Hidayatullah.com–Ribuan petani Belanda hari Selasa (1/10/2019) bergerak menuju Den Haag guna melakukan unjuk rasa menuntut agar profesi mereka lebih dihargai. Oleh karena kebanyakan dari mereka menggunakan kendaraan traktor yang berjalan lambat, kemacetan hingga seribu kilometer pun tak terelakkan.
Dilansir Associated Press, asosiasi pengguna kendaraan bermotor ANBW melaporkan bahwa pagi hari Selasa ini merupakan yang tersibuk di jalan-jalan nasional negara itu, yang mana lebih dari 1.000 kilometer jalan macet akibat konvoi traktor, ditambah cuaca buruk dan kecelakaan lalu lintas.
Pihak panitia unjuk rasa di laman webnya mengatakan bahwa mereka ingin agar “citra negatif” pertanian di Belanda dihapuskan.
“Kami bukan penyiksa binatang dan pengotor lingkungan, kami mencintai usaha kami,” kata para petani.
Menurut asosiasi petani Belanda, LTO, ekspor dari hampir 54.000 pertanian dan bisnis agrikultur lain tahun lalu saja bernilai lebih dari 90,3 miliar euro.
Akan tetapi, sementara para pertani menjadi salah satu penopang perekonomian Belanda, sektor pertanian juga dipersalahkan sebagai penyebab polusi dan emisi gas. Tidak hanya itu, aktivis penyayang binatang menuding para petani tidak memiliki hati sebab memelihara terlalu banyak hewan ternak di lahan pertanian mereka yang terbatas.
Hal yang juga dituntut petani dalam aksi itu adalah agar perintah tidak lagi membatasi jumlah hewan ternak yang boleh dipeliharanya, serta adanya “pihak independen” pengukur emisi karbon dan nitrogen pertanian mereka.
Sebuah komisi penasihat pekan lalu menyarankan agar pemerintah membeli pertanian-pertanian lawas dan tidak efisien sebagai langkah mengurangi emisi nitrogen.
Ketika aksi protes berlangsung polisi memblokir jalan menuju pusat bersejarah di Den Haag, dan menangkap seorang petani karena menabrakkan traktornya ke pagar besi pembatas lokasi unjuk rasa, serta seorang lainnya karena berusaha menghalangi penangkapan tersebut.
Yuk bantu dakwah media BCA 1280720000 a.n. Yayasan Baitul Maal Hidayatullah (BMH). Kunjungi https://dakwah.media/
Petani ternak Peter Boogards mengendarai traktornya dari desa Wassenaar dekat Den Haag untuk mengekspresikan kemarahannya.
“Kami satu-satunya sektor yang berhasil mengurangi fosfat 20%,” ujaranya. “(Namun) tak ada yang mendengarkan kami, padahal kami mematuhi kesepakatan. Kami tidak suka itu.”*