Hidayatullah.com–Kualitas pendidikan di Iraq telah menurun akibat perang selama 30 tahun dan sanksi-sanksi PBB. Iraq, yang pernah dikenal di kawasan dengan sistem pendidikannya yang maju dan tingkat 100 persen melek aksara pada akhir 1970-an, kini telah jauh tertinggal dari kebanyakan negara Timur Tengah. Setelah 2003, sistem pendidikan di Iraq semakin parah akibat instabilitas, ketidakamanan dan benturan sektarian. Banyak profesor dibunuh ataupun meninggalkan Iraq untuk melarikan diri.
Baru-baru ini, program Beasiswa Prakarsa Pendidikan Iraq (IEI) dinilai memberi rakyat Iraq harapan. Program ini merupakan prakarsa nasional yang bertujuan mengirimkan ribuan mahasiswa Iraq untuk belajar di luar negeri di universitas-universitas terpandang di Amerika Serikat dan Inggris, demikian Ahmed Kadhum Fahad dalam sebuah artikelnya berjudul “Higher education: a beacon of hope for Iraqis”, di Kantor Berita Common Ground (CGNews), 11 Maret 2011.
Menurut Fahad, IEI tahun 2010 memulai pilot proyek yang telah mengirimkan sekitar 500 mahasiswa Iraq untuk belajar di luar negeri. Tahun ini, 1.000 mahasiswa sudah siap mendaftar di berbagai universitas AS dan Inggris. Mereka didorong untuk menekuni bidang-bidang yang berguna bagi Iraq – seperti teknik, pembangunan ekonomi, pendidikan, hukum dan perencanaan kota.
Para mahasiswa dari seantero Iraq juga didorong untuk mendaftar program ini dan pendaftar dari masing-masing provinsi diseleksi berdasarkan prestasi akademik mereka.
“Program ini diharapkan bisa membekali mahasiswa dengan pengetahuan yang mereka perlukan untuk kembali ke Iraq dan merevitalisasi sistem pendidikannya. Program ini akan juga memungkinkan para mahasiswa – yang berkomitmen untuk nantinya kembali dan siap bekerja di Iraq selepas studi mereka di luar negeri – bisa bekerja di lembaga-lembaga publik Iraq, khususnya lembaga-lembaga penyedia layanan yang telah rusak akibat perang,” tulis Fahad.
Menurut Fahad yang juga pengajar di Jurusan Media, Fakultas Seni Universitas Thi Qar, Nasiriyah, Iraq, peluncuran prakarsa ini akan membuat akademisi Iraq bisa menjalin kontak langsung dengan para akademisi di Barat, khususnya di Amerika Serikat dan Inggris, untuk membantu memperkuat kesalingmengertian budaya.
“Kami telah terisolasi sangat lama. Kami ingin tahu peluang-peluang di dunia luar,” kata Ziyad Al-Timimi, seorang mahasiswa yang akan menempuh studi doktoral di Amerika Serikat sebagai bagian dari program ini.
Yuk bantu dakwah media BCA 1280720000 a.n. Yayasan Baitul Maal Hidayatullah (BMH). Kunjungi https://dakwah.media/
Program ini disebut-sebut atas prakarsa Perdana Menteri Nouri al-Maliki.
Dr. Zuhair Humadi, Direktur Komite Tinggi Pembangunan Pendidikan (HCED), yang menjadi biro di bawah perdana menteri dan yang mendanai IEI, meyakini bahwa “pendidikan adalah kunci bagi pembangunan dan kemajuan setiap masyarakat.”
Menurut Fahad, banyak universitas AS dan Inggris menyambut prakarsa ini, dan membantu penempatan mahasiswa-mahasiswa Iraq. Demi menunjukkan bahwa Amerika Serikat berkomitmen membantu Iraq di segala bidang, dan tidak hanya keamanan, Kedubes AS di Baghdad telah memberi dukungan penuh pada program ini.
Kedubes AS bahkan membantu mengeluarkan visa belajar bagi mahasiswa Iraq. Langkah strategis kiranya jika negara-negara Muslim memberikan beasiswa serupa. *