Hidayatullah.com–Dalam rangka memperingati Isra Mi’raj, Koalisi Perempuan Indonesia untuk al-Quds dan Palestina (KPIQP) mengadakan webinar. Nurjanah Hulwani selaku Ketua KPIQP mengingatkan bahwa yang dilakukan penduduk Palestina saat ini bukan semata menjaga negara mereka.
“Namun mereka juga menjaga martabat umat Islam karena ada Masjid Al-Aqsha di dalamnya. Namun ironisnya, mereka harus kehilangan rumah dan martabat mereka dinistakan,” ujar Nurjannah kepada para peserta webinar yang diselenggarakan KPIQ bekerja sama dengan Smart 171, Kulluna Maryam, KNRP TV, Radio Silaturahim, Khodijatee Foundation dan Akhwat Bergerak sebagaimana rilisnya diterima hidayatullah.com pada Ahad (14/03/2021).
Agar penderitaan itu segera berakhir, Nurjanah mengajak seluruh elemen bangsa, apapun agama mereka untuk bersatu menyelesaikan urusan Palestina. “Cukup menjadi manusia untuk menolong Palestina,” pesannya.
Penduduk Al-Quds telah menderita lama sejak “Israel” menjajah pada 1967. Kota yang menurut kebijakan PBB seharusnya menjadi kota yang dikelola lembaga Internasional, telah dirampas “Israel” melalui invasi militer.
Sejak saat itu, “Israel” menerapkan kebijakan yang menyengsarakan penduduk Al-Quds, sehingga mereka terpaksa angkat kaki dari rumah mereka sendiri.
Kebijakan pajak yang tinggi sehingga penduduk Al-Quds tidak bisa membayarnya. Lalu, sulitnya mendapatkan izin membangun rumah hingga penduduk sering terpaksa menambah bangunan rumah tanpa izin.
Ujungnya, pemaksaan pembongkaran rumah. Berdasarkan data dari OCHA (United Nation Office for the Coordination of Humanitarian Affairs) yang dikutipnya, sejak tahun 2009 hingga saat ini, sebanyak 2.669 warga Al-Quds terkena kebijakan pengusiran dan penghancuran rumah.
Perempuan dan anak-anak merupakan korban mayoritas dari kebijakan ini. Penderitaan mereka semakin bertambah dengan dibangunnya kebijakan tembok rasial yang membatasi gerak langkah warga Al-Quds dengan tetangga terdekatnya.
Warga Al-Quds menjadi terisolasi satu sama lain. Untuk sekadar berangkat sekolah, seorang anak harus melewati berbagai pos penjagaan.
Dunia boleh saja berdiam dengan segala yang terjadi. Namun Indonesia, melalui KPIQP menyerukan supaya penderitaan ini segera dihentikan. “Penjajahan tidak layak untuk dipertahankan, karena tidak sesuai dengan perikemanusiaan,” ujarnya.
Melalui webinar yang dilakukan pada Sabtu (13/03/2021) dengan tema “Duka Perempuan dan Anak Al Quds, Duka Kita”, katanya Koalisi Perempuan Indonesia untuk al-Quds dan Palestina menunjukkan komitmen dukungan ini.
Baca juga: Serdadu ‘Israel’ Tangkap Lima Anak Palestina saat Memetik Tanaman
Sebagai pembicara pembuka, Bunyan Saptomo selaku perwakilan MUI menegaskan mengapa pentingnya peran umat Islam dalam perjuangan untuk Al-Aqsa. “Marilah kita memanfaatkan media yang ada, untuk sama-sama menggalang persatuan dan kampanye terhadap dunia. Mari kita terus dengungkan upaya untuk mewujudkan perdamaian, melawan penjajahan dan ketidakadilan yang dilakukan oleh Israel,” ungkapnya kepada 1.000 orang peserta.
Mengenai penderitaan yang dialami oleh perempuan dan anak di Palestina, Kepala Pusat Studi Gender UII, Dr. Trias Setiawati mengungkapkan bahwa mereka tidak hanya mengalami penderitaan secara individual dan keluarga. Perempuan dan anak Al-Quds juga harus menghadapi tentara-tentara “Israel” setiap harinya.
Tentara “Israel” tidak membedakan antara perempuan, anak, atau lelaki. Semua diperlakukan seperti menghadapi laki-laki dewasa.
Yuk bantu dakwah media BCA 1280720000 a.n. Yayasan Baitul Maal Hidayatullah (BMH). Kunjungi https://dakwah.media/
Secara nyata, penderitaan perempuan dan anak di Al-Quds dapat ditangkap dari pembicara ketiga, Zena Said, guru majelis taklim Masjid Al-Aqsha. Menurutnya, “Israel” secara sengaja menyengsarakan perekonomian penduduk Al-Quds hingga tingkat kemiskinan mencapai 82 persen. Kondisi ini diperparah karena adanya upaya sistematis Zionis untuk menghancurkan moral anak Palestina dengan membagikan narkoba secara gratis.
Tingkat kekerasan tentara terhadap perempuan dan anak juga tinggi.
Zena sendiri mengalami dua kali kekerasan tentara penjajah Zionis hingga rahangnya patah. Ini semua membuat para ibu di Al-Quds dihinggapi kekhawatiran yang sangat tinggi terhadap keselamatan keluarga mereka. “Namun di atas itu semua, para perempuan Al-Quds lebih mengkhawatirkan kondisi Masjid Al-Aqsha di bawah penjajahan Zionis. Al-Aqsha adalah titipan Nabi dan kompas perjuangan hidup Muslim,” demikian Zena menutup pembicaraannya dalam webinar yang diselenggarakan sebagai bagian dari kegiatan Pekan Al-Quds Internasional yang diinisiasi oleh Asosiasi Ulama Palestina.* Nurjannah Hulwaini.