Hidayatullah.com—Kenya menghasilkan 44.00 ton sampah elektronik setiap tahun, dari barang-barang seperti laptop dan telepon, yang akhirnya mencemari lingkungan. Di Kenya tidak ada peraturan hukum perihal sampah semacam itu.
Sungai Nairobi dulu tempat yang indah untuk dipandang, tetapi kemudian menjadi tempat pembuangan segala macam sampah elektronik. Bersama dengan botol-botol plastik di dalam air, kondisi ini menyebabkan rakyat Kenya berisiko mengalami gangguan kesehatan akibat zat kimia yang meresap ke dalam air, lalu ke ladang-ladang mereka sampai akhirnya mengendap di tanaman pertanian dan dan perkebunan yang hasilnya mereka konsumsi. Sampah semacam ini berkaitan erat dengan perkembangan saraf dan mempengaruhi perilaku khususnya di kalangan anak-anak.
Pemerintah Kenya baru-baru ini melarang penggunaan kantong plastik guna meredam polusi. Sayangnya, kebijakan itu belum menyentuh kesepakatan bagaimana mengelola sampah elektronik. Sebuah usulan rancangan undang-undangnya mengendap di rak parlemen sejak 2013.
Satu dari total tiga fasilitas pengolahan sampah berizin yang ada di Kenya dapat memproses sampah elektronik. Lokasinya berada di Utawala. General manajernya, Boniface Mbithi, mengatakan sebagian besar sampah elektronik berasal dari kantor-kantor pemerintahan. Kebanyakan warga umumnya membuang sampah elektronik mereka ke tong sampah, di jalan-jalan, di lapangan atau bahkan ke dalam sungai.
Yuk bantu dakwah media BCA 1280720000 a.n. Yayasan Baitul Maal Hidayatullah (BMH). Kunjungi https://dakwah.media/
“Tantangan terbesar kami dalam mengelola sampah elektronik di negara kami adalah kurangnya kesadaran,” kata mbithi seperti dikutip DW Rabu (4/4/2018).
Menurut studi terbaru oleh United Nations Environmental Program (UNEP), Kenya menghasilkan 44.000 ton sampah elektronik setiap tahun.
Direktur Kesehatan Masyarakat Kenya Kepha Ombacho mengakui ada kegagalan dalam memperkirakan sampah akan elektronik menjadi ancaman kesehatan masyarakat.*