Hidayatullah.com–Israel punya waktu 8 hari untuk menyerang fasilitar nuklir Iran, jika tidak ingin radiasinya menyebar. Demikian kata John Bolton, mantan Dubes AS untuk PBB.
Sebagaimana dilansir AFP (17/8/2010), hari Senin lalu Bolton berbicara kepada Fox Business Network dan mengatakan, “Jadi jika Israel ingin menyerang Bushehr, maka ia harus bergerak dalam delapan hari ini.”
Jika Israel tidak menyerang, kata Bolton, maka Iran akan memiliki sesuatu yang tidak dimiliki musuh-musuh Israel dan AS di Timur Tengah lainnya, yaitu sebuah reaktor nuklir aktif. Dan jika diserang ketika reaktor itu sudah aktif, maka ada resiko penyebaran radiasi.
Sebagaimana diketahui Iran akan mempublikasikan secara online reaktor nuklir pertamanya, yang dibangun dengan bantuan Rusia, pada 21 Agustus mendatang. Pada saat itu, bahan nuklir akan mulai dimasukkan ke dalam pusat reaktor.
Namun ketika ditanya apakah Bolton benar-benar yakin Israel akan melancarkan serangan dalam delapan hari ke depan ini, ia skeptis.
“Sepertinya tidak. Saya khawatir mereka akan kehilangan kesempatan ini,” jawabnya.
Menanggapi isu serangan tersebut, hari Selasa jurubicara Kementerian Luar Negeri Iran Ramin Mehmanparast mengatakan bahwa “ancaman-ancaman serangan semacam ini berulang kali diutarakan dan sudah kehilangan makna.”
“Menurut hukum internasional, instalasi yang benar-benar terdapat bahan bakar di dalamnya tidak boleh diserang, karena berakibat pada masalah kemanusiaan,” tambahnya.
Para pejabat Iran menegaskan, mereka mengambil langkah defensif guna mempertahankan reaktornya dari serangan yang mungkin terjadi.
Rusia mulai ikut mengembangkan reaktor Bushehr sejak pertengahan tahun 1990an. Namun proyeknya terus mengalami penundaan, karena itu adalah isu yang sensitif di tengah-tengah sikap Iran yang bergeming atas program nuklirnya meskipun diprotes AS dan Israel.
Yuk bantu dakwah media BCA 1280720000 a.n. Yayasan Baitul Maal Hidayatullah (BMH). Kunjungi https://dakwah.media/
Proyek Bushehr sendiri pertama kali dicanangkan oleh Shah yang memimpin Iran pada tahun 1970an, dengan menggandeng kontraktor dari perusahaan Jerman, Siemens. Namun terpaksa dikandangkan ketika Shah digulingkan lewat Revolusi Iran tahun 1979. Setelah kematian pemimpin revolusi Ayatullah Rahullah Khomeini pada tahun 1989, proyek dihidupkan lagi oleh karena penggantinya; Ali Khamenei dan Akbar Hashemi Rafsanjani, mendukung proyek tersebut. Dan di tahun 1995 Iran berhasil meyakinkan Rusia untuk membantunya mengembangkan reaktor nuklir itu. [di/afp/hidayatullah.com]