Hidayatullah.com—Anggota parlemen Prancis dilarang mengenakan simbol agama apapun berdasarkan aturan berpakaian “netral” yang baru. Sebagian kalangan menilainya sebagai bentuk sekularisme radikal yang berlebihan.
Berdasarkan aturan baru yang disetujui Rabu (24/1/2018) malam itu, anggota parlemen nasional Prancis harus menghindari pemakaian simbol-simbol keagamaan, seragam atau logo atau pesan komersial atau slogan politik, lapor Euronews.
Aturan baru itu dibuat menyusul keributan yang dipicu oleh tindakan seorang anggota legislatif yang mengenakan baju kaos sebuah klub sepakbola. Francois Ruffin, anggota parlemen yang juga pembuat film dokumenter, tahun lalu mengenakan seragam klub sepakbola amatir Olympique Eaucourt ketika menghadiri sesi debat soal pajak transfer pemain sepakbola.
Sampai saat ini anggota parlemen hanya diminta “menghormati institusi” ketika berpakaian, yang mana wanita diminta mengenakan pakaian rapi dan sopan, sementara pria mengenakan setelan jas dan berdasi.
Aturan baru tersebut kontan mendapat protes dari sebagian kalangan, terutama kelompok Kristen, seperti Henri Groues alias Abbe Pierre dan sejumlah tokoh Kristen lainnya. dibuat dengan “semangat sekularisme radikal obsesif.”
Ketua Parlemen Francois de Rugy membela perubahan tersebut, dengan dengan mengatakan bahwa hal itu sejalan dengan UU tahun 2014 perihal larangan penggunaan simbol keagamaan oleh pelajar dan para guru, yang dinilai oleh para pengkritiknya sebagai kriminalisasi khususnya terhadap Muslim yang mengenakan tudung kepala dan cadar.
Yuk bantu dakwah media BCA 1280720000 a.n. Yayasan Baitul Maal Hidayatullah (BMH). Kunjungi https://dakwah.media/
Para politisi di parlemen masih diperolehkan mengenakan pakaian tertentu jika mereka berhasil membuktikan bahwa pakaian yang dikenakannya adalah pakaian tradisional tanpa ada unsur agama. Contohnya, Moetai Brotherson, anggota parlemen dari teritori Prancis Tahiti. Dia masih diperbolehkan mengenakan lavalava, rok tradisional orang Polinesia.*