Hidayatullah.com–Militer Myanmar mengabarkan telah menghentikan “Operasi Pembersihan” di bagian utara Rakhine, demikian menurut pejabat senior Myanmar hari Rabu (15/02/2017), menandai berakhirnya tindakan keras mereka selama empat bulan setelah mendapat peringatan Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB).
Ratusan orang dari etnis minoritas Muslim Rohingya diyakini sudah meninggal dunia dan hampir 70.000 sudah melarikan diri ke Negara tetangga, termasuk Bangladesh sejak pihak militer negara itu meluncurkan kampanye ‘berburu anggota militan’ yang menyerang pos-pos polisi di perbatasan.
Sementara itu, para pengungsi menceritakan kondisi mengerikan yang mereka alami. Bagaimana anggota tim keamanan memperkosa, membunuh dan menyiksa etnis Rohingya, termasuk membakar rumah mereka dan menghancurkan propertinya selama operasi empat bulan itu.
Satu laporan PBB berdasarkan pengalaman yang dimiliki oleh para pengungsi di Bangladesh, tentara meluncurkan “kebijakan penindasan” yang mungkin merupakan satu kejahatan terhadap kemanusiaan.
Baca: Militer Myanmar Lakukan Pemerkosaan terhadap Wanita Rohingya
Selama berbulan-bulan pula, Myanmar menolak deskripsi serupa yang dikumpulkan oleh media-media asing dan kelompok-kelompok hak asasi. Myanmar juga membatasi akses mereka memasuki wilayah tersebut.
Hari Rabu (15/02/2017), Kantor Penasihat Negara (State Counsellor) Myanmar, Aung San Suu Kyi menyatakan militer sudah menghentikan kampanye mereka dan meninggalkan daerah yang dikepung, yang kini di bawah kendali pihak kepolisian.
“Kondisi di bagian utara Rakhine sekarang stabil,” ujar penasihat baru Penasehat Keamanan Nasional Thaung Tun melalui sebuah pernyataannya dikutip Associate Press (AP).
“Operasi pembersihan oleh tentara sudah dihentikan, jam malam sudah dilonggarkan dan hanya ada polisi di sana untuk mengontrol keamanan,” tambahnya.
Pemerintah Myanmar turut mengarahkan komisi yang yang dipimpin Wakil Presiden Myanmar, Myint Swe, guna menyelidiki tuduhan-tuduhan dalam laporan PBB.
Baca: Kejahatan Tentara Myanmar: Bayi dan Anak-Anak Rohingya “Disembelih”
Pemerintah telah membantah pelanggaran tetapi penyelidikan resmi sedang berlangsung.
“Menghentikan operasi militer tidak benar-benar berarti kita tidak akan memiliki pasukan keamanan kami di sana, ” ujar Zaw Htay, Juru Bicara Kantor Presiden Htin Kyaw dalam sebuah pernyataan secara terpisah.
”Tentu saja kita masih membutuhkan kehadiran polisi karena untuk alasan keamanan di wilayah tersebut.”
Sekretaris Jenderal PBB Antonio Guterres mengeluarkan pernyataan terbaru yang mengatakan ia ”ngeri” membaca laporan terbaru tentang dugaan pelanggaran seksual pasukan keamanan di Myanmar terhadap etnis minoritas Muslim Rohingya.
Baca: PBB: Tentara Myanmar Lakukan Pembunuhan dan Perkosaan Secara Massal Etnis Rohingya
Dakwah Media BCA - Green
Yuk bantu dakwah media BCA 1280720000 a.n. Yayasan Baitul Maal Hidayatullah (BMH). Kunjungi https://dakwah.media/
Human Rights Watch (HMW) menuduh bahwa tentara dan polisi penjaga perbatasan ikut ambil bagian dalam aksi pemerkosaan dan kekerasan seksual saat melakukan ‘operasi pembersihan’ di Rakhine dari bukan Oktober sampai pertengahan Desember.
Lebih sejuta Muslim Rohingya tinggal di wilayah Rakhine, di mana mereka diperlakukan sebagai pendatang asing dari Bangladesh dan tidak diberikan kewarganegaraan. PBB menyebut mereka sebagai kaum paling tertindas sedunia.
Minggu lalu, Paus Franciscus menilai situasi di Myanmar, etnis Rohingya disiksa dan dibunuh “hanya karena mereka ingin hidup berdasarkan budaya dan iman mereka.”
Seentara penerima Penghargaan Nobel Aung Suu Kyi banyak dikritik karena tidak bersuara terhadap berbagai insiden yang terjadi dalam kekejaman pembersian etnis di negerinya.*