Hidayatullah.com-Pakar Ekonomi yang dipenjara di China menerima Penghargaan Sakharov untuk Kebebasan Berpikir in absentia atau tanpa kehadirannya pada Rabu, di Strasbourg, Perancis lapor Al Jazeera pada (18/12/2019).
Ilham Tohti, 50 tahun, dijatuhi hukuman penjara seumur hidup pada tahun 2014 karena dakwaan separatisme.
Penghargaan itu datang di tengah-tengah tindakan penahanan satu juta etnis Uighur di kamp pendidikan ulang di Xinjiang, negara bagian bermayoritas etnis Uighur, berdasarkan perkiraan Persatuan Bangsa-Bangsa (PBB).
Nelson Mandela dan Malala Yousufzai juga masing-masing menerima penghargaan itu pada tahun 1988 dan 2013.
Penghargaan yang mengambil nama dari ilmuan dan oposisi politik Soviet, Andrei Sakharov, itu diberikan untuk menghormati organisasi atau individu yang membela hak asasi manusia dan kebebasan fundamental.
Baca: China Menghapus Data-data Sensitif setelah Informasi Bocor terkait Kamp Penahanan Muslim Uighur
Tohti lahir pada 25 Oktober, 1959, dari keluarga Uighur di Artux, Xinjiang.
Pada umur dua tahun, ayahnya wafat, meninggalkan ibunya Nasib untuk membesarkan empat anak yang menafkahi dengan melakukan beberapa pekerjaan sekaligus.
“Nenek saya harus menyerahkan saudara laki-laki paling kecil saya kepada seorang pasangan tua, karena ketika kakek saya wafat, dia masih berumur beberapa bulan,” kata anak perempuan Tohti, Jewher Ilham, yang menerima penghargaan atas nama bapaknya.
“Tidak mungkin baginya untuk merawat bayi sementara bekerja untuk menafkahi ketiga anak lainnya,” dia mengatakan kepada Al Jazeera.
Di sekolah, kemampuan Tohti mengungguli teman sebayanya.
Saudara-saudaranya memutuskan untuk menghentikan pendidikan mereka demi mendukung bakat akademis Tohti.
Pada umur 15 tahun, Tohti menyelesaikan gelar sarjananya di universitas di China utara, di luar Xinjiang.
Kemudian dia meraih gelar masternya di Universitas Minzu di Beijing, di mana dia akan menjadi profesor bidang sosial dan ekonomi terkait Xinjiang dan Asia Tengah.
Sementara pekerjaan akademiknya berfokus pada kehidupan Uighur di China, dia juga vokal terhadap kebijakan Beijing di Xinjiang yang telah menyebabkan munculnya tantangan-tantangan finansial dan materil bagi minoritas.
“Dia mengkritik dasar ekonomi dari kehadiran China di Xinjiang, menunjuk bahwa orang China Han mendapatkan keuntungan dari aktivitas-aktivitas ekonomi di sana secara tidak proporsional – dan bahwa orang Uighur mendapat sedikit pengaruh dari pengambilan sumber daya dan pengembangan yang terjadi di sana,” Rian Thum, penulis The Sacred Routes of Uyghur History dan profesor di Universitas Nottingham, mengatakan kepada Al Jazeera.
Baca: Bintang Arsenal Ozil: Mengecam Kebisuan Dunia Muslim atas Penindasan China terhadap Uighur
Pada tahun 2006, Tohti meluncurkan situs Uighur Online, di mana dia dan rekannya akan menulis perjuangan orang-orang Uighur.
Terlepas dari kritik, Tohti menganjurkan agar dibangunnya pemahaman yang lebih baik antara etnis Han dan masyarakatnya terkait masalah budaya, ekonomi, dan politik.
“Dia suka berdialog,” kata Elliot Sperling, akademisi dan teman Tohti yang meninggal dunia pada tahun 2017.
Penulis Thum mengatakan karya Tohti sangat bagus, merujuk pada tindakan keras berskala luas di Xinjiang yang dimulai dua tahun lalu.
“Dia satu-satunya akademisi Uighur yang tinggal di China dalam sistemnya, yang memberikan segala analisis kritis terhadap kebijakan China di Xinjiang, dan dia melakukannya dengan wawasan luas dan ketelitian yang tinggi,” tambahnya.
Selama karirnya, Tohti beberapa kali diintimidasi dan ditegur oleh otoritas China karena kritiknya terhadap pemerintahan Xinjiang maupun Beijing.
Dari tahun 1999 hingga 2003, otoritas China melarangnya mengajar. Hampir mustahil baginya untuk menulis di majalah atau jurnal akademik bereputasi manapun.
Pada 5 Januari, 2014, Tohti ditangkap dan kemudian pada tahun yang sama, didakwa dengan separatisme.
Tohti dihukum karena menghasut “kebencian etnis” dan karena mengepalai sebuah “organisasi kriminal separatis beranggotakan delapan orang”, menurut pengacaranya.
Pengadilan yang menjatuhi hukuman kepada Tohti mengatakan dia telah menyebarkan pemikiran separatis melalui situsnya – yang sejak itu telah dihapus – dan mengorganisir para mahasiswa untuk menulis dan membagikan artikel yang mendorong pemisahan Xinjiang dari China.
Organisasi Human Rights Watch (HRW) mengatakan tidak ada bukti bahwa Tohti terlibat dalam “segala bentuk pidato atau perilaku yang dapat ditafsirkan oleh standar objektif apapun yang menghasut kekerasan atau tindakan melawan hukum”.
Sebuah petisi pada awal tahun ini ditandatangani oleh organisasi-organisasi hak asasi sipil dan ilmuan, termasuk Amnesty International dan Noam Chomsky, mengutip “masalah penting” dalam persidangannya.
Yuk bantu dakwah media BCA 1280720000 a.n. Yayasan Baitul Maal Hidayatullah (BMH). Kunjungi https://dakwah.media/
Mereka meminta pemerintah China untuk membebaskan Tohti dan “memperhatikan seruan untuk pembebasan sejumlah cendekiawan Uighur yang saat ini ditahan”.
Aktivis Uighur Tahir Imin, bagian dari Jaringan Nasional Uighur, dan yang anggota keluarganya saat ini ditahan di Xinjiang, mengatakan kepada Al Jazeera bahwa Tohti adalah role model bagi etnis Uighur di seluruh dunia.
“Semangat kemanusiaannya, cintanya untuk negara ini dan pengorbanannya selalu mengajarkan kita untuk terus berjuang melawan ketidakadilan apapun resikonya,” kata dia.
Baca: China membayar Facebook dan Twitter untuk Sebarkan propaganda anti-Muslim
Tohti telah menerima beberapa penghargaan selama dia ditahan, yang para pendukungnya berharap dapat meningkatkan profil internasionalnya dan membantu pembebasannya.
“Salah satu prioritas utama kami adalah memastikan tidak ada yang melupakannya,” kata Sophie Richardson, direktur untuk China di HRW, kepada Al Jazeera.
“Kita perlu mengingatkan dunia bahwa di sini ada seseorang yang menghabiskan seluruh karirnya, dan pangkatnya sebagai seorang sarjana, pada dasarnya untuk berbicara tentang ketidaksetaraan antara berbagai kelompok etnis dan cara memperbaikinya, dan sedang membusuk di penjara.”
Ilham mengatakan dia masih berharap bertemu ayahnya lagi.
“Saya orang yang sangat positif … ayah saya selalu mengajari saya untuk sangat positif.
“Aku percaya suatu hari dia akan dibebaskan. Aku akan selalu berdoa dan berharap untuk itu.”*