Hidayatullah.com—Penangkapan penista agama, Ir. Apollinaris Darmawan pada Sabtu (08/08/2020) silam di kediamannya Kota Kembang, Bandung, mendapat tanggapan dari Akmal Sjafril, salah seorang pegiat komunitas #IndonesiaTanpaJIL (ITJ). Menurut Akmal, penahanan Apollinaris dan penista agama lainnya memang merupakan praktik yang sudah semestinya terjadi di negara yang ber-Ketuhanan Yang Maha Esa.
“Tidak ada yang aneh dari penangkapan seorang penista agama di negara kita, sebab sejak jauh-jauh hari Pancasila telah menempatkan Ketuhanan Yang Maha Esa pada posisi paling utama daripada sila-sila lainnya,” ungkap Akmal.
Susunan sila-sila dalam Pancasila sebagaimana yang dikenal luas sekarang ini, menurut kandidat doktor Ilmu Sejarah dari Universitas Indonesia (UI) ini, memiliki signifikansi yang tak boleh diabaikan. “Penempatan sila ketuhanan di posisi pertama adalah perubahan yang sangat kontras dari usulan pertama Soekarno yang disampaikannya melalui pidatonya tanggal 1 Juni 1945 dalam sidang BPUPKI. Dalam usulan Soekarno, sila ketuhanan justru diletakkan pada bagian akhir. Penyusunan Pancasila kemudian diserahkan kepada Panitia Sembilan, dan kemudian sila ketuhanan diletakkan di posisi paling awal. Perubahan ini menunjukkan bahwa Panitia Sembilan menganggap sila ketuhanan tidak layak diletakkan di akhir seperti usulan Soekarno, dan ada alasan filosofis untuk melakukan perubahan itu,” ujarnya lagi.
Alasan filosofisnya, menurut Akmal, telah dijelaskan dengan baik oleh Buya Hamka. “Menurut Buya Hamka, sila pertama tersebut adalah akar tunggang Pancasila. Artinya, sila-sila lainnya tumbuh dari situ. Kita tidak bicara soal kemanusiaan yang adil dan beradab tanpa merujuk kepada Ketuhanan. Kemanusiaan yang kita bicarakan bukanlah HAM versi Barat yang sekuler, yang mengesampingkan agama, yang membenarkan penyimpangan seksual dan sebagainya, melainkan kemanusiaan yang berketuhanan. Ini sesuai dengan kepribadian bangsa kita yang religius,” paparnya.
Karena sila Ketuhanan Yang Maha Esa adalah akar tunggang Pancasila, maka Indonesia adalah negara yang menjunjung tinggi kehidupan beragama. Karena itu, tidak wajar jika penistaan agama dibiarkan terjadi, apalagi penistaan kepada agama mayoritas.
“Dengan mempropagandakan permusuhan kepada Islam dan menyebut dirinya sebagai warga negara Republik Indonesia, sebenarnya Apollinaris telah terjebak dalam khayalannya sendiri. Negara macam apa yang dibayangkan olehnya? Indonesia tanpa Islam? Negara semacam itu tak pernah ada di muka bumi. Jauh sebelum Republik ini diproklamasikan kemerdekaannya, mayoritas penghuni Nusantara sudah memeluk agama Islam. Kalau ditanya kelompok mana yang paling banyak berjuang dan berkorban untuk Indonesia, maka jawabannya sudah pasti umat Muslim, karena mereka mayoritas mutlak di negeri ini. Kalau Apollinaris membayangkan Indonesia tanpa Islam, maka ia membayangkan sesuatu yang tak pernah ada,” tandas penulis buku ‘Islam Liberal 101’ ini.
Yuk bantu dakwah media BCA 1280720000 a.n. Yayasan Baitul Maal Hidayatullah (BMH). Kunjungi https://dakwah.media/
Sebelum diciduk oleh yang berwajib, Apollinaris kerap menyatakan kebenciannya pada Islam. Dalam sebuah videonya yang diunggah melalui kanal media sosial Youtube, Apollinaris bahkan menyerukan penghapusan Islam dari Indonesia.*