Hidayatullah.com–Seorang ulama imigran asal Mesir, Sheik Taj Aldin Alhilali, 62 tahun, menulis kepada Perdana Menteri Australia, John Howard, berupa pengaduan atas insiden yang dikatakannya sebagai pelecehan terhadap dirinya dengan perlakuan yang bersifat diskriminatif.
Juru bicara Alhilali, Kayser Trad mengatakan, ulama tesebut baru kembali setelah menghadiri konferensi di Selandia baru yang dihadiri oleh para pemuka agama di kawasan tersebut.
Ia telah melewati pemeriksaan oleh petugas imigrasi dan pada saat menunggu kopernya bersama seorang teman ia dibawa oleh seorang petugas yang kemudian menggeledah tasnya secara seksama.
“Mereka melakukan penggeledahan terutama terhadap makalah-makalah yang merupakan materi diskusi konferensi dan ulama Alhilali ditanyai berbagai pertanyaan yang sebenarnya tidak memiliki kaitan dengan tugas pemeriksaan keimigrasian.”
Trad mengatakan :”Hal yang paling aneh adalah Alhilali ditanyai pertanyaan-pertanyaan sekitar konferensi yang telah berlangsung itu antara lain tentang konferensi itu sendiri, siapa-siapa yang menjadi peserta dan apakah akan ada lanjutannya dan siapa yang akan diundang, singkat kata pertanyaan yang tak ada kaitan dengan tugas pemeriksaan keimigrasian.”
“Apabila ada unsur keamanan menjadi fokus maka seharusnya petugas dari badan intelijen (ASIO) yang melakukannya,” kata Trad lagi.
Trad mengatakan ada perasaan dijadikan korban pelecehan seusai penggeledahan.
“Alhilali tidak berkeberatan diperiksa namun cara dan sikap petugas yang melakukannya dan pertanyaan-pertanyaan yang diajukan telah membuat dirinya merasa menjadi korban pelecehan.”
Trad mengatakan Alhilali tidak mengajukan protes kepada pihak keimigrasian namun ia menulis surat yang ditujukan kepada Perdana Menteri John Howard meminta klarifikasi antara lain apakah petugas tersebut melakukannya sesuai prosedur yang ada.
Namun kepala Dinas Keimigrasian Australia, Chris Ellison mengatakan tindakan pemeriksaan yang dilakukan petugas imigrasi pada saat kedatangan ulama tersebut dilakukan sesuai dengan aturan baku yang ada dan dengan cara yang profesional pula serta tanpa prasangka.
“Kami tidak memberikan perlakuan diskriminatif atas dasar ras, agama ataupun suku, kami melakukannya atas dasar tugas dan kami semua pekerja profesional, ” kata Ellison kepada pers di Sydney.
Ellison mengatakan, Dinas keimigrasian memiliki proses penyampaian keberatan atau protes dan apabila Alhilali ingin mendiskusikan hal tersebut maka ia bersedia bertemu dan membicarakannya.
Yuk bantu dakwah media BCA 1280720000 a.n. Yayasan Baitul Maal Hidayatullah (BMH). Kunjungi https://dakwah.media/
Kepada beberapa harian Autralia, pengacara Alhilali, Stephen Hopper, tidak keberatan pemanggilan klien nya.
“Mufti mengharapkan adanya kebenaran akan segera datang saat di pengadilan nanti,” ujar Hopper menirukan Alhilali.
Semenjak kasus peledakan bom Bali yang banyak menewaskan warga Australia, pemerintah negara Kanguru ini, terutama petugas intelijen dari ASIO terus memata-matai umat Islam. Beberapa waktu lalu, warga Australia kelahiran Indonesia juga sempat diperlakukan sama dengan cara menggeleda rumah dan apartemen mereka dengan alasan mencari hubungan dengan terorisme. (gtr/ant/smh/cha)