Hidayatullah.com–Pihak berwenang di China lagi-lagi mengambil langkah untuk mengurangi pengaruh Islam, dengan mengubah nama sebuah sungai karena memiliki “nama yang berbau Arab”.
Nama sungai “Aiyi” telah diubah menjadi “Diannong” oleh Pemerintah Otonomi Ningxia, rumah bagi Muslim terbesar di China daratan, sebuah laporan oleh Global Times mengatakan.
“’Aiyi’, nama lama berbahasa China dari sungai itu … terdengar bagi beberapa orang seperti nama ‘Aisha’,” Wang Genming, peneliti di Institut Studi Hui Universitas Ningxia mengatakan pada harian berbahasa China itu.
Aisha adalah salah satu dari istri Nabi Muhammad ﷺ.
“Diannong” diambil dari nama lama Dinasti Han (206-220 SM) untuk Ibu Kota Ningxia, yang saat itu bernama Yinchuan, menurut Global Times.
“Kami menerima permintaan dari departemen sumber daya air setempat berdasarkan peraturan tentang nama-nama lokasi publik,” pemerintah mengatakan dalam sebuah pernyataan.
Sebuah peraturan yang disahkan oleh pemerintah Ningxia pada tahun 2013 melarang otoritas setempat menamakan tempat-tempat publik seperti nama tokoh atau tempat asing.
“Ini sesuai dengan kebijakan China untuk menchinakan agama dan menyesuaikannya dengan masyarakat sosialis serta sesuai dengan budaya dan sejarah setempat,” Xiong Kunxin, profesor studi etnis di Universitas Minzu China, tulis Global Times dikutip Aljazeera.
Shen Guiping, seorang ahli tentang agama di Central Institute of Socialisme, mengatakan pada surat kabar itu bahwa sebagai sungai induk di wilayah itu, “Diannong dapat lebih baik memberikan semangat budaya tradisional China”.
Sungai itu membentang sepanjang 180 km dan enam provinsi di China barat laut.
Baca: Rencana Pembongkaran Masjid di China ‘Ancam Perdamaian
Pertanyaan Muslim di China
Sekitar dua juta Muslim Hui tinggal di Ningxia, sepertiga dari populasi wilayah itu.
Dari 23 juta Muslim China, sekitar 10 jutanya merupakan etnis Hui, keturunan musafir Jalur Sutera etnis Arab dan Asia Tengah.
Kemudian, terdapat sekitar 10 juta Muslim Uighur, yang persekusinya oleh pemerintah China telah menjadi berita utama global selama bertahun-tahun.
Genming mengatakan pada Inkstone bahwa perubahan nama mengikuti serangkaian upaya yang telah dilakukan pemerintah regional untuk menghapus tanda-tanda dan hiasan Islam di bangunan-bangunan.
“Bahkan bioskop setempat dan komplek pemukiman sedang direnovasi demi menghapus fitur-fitur etnis,” kata Wang.
“Lebih dari 860 buku menyangkut etnisitas Hui telah diambil dari rak-rak buku di perpustakaan,” tambahnya.
Yuk bantu dakwah media BCA 1280720000 a.n. Yayasan Baitul Maal Hidayatullah (BMH). Kunjungi https://dakwah.media/
Pada Maret, sebuah jalan bernama “Aliansi China-Arab” di Yinchuan, ibukota Ningxia, diubah menjadi “Jalan Persatuan”.
Jalan itu mengarah pada alun-alun dengan beberapa monumen bergaya Arab dan patung, yang dibangun untuk memperingati persahabatan Arab-China.
Kota itu kemudian mulai merubah jalanan dari “pemandangan bergaya asli Arab menjadi jalanan yang mencerminkan gaya elemen budaya China”, menurut kantor berita Xinhua.
Upaya-upaya ini adalah bagian dari kampanye luas pemerintah untuk “menChinakan agama”, kebijakan yang diperkenalkan oleh Presiden Xi Jinping pada tahun 2015 untuk menyatukan agama dengan definisi pemerintah tentang budaya China.
“Perubahan nama menunjukkan ketidaktahuan dan kebodohan pemerintah setempat,” dia mengatakan pada Inkstone. “Aiyi hanyalah sebuah nama yang mengingatkan pada seorang wanita Hui yang cantik,” kata Genming.*/Nashirul Haq AR