Hidayatullah.com– Budaya Yunani dijadikan sebagai contoh kasus pada perkuliahan Sekolah Pemikiran Islam (SPI) Jakarta Angkatan ke-10 pada Rabu (25/09/2019) malam.
Akmal Sjafril sebagai pemateri menjelaskan faktor-faktor kultural yang mendorong masyarakat Yunani untuk berfilsafat.
“Filsafat Yunani berakar pada mitologinya yang kacau,” ucap Akmal yang telah membaca sejumlah karya pujangga Yunani.
Dewa terkuat mereka, Zeus, memiliki perilaku yang berlandaskan kekuatan, bukannya kebenaran. Zeus mengalahkan ayahnya untuk menjadi penguasa Olympus, memakan istrinya agar tidak melahirkan anak yang mampu menyainginya, sampai menculik seorang remaja lelaki untuk dijadikan budak seksnya.
Selanjutnya, Akmal juga mengutip percakapan dari “The Melian Dialogue”, sebuah episode dari karya sejarawan Yunani, Herodotus. Kisah ini bersumber dari dialog antara Bangsa Athena dan Bangsa Melian, dua bangsa yang menyembah dewa-dewi yang sama.
“‘The strong do what they can and the weak suffer what they must’, ungkapan ini membuktikan pola pikir Bangsa Yunani yang mencontoh perilaku dewa-dewi mereka yang mengutamakan kekuatan,” jelas Akmal.
Menurut Akmal, mitologi klasik Yunani seperti itu mendorong masyarakatnya untuk berfilsafat dan mencari kebenaran. Sebabnya tidak lain dari nihilnya keteladanan dalam dari dewa-dewi mereka yang perilakunya justru barbar.
Yuk bantu dakwah media BCA 1280720000 a.n. Yayasan Baitul Maal Hidayatullah (BMH). Kunjungi https://dakwah.media/
“Kerisauan mereka dapat dijawab dengan konsep Tauhidullah dalam Islam,” ujar Akmal.
“Dalam konsep tersebut, Allah telah memberikan rujukan nyata kepada umat manusia dalam bentuk Al-Qur’an dan hadits. Kebenaran yang dicari para filsuf Yunani dengan hanya menggunakan panca indera dan akal dapat ditemukan dengan berpedoman pada wahyu Ilahi. Oleh karena itu, Islam adalah agama yang komprehensif,” pungkasnya.* Ahmad Nur Qalby