Hidayatullah.com–Proses penunjukan perdana menteri dan pembentukan pemerintahan baru membutuhkan bukti yang nyata terutama dalam hal perubahan dukungan di kalangan anggota Dewan Rakyat (parlemen), kata pakar-pakar konstitusi di Malaysia.
Meskipun peraturan perundangan tidak menyebutkan secara terperinci tentang metode penentuan posisi perdana menteri yang kehilangan dukungan mayoritas, perubahan dukungan itu biasanya dibuktikan dalam bentuk pernyataan tersumpah dari anggota-anggota perlemen.
Oleh karena itu, mereka menilai saran Yang di-Pertuan Agong Al-Sultan Abdullah Ri’ayatuddin Al-Mustafa Billah Shah bahwa agar Datuk Seri Anwar Ibrahim menerima dan menghormati proses legal yang tertera dalam Konstitusi Federal, menunjukkan proses tersebut belum dipenuhi oleh Anwar.
Sebagaimana diketahui Anwar Ibrahim, presiden PKR yang merupakan partai oposisi di parlemen Malaysia, hari Selasa melakukan audiensi dengan Raja Malaysia menyusul klaimnya akhir bulan lalu bahwa pemerintah an PM Muhyiddin sudah tumbang sebab dirinya mendapatkan dukungan mayoritas lebih dari 120 dari kolega-koleganya untuk membentuk pemerintahan baru.
Akan tetapi menurut Datuk Ahmad Fadil Shamsuddin, kepala urusan keluarga dan kerumahtanggaan istana kerajaan, Anwar tidak menyerahkan daftar nama para pendukungnya ketika bertemu dengan Yang di-Pertuan Agong.
Oleh karena itu, kata Ahmad Fadil dalam sebuah pernyataan, Agong menyarankan agar Anwar Ibrahim menerima dan menghormati proses hukum yang tercantum dalam Konstitusi Federal.
Dr Muhammad Fathi Yusof, pakar konstitusi dari Universiti Teknologi Malaysia (UTM) mengatakan bahwa pernyataan pihak Istana Negara yang menyatakan Anwar tidak menyerahkan daftar nama anggota Dewan yang mendukungnya sejauh ini menunjukkan PM Tan Sri Muhyiddin Yassin belum kehilangan dukungan mayoritas.
“… Partai yang mengklaim mendapatkan dukungan harus menunjukkan daftar nama yang jelas menunjukkan terjadi perubahan dukungan dalam parlemen. Pernyataan dari pihak Istana menunjukkan bahwa hal itu tidak terjadi, terkesan itu hanyalah sekedar permainan politik,” kata Dr Fathi Yusof seperti dikutip Bernama Rabu (14/10/2020).
Prof Dr Shamrahayu Abd Aziz, pimpinan Institution of Malay Rulers Chair di UiTM, mengatakan pernyataan dari pihak Istana menunjukkan Anwar Ibrahim tidak mengikuti prosedur hukum yang benar.
Yuk bantu dakwah media BCA 1280720000 a.n. Yayasan Baitul Maal Hidayatullah (BMH). Kunjungi https://dakwah.media/
Menurut Pasal 43 (2) (a) Konstitusi Federal Malaysia, Yang di-Pertuan Agong memiliki kewenangan untuk menunjuk seorang anggota Dewan Rakyat yang menurut pertimbangannya akan mendapatkan dukungan mayoritas dari anggota parlemen.
Dr Shamrahayu mengatakan bahwa menurut Pasal 43 (4) Konstitusi Federal Malaysia, seorang perdana menteri yang kehilangan suara mayoritas dapat menghadap Yang di-Pertuan Agong dan mengundurkan diri atau Agong membubarkan parlemen dengan saran dari perdana menteri.
“… Anwar harus membuktikan bahwa perdana menteri tidak lagi memiliki dukungan mayoritas dan bahwa dirinya benar-benar berhasil mengamankan suara mayoritas,” kata Dr Shamrahayu seperti dikutip Bernama.*