Hidayatullah.com—Virgin Atlantic, perusahaan milik pengusaha Inggris Sir Richard Branson, akan kehabisan uang bulan depan jika kreditur tidak menyetujui paket bantuan £1,2 miliar untuk menyelamatkan perusahaan, demikian dipaparkan di pengadilan.
Maskapai penerbangan itu pada dasarnya merupakan sebuah perusahaan yang “baik-baik saja” tetapi restrukturisasi dan suntikan uang sangat diperlukan untuk memastikan masa depannya, kata para pengacara Virgin.
Paket penyelamatan miliaran pound itu membutuhkan persetujuan dari para kreditur dan prosesnya harus dilakukan di pengadilan.
Sebagai bagian dari upaya penyelamatan perusahaan, Virgin Atlantic juga mengupayakan perlindungan kebangkrutan berdasarkan undang-undang kepailitan di Amerika Serikat. Chapter 15 dalam UU kepailitan di AS memungkinkan debitur asing memproteksi asetnya yang berada di negeri Paman Sam dari kejaran kreditur.
Seperti perusahaan penerbangan lainnya di berbagai belahan dunia, keuangan Virgin Atlantic terpukul telak akibat merosotnya perjalanan lewat udara disebabkan lockdown yang diberlakukan di berbagai negara guna meredam penyebaran Covid-19.
Dilansir BBC, Virgin Atlantic dalam sebuah pernyataan hari Rabu (5/8/2020) mengatakan perusahaan terus beroperasional dengan jadwal penerbangan terbatas dan optimis berharap rencana restrukturisasi dan rekapitalisasi dapat diwujudkan pada bulan September.
Permintaan bantuan keuangan yang diajukan bos miliarder Virgin ditolak oleh pemerintah Inggris, yang memiliki program bantuan finansial bagi pelaku usaha yang terdampak pandemi Covid-19 . Penolakan itu memaksa Branson mencari investor baru yang mau menanamkan uangnya di Virgin Atlantic.
Yuk bantu dakwah media BCA 1280720000 a.n. Yayasan Baitul Maal Hidayatullah (BMH). Kunjungi https://dakwah.media/
Sementara itu pemilik baru Virgin Australia, perusahaan ekuitas swasta asal AS Bain Capital, mengatakan akan memangkas 3.000 pekerjanya atau sekitar sepertiga dari jumlah orang yang bekerja di perusahaan penerbangan itu.
International Air Transport Association pada bulan Juni memperingatkan bahwa penurunan operasional akan menimbulkan kerugian lebih dari $84 miliar tahun ini.*