Hidayatullah.com—Hari Jum’at (25/01/2018) malam lalu, AQL Islamic Center, Tebet, Jakarta, kembali dipadati oleh massa yang didominasi oleh para pemuda. Ada perhelatan istimewa pada malam itu, yaitu kajian “Menjejak Warisan Ilmu Sang Ayah Bangsa” bersama Ust. Bachtiar Nasir sendiri sebagai moderatornya. Kajian ini merupakan bagian dari rangkaian kegiatan 111 Tahun Buya Hamka yang diselenggarakan oleh Sekolah Pemikiran Islam (SPI).
“Alhamdulillaah, dua kajian sebelumnya juga sukses, sehingga mempromosikan kajian ketiga ini jadi lebih mudah. Apalagi lokasinya di AQL Islamic Center, dan narasumbernya adalah pembina AQL, yaitu Ust. Bachtiar Nasir sendiri,” ungkap Muhammad Fahim Ilmi, sang Ketua Panitia.
Dalam rangkaian kegiatan 111 Tahun Buya Hamka ini, SPI merencanakan tiga kajian di bulan Januari, pameran dan seminar dua hari di bulan Februari, diakhiri dengan daurah di bulan Maret. Untuk dua kajian sebelumnya, SPI telah menghadirkan sejumlah tokoh seperti Taufik Ismail dan Dr. Tiar Anwar Bachtiar.
“Setiap narasumber dipilih secara khusus untuk menjaga kualitas kajian. Pemilihan UBN sebagai narasumber kali ini juga tidak sembarangan,” ungkap Akmal, Kepala SPI Pusat.
Menurut Akmal, kedekatan SPI dengan UBN memang sudah terjalin sejak lama. “Sejak awal, UBN telah membantu kami untuk menyelenggarakan SPI, baik dengan dukungan moral maupun material. Tapi yang lebih pentingnya lagi, UBN adalah satu dari sedikit ulama yang banyak merujuk Tafsir Al-Azhar karya Buya Hamka dalam kajian-kajiannya,” ujar Akmal lagi.
Ketertarikan UBN terhadap Tafsir Al-Azhar itu menunjukkan adanya kedekatan gagasan dan pemikiran di antara keduanya.
Yuk bantu dakwah media BCA 1280720000 a.n. Yayasan Baitul Maal Hidayatullah (BMH). Kunjungi https://dakwah.media/
“Kali ini, kami ingin menggali keteladanan yang telah ditunjukkan oleh Buya Hamka sebagai seorang ulama, dalam perspektif seorang ulama pada generasi sesudahnya, antara lain UBN,” tandas Akmal.
Selain sebagai seorang sastrawan dan penulis Tafsir Al-Azhar, nama Buya Hamka juga menempati posisi istimewa di antara seluruh ulama Indonesia, sebab beliau adalah Ketua Umum Majelis Ulama Indonesia (MUI) yang pertama. Hamka mundur dari jabatan tersebut setelah Orde Baru menekan MUI untuk mencabut fatwa tentang haramnya menghadiri perayaan Natal bagi seorang Muslim.*