Hidayatullah.com- Ramainya pembahasan RUU HIP (Haluan Ideologi Pancasila) yang diusulkan oleh DPR-RI menuai protes keras dari beberapa elemen masyarakat.
Pasalnya, TAP MPRS XXV/1966 tidak dimasukkan dalam RUU ini sebagai landasan hukum sehingga masyarakat khawatir akan munculnya kembali ideologi komunis di negeri ini.
Sejarah kelam ideologi Komunis di Indonesia yang berujung pada upaya G30S/PKI adalah sejarah yang tidak akan pernah bisa dihapus sampai kapanpun oleh masyarakat Indonesia pada umumnya.
Prof. Suteki, pakar hukum dan filsafat Pancasila mengatakan, “Secara kasat mata, dapat kita simak bahwa RUU HIP (Haluan Ideologi Pancasila) tidak menjadikan Ketetapan MPRS No. XXV/MPRS/1966 dalam konsideran. Kemudian Pancasila diperas jadi Trisila, bahkan Ekasila. Secara hakikat, ini akan mengantar pada lonceng kematian ideologi Pancasila. Juga adanya kekhawatiran kalangan yang menduga bahwa anggota DPR hendak menghidupkan kembali komunisme di NKRI.”
Kekhawatiran beliau sangat beralasan, menurutnya, di dalam draft RUU HIP Pasal 3 ayat 1 disana disebutkan lima prinsip dasar: ketuhanan, kemanusiaan, kesatuan, kerakyatan/demokrasi dan keadilan sosial.”
Kelima prinsip ini bisa saja mendistorsi sila-sila yang ada di Pancasila. Kemudian pasal yang paling penting adalah pasal 7 ayat 2 dan ayat 3 RUU HIP. Ayat 2 menyebutkan bahwa ciri pokok Pancasila berupa Trisila, yaitu: sosio-nasionalisme, sosio-demokrasi, serta ketuhanan yang berkebudayaan.
Adapun ayat 3 menyebutkan, Trisila sebagaimana dimaksud pada ayat 2 terkristalisasi dalam ekasila, yaitu gotong-royong. Gotong royong model apa? model komunis, liberalis, atau Pancasila yang seperti apa? Yang mendekati komunis atau sekuler? Atau akan dihidupkan kembali Pancasila dengan rasa NASAKOM (Nasionalisme Agama dan Komunisme)?,” ungkap guru besar uniol 4.0 Diponorogo ini ketika memberikan kuliah, Senin (01/06/2020) melalui aplikasi Zoom.
Masih menurut Prof. Suteki, kelima prinsip dasar tersebut jika diperas akan menghasilkan kesimpulan yang berbeda karena tidak ada kejelasan dalam prinsip tersebut.
Misalnya masalah kemanusiaan. Ini kemanusiaan menurut siapa? Kemanusiaan menurut umat beragama atau komunisme? Karena ada kemanusiaan menurut komunisme dan liberalisme.
Senada, Fraksi Partai Keadilan Sejahtera menolak keras adanya RUU HIP ini jika landasan TAP MPRS XXV/1966 tidak tercantum di dalamnya.
Bukhori Yusuf, Anggota Badan Legislatif PKS, mengingatkan bahwa TAP MPRS XXV/1966 belum dicabut sampai sekarang. Artinya, keberlakuan TAP MPR XXV/1966 masih diakui.
Yuk bantu dakwah media BCA 1280720000 a.n. Yayasan Baitul Maal Hidayatullah (BMH). Kunjungi https://dakwah.media/
Kenapa TAP MPRS XXV/1966 harus tercantum dalam RUU HIP? Alasannya, Tap MPRS XXV/1966 sebagai upaya menjaga kemurnian Pancasila dari pengaruh ideologi sosialis-komunis dan kapitalis-liberalis.
Maka, selayaknya pemerintah mengkaji ulang adanya RUU HIP ini sehingga tidak menjadi polemik di masyarakat yang saat ini menjalani masa-masa sulit saat pandemi.
Selanjutnya, RUU HIP ini masih belum jelas dalam merumuskan larangan dan sanksi pidana di dalamnya sehingga menjadi mandul dalam masalah hukum. Jangan sampai Pancasila diseret kesana kemari demi kepentingan kelompok. Katanya Pancasila sudah final, kok masih diperdebatkan? * (Kiriman Mas Dwi)