Hidayatullah.com–Aktivis Anti Pemberontak al-Houthi baru-baru ini mengumumkan melalui media sosial bahwa 6 Oktober 2018 akan menjadi hari pertama protes “Revolusi Orang Lapar” di Ibu Kota Sana’a.
Namun, pemberontak Syiah al Houthi justru merencanakan demonstrasi bersenjata di beberapa daerah yang sama, sebagai pesan yang jelas pada para pengunjuk rasa untuk tidak turun ke jalan.
Pada Sabtu pagi, pemberontak Syiah al Houthi mengerahkan kelompok-kelompok bersenjata di seluruh kota, termasuk lapangan yang direncanakan para penyelenggara aksi untuk aksi, sehingga banyak yang tidak muncul.
Hanya beberapa mahasiswa perempuan Universitas Sanaa yang mencoba ikut aksi protes.
“Para perempuan itu baru saja memulai nyanyikan ketika perempuan Houthi mengusir dan mengejar mereka ke dengan tongkat besar, “ ujar Ahmed, aktifis anti-Houthi yang nama aslinya tidak mau disebutkan.
Kurang dari 20 wanita yang ikut aksi, dikejar oleh milisi Houthi, sembilan mahasiswa ditangkap, sisanya melarikan diri.
Baca: Tokoh Pemberontak Syiah al Houthi ajak Warga Melawan Saudi
Namun, jumlah sebenarnya tidak jelas karena kantor berita AFP melaporkan bahwa milisi pemberontak Syiah ini dikabarkan telah menahan setidaknya 55 mahasiswa, termasuk 18 wanita, di dekat Universitas Sana’a.
“Pemberontak Houthi mengancam kami, jadi kami, sebagai laki-laki, tidak bisa turun ke jalan, hanya beberapa mahasiswa perempuan saja yang cukup berani untuk menghadapi pemberontak al-Houthi,” kata Ahmed dikutip Middle East Eye (MEE).
Pemberontak Syiah al Houthi dilaporkan telah menangkap puluhan pengunjuk rasa di Sana’a hari Ahas, termasuk 16 siswa perempuan. Salah satu mengatakan kepada Reuters bahwa pendukung perempuan Houthi memukuli mereka dengan tongkat dan kejut listrik.
“Masyarakat Yaman konservatif, dan kami tidak percaya bahwa Houthi akan menangkap perempuan, karena ini memalukan dalam tradisi dan tabu di Yaman, tetapi mereka melakukannya.”
Dia menegaskan bahwa tidak hanya perempuan Houthi tetapi juga milisi yang berpartisipasi dalam pemukulan para wanita, kemudian membawa mereka ke kantor polisi al-Gudairi dalam kendaraan bersenjata.
“Milisi Houthi mengirim para wanita ke kantor polisi, kemudian membawa ke lokasi yang tidak diketahui, mengambil ponsel mereka sehingga kami tidak dapat menghubungi mereka,” kata Ahmed.
Baca: 100 Tentara Yaman Tak Jelas Kabarnya Setelah Pemberontak Houthi Kuasai Desa
Menurut MEE, pemberontak Syiah al Houthi mengontrol Kantor Berita Saba pada Ahad pagi dimana otoritas keamanan mengatakan, “menangkap beberapa tentara bayaran di Ibu Kota Sanaa; perilaku mereka mengganggu perdamaian umum dengan menyebarkan gosip.”
Saba mengutip seorang sumber dari salah satu perempuan yang ditangkap bahwa ia mengakui koalisi Saudi memerintahkan mereka dalam akdi protes di bawah ‘dalih palsu ‘ untuk mengeksploitasi kondisi ekonomi dan kemiskinan.
Seorang aktivis wanita yang tak mau disebut namanya mengatakan pada MEE bahwa dia telah merencanakan untuk mengambil bagian dalam protes tetapi merasa saat itu berbahaya.
“Saya akan bergabung bersama kolega saya, tetapi Houthi di universitas mengancam akan menangkap kami, jadi saya terpaksa pulang,” katanya kepada MEE.
Dia mengatakan dia berharap bahwa kelompok Houthi akan membebaskan rekan-rekan mereka, dengan mengatakan: “Kaum Houthi telah gagal dalam segala hal, tetapi mereka berhasil menekan aksi protes.”
Para siswa dibebaskan pada sore hari setelah menandatangani janji untuk tak ikut dalam demonstrasi lagi, salah satu dari mereka mengatakan, untuk tidak diidentifikasi karena takut akan pembalasan, menurut Reuters. Dia mengatakan milisi perempuan al-Houthi “menyerang kami dengan tongkat dan tongkat kejut listrik, yang didukung oleh orang-orang bersenjata”.
Rasha Jarhum, aktivis Yaman berbasis di Kanada, dalam ciutan tweeter hari ini: “Para wanita di Sana’a sangat berani. Mereka menghadapi milisi bersenjata setan dan memanggil dengan jelas untuk kelompok Houthi untuk menarik diri dari Sana’a. Protes damai mereka disalurkan dengan paksa dan banyak wanita ditahan. ”
Kelompok Solidaritas Perempuan mengeluarkan pernyataan pada hari Ahad menyerukan pembebasan segera “wanita yang ditahan sewenang-wenang” oleh pemberontak al Houthi di Sana’a.
Yuk bantu dakwah media BCA 1280720000 a.n. Yayasan Baitul Maal Hidayatullah (BMH). Kunjungi https://dakwah.media/
Ghalib Moamar, aktivis di Kota Taiz, mengatakan penindasan terhadap peserta protes bukanlah solusi, tetapi justru mendorong orang untuk berdemonstrasi.
“Ketika kami turun ke jalan di Sana’a pada tahun 2011, pasukan Saleh menyerang kami dan membunuh beberapa pemrotes, sehingga keesokan harinya lebih banyak orang tiba di alun-alun,” kata Moamar pada MEE.
Dia meramalkan skenario serupa jika milisi Syiah ini terus menindas peserta aksi damai yang menuntut kebutuhan dasar.
“Protes pagi ini tidak melawan milisi Houthi, itu hanya menentang runtuhnya mata uang dan itu terjadi di mana-mana di seluruh negeri, tetapi represi adalah kebiasaan pemberontak Houthi,” katanya.
Ada protes di Taiz, Aden, Hadhramout dan gubernur lainnya, dan semuanya menentang runtuhnya mata uang, tetapi tidak ada yang ditangkap kecuali di Sana’a.
Hampir 10.000 orang telah tewas sejak Koalisi Pimpinan Arab Saudi dan sekutu-sekutunya terlibat Perang Yaman tahun 2015 untuk mendukung dikembalikannyaa kekuasaan pemerintah yang sah setelah diambil alih oleh pemberontak Syiah al Houthi yang didukung Iran.
Perang telah memicu apa yang disebut PBB sebagai krisis kemanusiaan terbesar di dunia, dengan lebih dari tiga perempat penduduk membutuhkan bantuan dan 8,4 juta orang yang menghadapi risiko kelaparan.*