Hidayatullah.com—Amerika Serikat memberlakukan larangan ekspor senjata ke Sudan Selatan dan mendesak negara-negara lain serta Perserikatan Bangsa-Bangsa untuk menetapkan embargo global.
Larangan itu bisa disebut sekedak simbolis, sebab Amerika Serikat tidak mengekspor senjata ke Sudan Selatan.
Namun, kebijakan itu akan menghalangi perusahaan-perusahaan atau warga negara AS menawarkan jasa pertahanan ke negara pecahan Sudan itu, lapor BBC Jumat (2/2/2018).
Sebelumnya Washington sudah mengutarkaan kekecewaan mereka terhadap kegagalan para tokoh Sudan Selatan untuk mengakhiri perang saudara di negara baru itu yang sudah berlangsung selama empat tahun terakhir.
Bulan lalu, dubes AS untuk PBB Nikki Haley mengumumkan bahwa Washington menjaga jarak dengan Presiden Salva Kiir, menyebutnya sebagai “mitra yang tidak layak” dalam upaya mewujudkan perdamaian.
Para pemimpin Sudan Selatan tidak hanya mengecewakan rakyat mereka sendiri, tetapi “juga mengkhianati mereka,” kata Haley.
Saat ini Sudan Selatan merupakan negara termuda, yang memerdekakan diri pada 2011 menyusul perang sipil berkepanjangan di negara induknya Sudan.
Sekitar sepertiga populasi Sudan Selatan kehilangan tempat tinggal akibat perang antar kelompok yang pecah pada Desember 2013, menyusul pertikaian antara Presiden Kiir dari suku Dinka dan Wakil Presiden Riek Machar dari suku Nuer. Machar sekarang mengasingkan diri ke luar negeri.
Yuk bantu dakwah media BCA 1280720000 a.n. Yayasan Baitul Maal Hidayatullah (BMH). Kunjungi https://dakwah.media/
Upaya PBB untuk memberlakukan embargo senjata atas Sudan Selatan selama ini ditentang Rusia dan China, yang beberapa tahun belakangan menjadikan Afrika tujuan utama investasinya di luar negeri.
Embargo senjata atas Sudan Selatan kemungkinan akat sullit dilakukan, sebab senjata api saat ini sudah banyak beredar di kalangan kelompok perlawanan di negara-negara tetangga, sehingga mudah diselundupkan ke negara kaya cadangan minyak itu.*