Hidayatullah.com—Pemerintah Prancis menganggarkan €14 juta untuk menanggulangi prostitusi di bawah umur yang beberapa tahun terakhir semakin marak lewat media sosial.
Antara 7.000 dan 10.000 anak muda di Prancis diyakini terlibat prostitusi dan mayoritas merupakan anak perempuan berusia antara 15 dan 17 tahun, menurut sebuah laporan yang mendorong pemerintah untuk bertindak.
Kurun lima tahun terakhir angka prostitusi anak di bawah umur itu naik 70 persen, dan semakin marak selama pandemi Covid-19 ketika anak muda lebih banyak di rumah dan menggunakan internet.
“Covid memainkan peran yang cukup berarti karena jejaring sosial memberikan cara baru orang dapat berhubungan dengan gadis di bawah umur dengan sangat mudah,” kata Geneviève Collas, koordinator dari sebuah kelompok yang memerangi perdagangan manusia, kepada RFI Kamis (18/11/2021).
Tantangannya semakin sulit sebab versi 2.0 lebih tidak terlihat sehingga menjadikannya semakin sulit untuk ditanggulangi dibandingkan prostitusi jalanan. “Rekrutmennya mudah,” kata Collas, seraya menambahkan bahwa tempat transaksi seks di penginapan seperti flat, persewaan Air’n’B dan hotel luar kota menjadikannya semakin tidak terlihat.
Program pemerintah senilai €14 juta itu, yang dipimpin oleh Menteri Urusan Anak Prancis Adrien Taquet, ditujukan agar masyarakat lebih mengetahui perihal fenomena tersebut, membantu mengidentifikasi anak-anak yang terjerumus ke dalamnya, memberikan pendampingan yang lebih baik kepada mereka, menyeret para klien dan muncikarinya ke meja hijau secara lebih efektif.
Prostitusi anak di bawah umur ini me datangkan uang sangat banyak, seorang muncikari bisa meraup €1.500 sehari, kata Christophe Molmy – kepala Brigade Perlindungan Anak di Bawah Umur kepada France Info (15/11/2021).
Sementara banyak anak muda yang terlibat prostitusi merupakan produk akibat kekerasan dalam rumah tangga – termasuk inses, kekerasan fisik dan verbal, ancaman dan kecanduan alkohol, mereka datang dari latar belakang keluarga beragam, papar Collas.
Umumnya, anak di bawah umur terjerat prostitusi setelah kabur dari rumahnya akibat hubungan yang tidak baik dengan orangtua atau keluarganya. Terdesak kebutuhan anak tempat tinggal dan uang untuk menyambung hidup, mereka mudah jatuh ke tangan orang-orang jahat yang kemudian menjajakan tubuh mereka.
Yuk bantu dakwah media BCA 1280720000 a.n. Yayasan Baitul Maal Hidayatullah (BMH). Kunjungi https://dakwah.media/
Banyak juga gadis belia terpaksa menjajakan seks disebabkan dipaksa oleh pacarnya, atau foto telanjang mereka disebarkan di media sosial sehingga mereka mudah diancam dan diperas.
Parahnya, sebagian gadis muda itu merasa bukan korban dan mereka tidak menyebutnya sebagai prostitusi tetapi ‘pendamping bayaran’, yang kesannya lebih positif. Mereka juga menggunakan kosakata dunia kerja seperti kontrak, rekrutmen dan wawancara kerja.
“Sungguh terjadi normalisasi prostitusi di kalangan anak muda sebab para gadis mengatakan bahwa menjajakan seks merupakan sebuah cara memperoleh uang secara mudah dan dapat membantu mereka meraih apa yang mereka impikan,” kata Raphaelle Wach, wakil kepala kejaksaan di Creteil, kepada France 24.*