Hidayatullah.com– Seorang mantan Anggota Parlemen (Knesset) “Israel” pada hari Rabu (06/08/2020) menggambarkan ledakan pelabuhan Beirut yang tragis sebagai “hadiah” dari Tuhan menjelang festival Yahudi.
Moshe Feiglin membuat komentar tersebut kurang dari 24 jam setelah ledakan dahsyat yang mengguncang Beirut, Libanon, menghancurkan seluruh lingkungan di sekitar pelabuhan ibu kota.
“Hari ini adalah Tu B’Av, hari yang penuh kegembiraan, dan terima kasih yang sebesar-besarnya kepada Tuhan dan semua jenius dan pahlawan yang benar. Yang mengatur untuk kami perayaan indah ini untuk menghormati hari cinta,” kata Feiglin di laman Facebook-nya, sebagimana dikutip oleh The New Arab.
“Menandai liburan Tu B’Av, kami memiliki pertunjukan kembang api yang fantastis dari pelabuhan Beirut,” katanya.
“Anda tidak benar-benar percaya bahwa ini adalah gudang bahan bakar yang berantakan, bukan? Apakah Anda mengerti bahwa neraka ini bisa saja menimpa kita sebagai hujan rudal?! Saya punya pengalaman dengan bahan peledak. Ledakan terbesar yang saya alami adalah 2,5 ton TNT,” ungkapnya.
“Apa yang kita lihat kemarin di Pelabuhan Beirut jauh lebih besar. Efek destruktif (tanpa radiasi) seperti bom nuklir,” tambah mantan MK itu.
Secara terpisah, pejabat “Israel” itu juga berbagi harapannya bahwa “Israel” lah yang berada di balik ledakan itu sehingga dia diizinkan untuk “bersukacita” atas insiden tersebut.
“Jika itu kita, dan saya harap itu kita, maka kita harus bangga akan hal itu, dan dengan itu kita akan menciptakan keseimbangan teror. Dengan menghindari mengatakan itu adalah kami – kami menempatkan diri kami di sisi gelap moralitas,” katanya di sebuah stasiun radio lokal.
“Kita semua diizinkan untuk bersukacita karena itu meledak di pelabuhan Beirut dan bukan di Tel Aviv,” tambahnya.
Komentar itu muncul ketika Beirut berjuang untuk menanggapi ledakan yang merenggut nyawa lebih dari 135 orang dan menelan biaya miliaran untuk mengatasi kerusakan.
Perdana Menteri Libanon Hassan Diab telah meminta negara-negara sahabat untuk mendukung negaranya yang sudah terhuyung-huyung dari krisis ekonomi terburuk dalam beberapa dekade serta wabah virus corona yang telah menginfeksi lebih dari 5.000 orang dan menewaskan 68 orang.
Dalam gerakan yang tidak biasa, negara tetangga “Israel” menawarkan bantuan kemanusiaan – ke negara yang secara teknis masih berperang – melalui perantara internasional. Walau baru pada 29 Juli yang lalu telah melakukan pengeboman di daerah perbatasan Kafr Shuba, Libanon.
Sebelumnya pada Sabtu (01/08/2020), Presiden Libanon Michel Aoun mengeluarkan pernyataan kesiapan negaranya bertahan dari serangan “Israel” di televisi nasional.
“Kami berkomitmen untuk membela diri, tanah, air, dan wewenang kami. Kami tidak akan kompromi dalam hal ini,” ungkapnya.
Ledakan pada hari Selasa (04/08/2020), yang tampaknya dipicu oleh api yang menyulut 2.750 ton pupuk amonium nitrat yang ditinggalkan tanpa penjagaan di gudang pelabuhan Beirut, terdengar sampai ke Siprus, sekitar 240 kilometer jauhnya.
Yuk bantu dakwah media BCA 1280720000 a.n. Yayasan Baitul Maal Hidayatullah (BMH). Kunjungi https://dakwah.media/
Ledakan itu melanda ibu kota Libanon seperti gempa bumi, dengan puluhan orang masih dinyatakan hilang pada hari Rabu, ribuan orang kehilangan harta benda dan ribuan lainnya berdesakan di rumah sakit yang kewalahan untuk perawatan.
Ledakan awal dan kebakaran di pelabuhan membuat banyak orang naik ke balkon dan atap rumah mereka untuk merekam kejadian, setelah itu ledakan selanjutnya terjadi, mengirimkan gelombang kejut besar-besaran ke seluruh kota.
Dalam sekejap, ledakan itu membawa kehancuran seperti yang disebabkan oleh perang saudara 1975-1990 di negara itu, meratakan bangunan beberapa ratus meter jauhnya.
Wali Kota Abboud mengatakan kehancuran itu mungkin telah menyebabkan 300.000 orang kehilangan tempat tinggal sementara, menambah kesengsaraan ekonomi negara yang kekurangan anggaran dengan kerugian sekitar $ 3 miliar.
“Bahkan di tahun-tahun terburuk perang saudara, kami tidak melihat begitu banyak kerusakan di daerah yang begitu luas,” kata analis Kamal Tarabey.*