Hidayatullah.com–Di mata orang Arab, pamor Presiden AS Barrack Obama turun drastis, sementara citra Presiden Turki Recep Tayyip Erdogan melambung tinggi. Demikian antara lain kesimpulan dari hasil survei tahunan yang digelar oleh Brooking Institution.
Hari Kamis pekan lalu, sebagaimana dilansir Al-Jazaeera (8/8/2010), Brooking mempublikasikan hasil survei terbarunya. Bekerjasama dengan Zogby Internasional, mereka menjajak pendapat sekitar 4.000 orang Arab di enam negara teluk; Mesir, Arab Saudi, Maroko, Libanon, Yordania, dan Uni Emirat Arab. Survei dilakukan antara tanggal 29 Juni hingga 20 Juli 2010.
Tahun lalu mereka yang disurvei, 23% di antaranya memandang negatif Obama. Tahun ini, semakin banyak orang yang memiliki pandangan sama. Angkanya meningkat tajam menjadi 62%.
Jika tahun lalu Obama dipandang positif oleh 45% responden, maka tahun ini responden yang menilainya positif hanya tinggal 20% saja.
Meskipun turunnya simpati atas Obama sudah banyak diprediksi oleh banyak analis masalah Timur Tengah dan juga dibuktikan oleh hasil survei oleh Pew, namun beritanya tetap menjadi sorotan, karena Obama sejak kampanye pemilu Presiden dan hingga kini kerap menyuarakan perbaikan hubungan dengan dunia Islam.
Tidak hanya terhadap Obama, kebijakan luar negeri AS juga dipandang negatif oleh sebagian besar warga Arab.
Tahun ini sebanyak 63% responden menyatakan ‘berkecil hati’ dengan kebijakan luar negeri AS. Angka ini meningkat tajam dari 15% saja di tahun sebelumnya.
Responden yang menyatakan ‘berharap’ atas kebijakan luar negeri AS turun drastis pula dari 51% pada 2009 menjadi 16% saja di tahun ini.
Harapan yang besar di tahun lalu bisa jadi disebabkan oleh pidato Obama pada bulan Juni 2009 di sebuah Universitas di Mesir, yang menyatakan akan memperbaiki hubungan dengan Islam dan menghilangkan antipati atas AS akibat kebijakan ‘Perang Melawan Teror’ yang dilancarkan oleh George Bush.
Dalam pidatonya, kampanye antiteror oleh AS Pascaserangan 9/11, Perang Iraq dan Afghanistan dipandang Obama sebagai penyebab ketegangan antara AS dan dunia Islam.
Tapi berdasarkan survei yang dilakukan Brookings tersebut, sebanyak 61% menyatakan bahwa mereka kecewa karena cara Obama menangani konflik Palestina-Israel.
Kehadiran pasukan AS di Iraq adalah faktor kecewa nomor dua (27%) dan keberadaan AS di Afghanistan menempati posisi keempat dengan hanya 4% saja.
Mengenai konflik Palestina-Israel, 54% menyatakan tidak yakin akan tercipta perdamaian yang lama di antara keduanya. Pendapat ini tidak berubah sejak tahun 2008.
Sebanyak 86% warga Arab menyatakan siap untuk mewujudkan perdamaian dengan Israel, hanya jika bangsa Yahudi itu mau mengembalikan semua wilayah yang dicaploknya sejak Perang Enam Hari di tahun 1967, termasuk wilayah Yerusalem Timur.
Tahun sebelumnya, yang menyatakan siap berdamai sebanyak 73%.
Hanya 12% responden yang mengatakan akan terus melawan Israel, meskipun mereka telah mengembalikan wilayah yang dijajahnya. Angka itu turun dari 25% pada tahun 2009.
Erdogan dan Muslim Bersinar
Warga Arab yang menyatakan kekagumannya atas Erdogan dibandingkan pemimpin Arab lainnya mencapai angka 20%.
Profesor dari Universitas Maryland yang juga bekerja untuk Brookings, Shibley Telhami, mengatakan bahwa meskipun pada tahun 2008 nama Erdogan tidak disebut dan pada 2009 hampir tidak dilirik, tapi pemimpin Turki itu menjadi populer atas perannya dalam mendukung armada kemanusiaan ke Gaza akhir Mei lalu.
Kritik tajam Erdogan atas perilaku Israel terhadap Gaza Freedom Flotilla juga dinilai menaikkan citra dirinya.
Sementara itu, pendapat warga Arab atas Iran tetap terbagi. Meskipun jumlah warga Arab yang yakin program nuklir Iran hanyalah untuk tujuan damai menurun, namun sebagian besar mereka masih yakin bahwa Iran memiliki hak untuk mengembangkan program nuklir, sekalipun untuk membuat senjata.
Warga Mesir dan Maroko yang menyatakan bahwa Iran mencoba membuat senjata nuklir juga cenderung mengatakan bahwa Iran berhak untuk mengembangkan senjata nuklir.
Warga Saudi berbeda sama rata atas masalah ini.
Sementara warga Libanon, Yordania dan UEA kebanyakan berpendapat bahwa Iran harus ditekan untuk menghentikan usahanya membuat senjata nuklir.
Untuk pertama kalinya dalam dua tahun terakhir, semakin banyak lagi orang Arab yang lebih menonjolkan muslim sebagai identitas utamanya daripada sebagai warga sebuah negara.
Identitas sebagai muslim lebih kuat daripada sebagai warga negara, tampak paling menonjol di Maroko, yaitu mencapai 61%. Sementara di Arab Saudi, identitas sebagai muslim menonjol bagi 47% warganya.
Dibandingkan dengan UEA, warga di Mesir lebih cenderung menonjolkan identitas Islam. Padahal UEA selama ini dinilai orang (Barat) sebagai rumah dari para cendikiawan muslim yang dinilai ‘konservatif’.
Yuk bantu dakwah media BCA 1280720000 a.n. Yayasan Baitul Maal Hidayatullah (BMH). Kunjungi https://dakwah.media/
Identitas sebagai muslim paling rendah ada di Libanon (8%) dan Yordania (16%).
Tak Ada Simpati untuk Israel
Meskipun perdamaian Palestina-Israel sedang digembar-gemborkan, sebagian besar warga Arab tetap tidak bersimpati pada Israel dan warganya.
59% menyatakan ‘marah’ jika melihat ada film atau program yang menampilkan kisah holocaust, karena hal itu hanya akan menimbulkan perasaan simpati kepada bangsa Yahudi dan Israel, bangsa yang menyengsarakan rakyat Palestina dan Arab.
Hanya 3% saja yang menyatakan simpati kepada orang Yahudi pada masa Nazi, ketika mereka menyaksikan film atau program yang menampilkan cerita holocaust.
Penolakan paling kuat atas cerita-cerita tentang holocaust datang dari warga UEA, yaitu sebesar 99%.
Sementara warga Maroko 85%-nya tidak suka kisah holocaust di berbagai media. 15% menyatakan perasaannya campuraduk antara marah dan simpati. Dan tidak ada satu pun yang menyatakan simpati terhadap korban yang dikisahkan dalam cerita tentang holocaust.
Ketika diminta menyebutkan dua perasaan untuk menggambarkan reaksi mereka atas jatuhnya korban sipil di pihak Israel selama ini, kebanyakan mereka menyebut apa yang diterima Israel itu adalah akibat dari perbuatan mereka sendiri dan kematian di kalangan sipil Israel adalah balasan atas penderitaan rakyat Palestina. [di/ajr/hidayatullah.com]