Hidayatullah.com— Puluhan ribu warga Rohingya telah melarikan diri dari Rakhine dalam beberapa tahun terakhir, menuju Malaysia dan Indonesia. Namun para Buddha garis keras didukung oleh para biksu melakukan protes di negara bagian Rakhine, Myanmar pada Ahad menentang bantuan yang diberikan kepada para migran ini.
Sebuah tindakan keras terhadap perdagangan manusia di Thailand bulan lalu memicu krisis kemanusiaan ketika para penyelundup meninggalkan manusia perahu di darat dan di laut.
Sekitar 4.500 warga Rohingya dan Bangladesh terdampar di wilayah tersebut sementara PBB memperkirakan sekitar 2.000 orang masih terjebak di laut.
Setelah tekanan internasional angkatan laut Myanmar menyelamatkan lebih dari 900 migran yang dibawa ke negara bagian Rakhine.
Para penyelamat telah membuat marah kelompok ektrimis Buddha di Rakhine yang menganggap Muslim Rohingya – salah satu minoritas yang paling teraniaya di dunia dan telah tinggal di Myanmar selama beberapa generasi – sebagai imigran ilegal dan ingin mereka diusir dari Myanmar.
Sekitar lebih dari 1.000 orangyang dipimpin puluhan biksu turun ke jalan-jalan di ibukota negara bagian itu sementara demonstrasi yang sama digelar di sembilan kota lain di negara bagian itu, demikian penyelenggara.
“Kami melakukan aksi damai menunjukkan kekecewaan dan keprihatinan kami, dan menyampaikan pesan yang tegas kepada pemerintah Myanmar, PBB dan LSM internasional bahwa para migran ini harus dipulangkan segera dan kami tidak menerima mereka di tanah Rakhine,” kata Soe Naing dari Jaringan Sosial Rakhine dan salah satu penyelenggara aksi itu, kepada ucanews.com, Senin.
Warga Rakhine dipandang sebagai penjahat oleh media dan LSM internasional, tapi sebenarnya hanya melindungi tanah mereka untuk mencegah masyarakat Rakhine dari kepunahan, katanya.
Zaw Win, seorang pemimpin protes di Buthidaung, mengatakan sekitar 1.000 orang menggelar protes di sana.
“Komunitas Rakhine takut konflik mungkin meletus jika migran ini tinggal lebih lama di Rakhine. Itu sebabnya kami melakukan aksi protes,” katanya kepada ucanews.com.
Dari 900 migran diselamatkan oleh Angkatan Laut Myanmar, sekitar 150 telah dipulangkan ke Bangladesh.
Sisanya bertahan di kamp-kamp sepanjang perbatasan, sementara Bangladesh dan Myanmar tidak memberikan Kartu Tanda Penduduk mereka.
Saw Naing, wakil direktur imigrasi distrik itu, mengatakan 37 orang telah diverifikasi sebagai warga Bangladesh.
“Kami akan mengembalikan warga Bangladesh tersebut pada 17 Juni,” katanya kepada ucanews.com.
“Bangladesh telah sepakat untuk bekerja sama sepenuhnya untuk mempercepat upaya identifikasi, jadi saya berharap proses verifikasi akan selesai minggu depan,” kata Saw Naing yang menghadiri pertemuan antara Myanmar dan pejabat imigrasi Bangladesh pada Ahad.
Yuk bantu dakwah media BCA 1280720000 a.n. Yayasan Baitul Maal Hidayatullah (BMH). Kunjungi https://dakwah.media/
PBB mengatakan bahwa lebih dari 416.000 orang tetap membutuhkan bantuan kemanusiaan, termasuk hampir 140.000 pengungsi yang tinggal dalam kondisi mengerikan di kamp-kamp dan banyak lainnya tanpa kewarganegaraan di desa-desa terpencil setelah tiga tahun kekerasan komunal di Rakhine.
“Akses ke layanan kesehatan dan mata pencaharian yang memadai tetap menjadi perhatian utama dari para pengungsi dan masyarakat yang rentan di seluruh negara bagian Rakhine, sementara pembatasan kebebasan, hak-hak dasar mereka untuk makanan, kesehatan, pendidikan, mata pencaharian dan lainnya diabaikan,” demikian biro PBB pada 12 Juni.*