Hidayatullah.com–Dalam seminar pengamanan APEC , Wakil Direktur Badan Intelijen Nasional Thailand (NIA) Sirichai Choritana, Jumat lalu, mengimbau masyarakat Bangkok membantu langkah-langkah pengamanan APEC karena lembaganya tidak mungkin mengawasi sendirian kota ini.
Seorang asistennya, Nanthiwat Samart, dalam seminar itu jelas-jelas mengungkapkan muslim sebagai ciri-ciri orang yang patut dicurigai teroris.
Mereka bertingkah seperti turis yang senang memotret, tapi mereka hanya ingin memotret bangunan-bangunan dan jalan saja, katanya di hadapan sekitar 50 pengurus organisasi radio antar-penduduk dari seluruh Thailand yang menjadi peserta seminar.
“Ciri-ciri lainnya, katanya, mereka menggunakan telepon kartu dan bukan telepon apartemen tempat tinggalnya dan tidak banyak menerima tamu, yang kebanyakan berwajah Timur Tengah. Mereka lebih suka tinggal di apartemen-apartemen atau losmen yang berdekatan dengan masjid, karena mereka muslim-muslim yang taat,” kata pejabat NIA tersebut.
Sedangkan Kepala Kepolisian Nasional Thailand, Jenderal Sant Sarutanond, dalam rapat umum dengan sedikitnya 3.000 pengojek dan supir taksi di lapangan Royal Plaza, pusat kota Bangkok, Minggu lalu, menyerukan hal serupa dan meminta membantu polisi mengawasi siapa penumpang- penumpang mereka.
“Saya menganggap ojek dan taksi sebagai bagian dari kendaraan patroli kami,” kata Jenderal Sarutanond, yang disambut dengan tepuk tangan dan teriakan-teriakan setuju para pengojek dan sopir taksi tersebut.
Penyelenggaraan pertemuan APEC di Bangkok dipusatkan di Pusat Konvensi Ratu Sirikit di kawasan Klongtoey, tempat pertemuan-pertemuan tingkat pejabat tinggi dan tingkat menteri dilaksanakan, selain pula sebagai lokasi media center bagi sedikitnya 3.500 wartawan lokal dan internasional.
Lokasi pertemuan para pemimpin ekonomi akan berlangsung di Government House, jamuan makan malam dan kesenian bertempat di kompleks Auditorium Angkatan Laut Kerajaan Thailand, dan pertemuan para pemimpin ekonomi II sekaligus deklarasi akan berlangsung di Ananta Samakhom Throne Hall.
Diawasi
Kaum muslim Thailand cukup gerah menjelang penyelenggaraan pertemuan Kerja Sama Ekonomi Asia-Pasifik (APEC) tahun ini, karena dijadikan sasaran pengamatan intelijen bagi pengamanan para pemimpin 21 kepala negara/pemerintahan anggota forum tersebut, termasuk Presiden AS George W. Bush.
Meski pengamanan dikatakan penting, namun pada pengamatan Antara, Selasa (14/10) di sejumlah lokasi tempat pertemuan dan di Bangkok secara umum, belum ada penempatan personil militer secara berlebihan. Para pejabat Thailand lebih memperhatikan keindahan dan kebersihan fisik kota berpenduduk sekitar tujuh juta jiwa ini.
Langkah-langkah pengamanan menyolok juga tidak tampak di sekitar kawasan hotel tempat para menteri dan kepala negara/pemerintahan APEC akan ditempatkan, seperti di Hotel Oriental Bangkok di Jalan Charoen Krung, Bangrah, tempat Presiden Megawati Soekranoputri dan delegasi Indonesia akan menginap.
Pihak Angkatan Udara Thailand, sebagaimana yang telah diumumkan sebelumnya, akan mengirimkan dua pesawat tempur F-16 nya untuk menyongsong dan mengamankan sejumlah pesawat yang membawa para kepala negara dengan terbang di kanan kirinya menjelang mendarat di Bandara Don Muang.
Para pejabat Thailand, termasuk Wakil PM Chavalit Yongchaiyudh, pekan lalu mengungkapkan kekhawatiran mereka sehubungan dengan dugaan penyelundupan enam rudal udara-ke-udara (SAM) dari Kamboja, jenis serupa seperti yang digunakan menyerang dua pesawat Israel di Mombasa, Kenya, tahun lalu.
Kekhawatiran menyangkut serangan dengan rudal ini, menurut sejumlah sumber keamanan Thailand, juga didasarkan kenyataan bahwa Bandara Don Muang di Bangkok terletak di kawasan yang sudah padat penduduk dan banyak bangunan berlantai tinggi, sehingga pelacakan cukup sulit dilakukan.
Yuk bantu dakwah media BCA 1280720000 a.n. Yayasan Baitul Maal Hidayatullah (BMH). Kunjungi https://dakwah.media/
Meski demikian, dari pengamatan, kehidupan kaum Muslim di sejumlah pusat komunitas Muslim di Bangkok terlihat normal. Masjid-masjid tetap menjalankan kegiatan rutin, dan begitu juga dengan beberapa rumah makan muslim yang tetap ramai beraktivitas untuk melayani para pelanggan yang datang.
Juga, kasus penangkapan tokoh teror asal Indonesia, Hambali, di Ayuthya dua bulan lalu, tampak bukan hal yang sangat luar biasa bagi penduduk Bangkok, seperti diujarkan beberapa warga setempat karena mereka lebih memikirkan soal perekonomian mereka.
Menurut NIA, sasaran-sasaran teror pun dikatakan telah beralih dari sasaran-sasaran keras, yang dijaga ketat, seperti kedubes-kedubes dan bangunan-bangunan pemerintah ke sasaran-sasaran empuk seperti tempat-tempat wisata bahkan rumah sakit.
Belakangan, semangat anti-Islam nampaknya tidak berkembang dari negara-negara Barat saja. Melalui alasan memburu terorisme, negara-negara Asia kini tunduk pada pada hegemoni AS. (Ant/gtr/cha)