Hidayatullah.com–Seekor Jerapah setinggi 5 meter adalah salah satu karakter utama dalam Giraffada, sebuah film yang ditampilkan di PBB pada Kamis, 7 April 2016, menggambarkan perjuangan hidup di sebuah kota di Palestina yang dilihat melalui mata seorang bocah yang memiliki hubungan dekat dengan hewan tersebut.
Judul film yang telah memenangkan beberapa penghargaan ini adalah gabungan antara “giraffe” (jerapah) dan “intifada” atau “perlawanan” rakyat Palestina, jelas sutradara Rani Massalha kepada UN News Centre dalam sebuah wawancara menjelang pemutaran.
“Film ini dibuat selama Intifada kedua,” kata Massalha, mengacu pada periode kekerasan yang memuncak antara Israel-Palestina dari September 2000 sampai Februari 2005.
Film yang pernah ditampilkan di Abu Dhabi Film Festival dan Toronto Film Festival pada Oktober 2013 ini, berfokus pada perjuangan seorang dokter hewan Palestina, Yacine, dan anak laki-lakinya yang berusia 10 tahun, Ziad, yang mencoba untuk menjaga jerapah bernama Rita dari mati karena kesepian setelah pasangannya tewas akibat serangan udara Israel. Satu-satunya solusi yang layak untuk Rita adalah segera ditempatkan di sebuah kebun binatang di Tel Aviv, Israel, atau begitulah sepertinya.
Dibuat dalam bentuk fabel, film ini menunjukkan “bagaimana rasanya menjadi seorang anak di Tepi Barat pada hari ini yang hidup dalam perang, hidup dengan dikelilingi dinding, dengan pos-pos pemeriksaan, koloni, adalah masa kecil yang sangat berbeda dari orang-orang di Barat,” jelas sang sutradara.
Dalam salah satu adegan paling emosional di film tersebut, saat seekor jerapah berjalan, melewati jalanan Palestina, membuat aktivitas pada hari itu terhenti sejenak, seperti berbelanja dan beribadah, sedang orang-orang menatapnya terpana.
“Jerapah adalah binatang tertinggi di alam ini sehingga ia melihat manusia dari atas memandang ke bawah,” Massalha mengatakan, dengan tubuhnya yang memberikan hewan tersebut sudut pandang, melihat situasi di Timur Tengah apa adanya, tanpa dipolitisasi.
Sutradara Massalha juga menjadikan jerapah sebagai metafora untuk menggambarkan bagaimana semestinya hubungan antara Israel dan Palestina, dengan dua jerapah yang datang bersama-sama dari kedua sisi penghalang Tepi Barat, yang dikenal dengan sebutan “the wall” (dinding).
Dalam wawancara klip tersebut, Massalha membahas bagaimana ia mendapat ide menjadikan hewan paling tinggi di darat menjadi bintang dalam film tersebut, dan hubungannya dengan harapan adanya perdamaian di Timur Tengah.
Pemutaran film ini diselenggarakan di bawah naungan Kelompok Kerja PBB tentang Komite Pengadaan hak-hak asasi Rakyat Palestina (UN Working Group of the Committee on the Exercise of the Inalianable Rights of the Palestinian People).
Natasha Meli-Daudey, Deputi Tetap Perwakilan Malta untuk PBB dan ketua dari Kelompok Kerja tersebut mengatakan film itu dipilih karena penggambarannya terhadap “realitas konflik dan dampak penjajahan Israel pada kehidupan sehari-hari pada orang dewasa dan anak-anak Palestina.”
Yuk bantu dakwah media BCA 1280720000 a.n. Yayasan Baitul Maal Hidayatullah (BMH). Kunjungi https://dakwah.media/
“Kami pikir film ini sangat cocok untuk menginformasikan PBB dan penonton di New York lebih luasnya mengenai topik tersebut,” lanjutnya, menambahkan bahwa lebih dari 500 orang, termasuk anak-anak, menghadiri pemutaran film tersebut.
Karakter-karakter manusia dalam film tersebut memberikan potret yang berbeda-beda dari kepribadian orang-orang Israel dan Palestina, seringkali dengan beberapa klise yang berubah-ubah. Termasuk di dalamnya ada karakter seorang dokter hewan kebangsaan Israel, yang sebenarnya dimainkan oleh aktor orang Arab keturunan Maroko, yang menuntun kesuksesan plot film tersebut.
Sebaliknya, ada adegan konfrontasi antara karakter utama dan pemukim Israel bersenjata.
Meski ia menjadi film yang menjadikan hewan sebagai bintang utama, yang ditunjukkan melalui mata seorang anak, ada beberapa adegan yang menyentuh pada kebrutalan yang terjadi ketika hidup di dalam zona perang.*/Karina Chaffinch