Hidayatullah.com–Lebih dari 340.000 anak-anak Rohingya tinggal dalam kondisi menyedihkan di kamp-kamp pengungsi Bangladesh yang dikelilingi oleh lingkungan yang kotor dan diliputi oleh kekurangan pangan, air bersih dan perawatan kesehatan, demikian Badan PBB untuk masalah anak-anak (UNICEF).
Menurut sebuah laporan berjudul Outcast and Desperate yang ditulis oleh petugas UNICEF, Simon Ingram, sekitar 12.000 anak-anak bergabung dengan kamp pengungsi di Bangladesh setiap minggu dan kebanyakan menderita masalah trauma dengan kekejaman militer Myanmar yang telah mereka saksikan.
Satu dari lima anak-anak Rohingya yang berusia di bawah lima tahun menderita kekurangan zat dan memerlukan perhatian medis.
“Situasi buruk ini terlihat berlarut-larut dan tidak menunjukkan solusi dalam waktu dekat. Pasokan air bersih dan toilet sangat terbatas dengan kamp dan penempatan yang sangat kurang berhasil.
Baca: 1100 Anak Rohingya Kehilangan Orang Tua, Puluhan Lain Mati Lemas
“Ada risiko yang sangat tinggi untuk penyebaran penyakit bawaan air, diare dan kolera. Tak heran tempat ini ditafsirkan sebagai ‘neraka dunia’, “kata Simon Ingram.
Sementara itu, Ingram juga meminta agar pintu perbatasan terbuka dan perlindungan diberikan kepada setiap anak Rohingya terutama untuk bayi yang lahir di Bangladesh.
“Bayi kelahiran Bangladesh juga perlu didaftarkan. Sebagian besar etnis Rohingya tidak memiliki kewarganegaraan di Myanmar dan banyak pengungsi tidak memiliki dokumen identifikasi.
“Tanpa identitas mereka mereka tidak memiliki kesempatan untuk bergaul dan diterima oleh masyarakat manapun secara efektif,” katanya dikutip Reuters.
Ingram mengatakan bahwa UNICEF mencari $ 76 juta (US $ 76 juta) di bawah seruan PBB untuk pengungsi Rohingya selama enam bulan, namun hanya tujuh persen dari jumlah yang diperoleh.
Baca: Anak-Anak Yatim Rohingya Korban Kekejaman Militer Myanmar
Dakwah Media BCA - Green
Yuk bantu dakwah media BCA 1280720000 a.n. Yayasan Baitul Maal Hidayatullah (BMH). Kunjungi https://dakwah.media/
Keadaan ini diduga akan kian buruk karena lebih dari 12 ribu pengungsi anak lainnya diprediksi akan datang setiap pekannya, mendesak UNICEF menyediakan fasilitas lebih mumpuni.
“Ini bukan peristiwa jangka pendek. Semuanya juga tidak akan berhenti dalam waktu dekat,” ujar Ingram sebagaimana dilansir Reuters.
Isu Rohingya menjadi perhatian dunia setelah kelompok bersenjata Tentara Solidaritas Rohingya Arakan (ARSA) atau juga dikenal sebagai Harakah al-Yaqin menyerang pos polisi tanggal 25 Agustus 2017, membuat militer Myanmar melakukan operasi ‘pembersihan etnis’ yang menurut sumber resmi menjadikan 1.000 orang etnis Rohingya tewas (sumber lain menyebut angka di atas 2000), sementara lebih dari 500 ribu lainnya melarikan diri menuju Bangladesh.
PBB menganggap tragedi kemanusiaan ini sebagai upaya pembersihan etnis secara sistematis.*