Hidayatullah.com—Berpakaian seragam warna hijau dengan aplikasi warna perak dan topeng serasi seperti kostum pahlawan super Power Ranger, Tadahiro Kanemasu berdiri menanti di dekat tangga stasiun kereta bawah di Tokyo untuk menyumbangkan tenaganya membantu orang-orang tua mengangkut bawaan berat dan ibu-ibu yang membawa dorongan bayi.
“Orang Jepang sulit menerima bantuan sebab mereka akan merasa berhutang budi kepada orang lain, jadi topeng ini benar-benar membantu saya,” kata Kanemasu dikutip Reuters (22/8/2013).
Pemuda berperawakan langsing itu sudah tiga bulan ini menjadi sukarelawan membantu orang di sisi barat stasiun kereta bawah tanah Tokyo. Seperti kebanyakan di kota lain, stasiun bawah tanah Tokyo tidak memiliki tangga berjalan ataupun lift. Orang harus naik dan turun melewati banyak anak tangga berpenerang lampu temaram.
Inspirasi untuk membantu orang seperti itu didapat Kanemasu dari anak-anak kecil yang dia temui di toko bahan makanan organik tempatnya bekerja, yang juga memiliki seragam warna hijau. Kanemasu lantas membeli seragam Power Rangers warna hijau dan dua seragam lain berwarna merah muda dan merah. Masing-masing kostum pahlawan pembasmi monster dalam film itu dibelinya di toko diskon dengan harga 4.000 yen atau sekitar 441.000 rupiah.
Kanemasu, 27, hanya bisa menyisihkan waktunya beberapa jam setiap harinya untuk membantu orang di stasiun. Oleh karena itu dia berharap orang lain mengikuti jejaknya, sehingga penumpang yang membutuhkan bantuan bisa menemukan mereka setiap saat. Kanemasu sudah membuka peluang sukarelawan untuk seragam Power Rangers berwarna merah muda dan merah.
Rekan Kanemasu di toko tempatnya bekerja, Hayato Ito, tidak terkejut dengan kebaikan temannya tersebut, yang kemudian muncul dengan sosok berseragam “superhero”.
Yuk bantu dakwah media BCA 1280720000 a.n. Yayasan Baitul Maal Hidayatullah (BMH). Kunjungi https://dakwah.media/
“Sudah ada tanda-tanda sejak dulu, dan akhirnya dia muncul sebagai seorang pahlawan,” kata Ito.
Meskipun berniat baik, Kanemasu mengaku di awal aksinya dia menemui kesulitan.
“Pertama kali saya memulai, orang-orang biasanya berkata ‘pergi sana, dasar orang aneh’,” katanya mengenang.
“Sekarang mereka masih menganggap saya aneh, tetapi dalam arti yang baik,” pungkas Kanemasu.*