan kredit dengan lainnya.
“Khawatirnya orang bisa menjadi berlebihan dalam berbelanja jika mereka tidak hati-hati,” kata Chuck Bell, direktur program di Consumer Reports.
Konsep pembayaran dengan cicilan bukan hal yang baru bagi masyarakat Amerika. Pandemi Covid-19, yang membuat banyak orang kesulitan finansial, berkontribusi terhadap semakin populernya layanan itu.
Mulai dari toko ritel yang memiliki jaringan luas sampai toko online kelas teri menjalin kemitraan dengan perusahaan rintisan layanan pembayaran itu. Sementara institusi keuangan kelas kakap seperti Mastercard hingga Goldman Sachs merancang layanannya sendiri.
Menurut studi yang dilakukan firma konsultan McKinsey, layanan “beli sekarang bayar belakangan” itu mencakup 6 persen dari unsecured loans di Amerika Serikat, 9 persen pada 2020, dan diperkirakan naik menjadi 2023.
Pihak regulator Consumer Financial Protection Bureau yang melihat kenaikan popularitas layanan itu pada musim panas lalu mengeluarkan peringatan agar masyarakat pengguna tidak terjebak hutang yang tidak sanggup mereka lunasi.
Michels, asal negara bagian Washington state, mengakui bahwa risiko itu ada. Dia mengaku tidak pernah melewatkan cicilan pembayaran untuk apa pun yang dia beli, tetapi dia juga belanjakan lebih dari kebutuhannya.
“Ini nyaris seperti game. Apa yang bisa saya lakukan untuk meningkatkan level saya?” ujarnya kepada AFP.
Lauren Saunders, salah seorang direktur di National Consumer Law Center, mengatakan layanan “beli sekarang bayar belakangan” ini pada dasarnya tidak berbeda dengan kredit tradisional.
Di satu sisi pembelian kredit membantu konsumen, tetapi di sisi lain layanan ini mengandung sejumlah risiko.*