Hidayatullah.com—Lima puluh delapan orang ditahan di Filipina karena melakukan pemerasan dengan materi seksual di internet, lapor kepolisian dan Interpol setempat.
Dilansir Aljazeera, penyidik hari Jumat (2/5/2014) mengatakan bahwa jaringan itu memperdaya para pengguna Facebook dan media sosial lainnya agar bersedia melakukan “cybersex” yang kemudian direkam oleh pelaku. Korban lalu diperas dengan memanfaatkan rekaman cybersex tersebut.
Sanjay Virmani dari pusat kriminalitas digital Interpol mengatakan, aksi pemerasan semacam itu dilakukan dalam skala besar dan global.
“Jaringan yang menjalankannya di kepalanya hanya ada satu tujuan, yaitu menghasilkan uang tanpa peduli dengan penderitaan mental yang dialami korban-korbannya. Internet merupakan cerminan dari keadaan masyarakat, baik maupun buruk. Operasi ini menunjukkan bahwa tidak ada tempat sembunyi … tidak peduli di mana pun para kriminal itu melakukan kejahatannya.”
Salah seorang pejabat kepolisian, Alan Purisima, mengatakan 58 orang Filipina yang ditangkap itu akan dijerat dengan tuduhan antara lain pornografi anak, pemerasan dan penipuan.
Purisima menjelaskan cara pelaku menjalankan aksinya. Pelaku biasanya memakai trik dengan melibatkan “seorang wanita” berpenampilan menarik yang melakukan kontak dengan orang-orang di luar negeri lewat Facebook dan media sosial lainnya.
“Setelah berkenalan dengan para korban … mereka kemudian melakukan cybersex, yang akan direkam tanpa sepengetahuan korban,” kata Purisima seraya menambahkan bahwa pelaku menggunakan webcam untuk merekam aktivitas dan percakapan seksual yang dilakukan.
Setelah itu, pelaku mengancam akan menyebarkannya gambarnya ke teman-teman dan keluarga korban. Ratusan hingga ribuan dolar terpaksa dibayar oleh para korban ke pelaku lewat jasa pengirima uang. Korban tidak hanya dari kalangan pria dewasa, tetapi juga pria muda. Anak-anak di bawah umur juga menjadi target pelaku.
Pihak berwenang Filipina menegaskan, negaranya bukan lokasi penghubung kejahatan penipuan global. Hanya saja, penyelidikan atas kasus pemerasan online itu difokuskan pada Filipina.
“Kejahatan semacam ini tidak hanya dialami oleh negara tertentu atau korban tertentu. Itulah mengapa kerjasama internasional dalam penyelidikan kasus kejahatan semacam ini sangat penting,” kata Virmani.
Yuk bantu dakwah media BCA 1280720000 a.n. Yayasan Baitul Maal Hidayatullah (BMH). Kunjungi https://dakwah.media/
Purisima mengatakan, pihak berwenang dari Amerika Serikat, Hong Kong, Interpol, Skotlandia, Singapura dan Australia tahun lalu membentuk “Operation Strikeback” yang berujung pada penangkapan 58 orang tersebut.
Detektif Inspektur Kepala Garry Cunningham dari tim investigasi kejahatan besar di Kepolisian Skotlandia mengatakan, seorang remaja Skotlandia bunuh diri setelah diperas. Usianya baru 17 tahun saat meninggal.
Sedangkan di Hong Kong, lebih dari 530 orang berusia 20-30 tahun menjadi korban pemerasan semacam itu sejak awal tahun 2013, kata Louis Kwan inspektur kepala dari biro kejahatan komersial setempat.
Menurut Kwan, korban diperas agar membayar US$15.000 jika tidak mau rekamannya dibocorkan. Dan korban terus diperas sampai tidak lagi sanggup membayar.*