Hidayatullah.com—Banyak rakyat Jepang terharu melihat Kaisar Akihito muncul di layar televisi mengungkapkan kekhawatirannya tentang kemampuannya untuk melaksanakan tugas sebagai seorang raja. Namun, mereka hanya dapat bersimpati, sebab rajanya yang menua dan sakit-sakitan itu tidak bisa meletakkan tahta karena terganjal konstitusi.
Kaisar Akihito memang tidak menyatakan terang-terangan untuk turun tahta, sebab aturan kerajaan melarang demikian. Namun, pernyataan mengenai kondisi kesehatannya yang menurun dan kekhawatirannya tentang kemampuannya memenuhi tugas dan tanggung jawab merupakan sinyal kuat bahwa dirinya ingin turun dari singgasana kerajaan.
Peraturan yang berlaku di Jepang saat ini mengharuskan kaisar menjauhi peran politik dan tidak memberikan pernyataan politik secara terbuka. Jadi, meskipun menua dan lelah serta sakit-sakitan sekalipun dia tidak bisa secara terang-terangan mengatakan ingin turun tahta.
Rakyat Jepang, menurut jajak pendapat yang dilakukan kantor berita Kyodo, mayoritas (85%) mendukung keinginan Kaisar Akihito turun tahta dan seharusnya hal itu dilegalisasi, tetapi sebagian dari kalangan konservatif menentangnya.
Walaupun rakyat memahami keinginan rajanya untuk meletakkan tahta dengan alasan usia yang menua dan kondisi kesehatan yang buruk, konstitusi negara itu harus diubah lebih dulu.
Profesor Robert Campbell, seorang pakar kebudayaan Jepang di Universitas Tokyo mengatakan jabatan kaisar adalah pekerjaan yang harus diemban seumur hidup.
“Mengubahnya, pertama akan mempengaruhi realita masyarakat Jepang –yaitu perasaan hampir semua orang di sini tentang bekerja dan kehidupan, pembangunan karir dan seterusnya, dan akan menyentuh realita di mana hampir semua orang di sini bekerja. Dan kebanyakan rakyat di sini akan mendukung keputusannya disebabkan seberapa banyak kerja yang benar-benar telah dilakukannya selama bertahta,” kata Campbell seperti dikutip Euronews Senin (8/8/2016).
Akihito mewarisi tahta kerajaan Jepang pada tahun 1990 setelah kematian ayahnya Kaisar Hirohito. Dia menjadi kaisar ke-125 dari rangkaian tahta yang dapat dilacak sejarahnya hingga ke masa pendirian kerajaan itu 2.600 silam.
Selain menjadi kepala negara dia juga menjadi pemimpin tertinggi agama Shinto, meskipun tidak dianggap memiliki “wangsit dari langit” seperti kaisar-kaisar Jepang tempo dulu.
Setelah melalui perubahan konstitusi, Akihito merupakan kaisar pertama yang diperbolehkan menikahi seorang wanita dari kalangan rakyat biasa, yang dilakukannya pada 1965 setelah bertemu dengan Michiko Shoda saat bermain tenis.
Yuk bantu dakwah media BCA 1280720000 a.n. Yayasan Baitul Maal Hidayatullah (BMH). Kunjungi https://dakwah.media/
Dibanding pendahulu-pendahulunya, Akihito berusaha lebih mendekat dengan rakyat lewat sejumlah acara, termasuk mengunjungi korban selamat gempa dan tsunami Fukushima tahun 2011, yang merupakan aktivitas pertamanya yang ditayangkan di layar televisi.
Jika diperbolehkan untuk turun tahta, Akihito –yang kini berusia 82 tahun dan pernah menjalani operasi jantung serta dirawat karena kanker prostat– akan menjadi kaisar pertama Jepang yang mengundurkan diri setelah Kaisar Kokaku pada 1817.
Duduk di baris pertama pewaris tahta kerajaan Jepang adalah Naruhito, putra pertama Akihito, yang sekarang berusia 56 tahun.*