Hidayatullah.com—Pemerintah Libya pimpinan Perdana Menteri Abdullah Al-Thinni, yang mendapat pengakuan internasional, hari Selasa (1/9/2015) memberlakukan larangan masuk ke wilayahnya bagi warganegara Yaman, Iran dan Pakistan.
Kebijakan itu memperluas larangan visa yang telah diberlakukan sebelumnya atas warga Sudan, Bangladesh, Palestina dan Suriah.
PM Thinni hanya menjalankan pemerintahan di bagian timur wilayah Libya, setelah kelompok rivalnya menguasai ibukota Tripoli sejak satu tahun lalu dan membentuk sendiri parlemennya, tetapi pemerintahan itu tidak diakui oleh dunia internasional.
Oleh karena itu, pemerintah Al-Thinni dan sekutunya pensiunan jenderal Khalifa Haftar –pemimpin pasukan keamanan gabungan– hanya dapat mengimplementasikan larangan itu di bandara Tobruk dan Labraq di timur Libya, serta perlintasan darat yang bertetangga dengan Mesir.
Haftar ikut menandatangani kebijakan tersebut, yang didalamnya dikatakan bahwa situasi keamanan saat ini dan perlunya menjaga “keamanan dan stabilitas negara” melatarbelakangi lahirnya larangan itu.
Keputusan itu, yang salinnnya diterima Reuters dan dikonfirmasi oleh seorang pejabat militer senior, juga menyebut warga Sudan dan Bangladesh dilarang masuk wilayah Libya.
Haftar sebelumnya berulang kali menuding orang-orang Sudan dan Palestina bergabung dengan kelompok Anshar Al-Syariah dan kelompok Islam lain yang diperanginya di Benghazi. Dia juga menuding orang-orang Yaman bergabung dengan kelompok-kelompok tersebut.
Yuk bantu dakwah media BCA 1280720000 a.n. Yayasan Baitul Maal Hidayatullah (BMH). Kunjungi https://dakwah.media/
Pada September 2014, Thinni mengatakan Sudan berusaha mengirim senjata dan amunisi lewat udara kepada penguasa baru di Tripoli. Pemerintah Khartoum membantah tudingan itu dengan mengatakan bahwa persenjataan itu diperuntukkan bagi pasukan gabungan di perbatasan yang diatur berdasarkan perjanjian bilateral.*