Hidayatullah.com—Pasukan Prancis telah membunuh Abdelmalek Droukdel, pimpinan afiliasi Al-Qaeda Afrika Utara. Demikian diumumkan Menteri Pertahanan Prancis Jumat malam (5/6/2020). Kematian Droukdel dipandang sebagai sebuah kemenangan bagi Prancis setelah bertahun-tahun memerangi kelompok Muslim bersenjata di kawasan Sahel.
Tak ada konfirmasi tentang kematiannya dari pihak AQIM (Al-Qaeda di kawasan Maghrib/Afrika Utara).
Menteri Pertahanan Prancis Florence Parly lewat Twitter mengatakan bahwa Droukdel dan beberapa afiliasinya terbunuh hari Rabu (3/6/2020) di bagian utara Mali oleh pasukan Prancis dan pasukan-pasukan mitranya, lapor Associated Press.
Laporan kematian Droukdel muncul setelah Presiden Prancis Emmanuel Macron dan para pemimpin kelompok G5 Sahel (Mauritania, Mali, Burkina Faso, Niger dan Chad) meluncurkan rencana baru pada bulan Januari untuk memerangi milisi Muslim di daerah tersebut. Prancis mengerahkan tambahan 600 personel militer dalam misi Barkhane sehingga total pasukan yang dikerahkan menjadi 5.100.
Dalam sebuah video yang dirilis pada bulan Maret oleh kelompok monitoring teroris SITE, Droukdel mendesak pemerintah-pemerintah di kawasan Sahel agar berusaha mengakhiri kehadiran pasukan Prancis, yang disebutnya sebagai “pasukan penjajahan”. Sebagaimana diketahui negara-negara di kawasan Sahel dahulu banyak yang merupakan daerah penjajahan Prancis.
Tidak jelas sudah berapa lama Droukdel berada di Mali, tetangga Aljazair di sebelah selatan. Selama bertahun-tahun dia dikira terjebak di Kabyle, daerah di bagian timur ibu kota negara asalnya Aljazair. Banyak pihak bertanya-tanya mengapa dia tidak kunjung ditangkap oleh militer Aljazair yang konon memiliki keterampilan tinggi dalam menangani terorisme.
Yuk bantu dakwah media BCA 1280720000 a.n. Yayasan Baitul Maal Hidayatullah (BMH). Kunjungi https://dakwah.media/
Droukdel, alias Abu Musab Abdul Wadud, dipandang sebagai pemimpin simbolis Al-Qaeda di kawasan Afrika Utara. Droukdel mengukir reputasinya sebagai pemimpin ekstrimis yang ditakuti di Aljazair, mulai awal tahun 1990-an.
Kelompoknya mengklaim sebagai pelaku sejumlah pengeboman di Aljazair, termasuk serangan bom mobil yang menarget sebuah gedung Perserikatan Bangsa-Bangsa di kota Aljir pada tahun 2007.*