Hidayatullah.com– Ribuan warga Palu korban bencana mengungsi ke Kota Balikpapan, Kalimantan Timur sejak beberapa waktu lalu. Warga masyarakat Kota Beriman itu berbondong-bondong membantu saudara mereka dari Palu. Para relawan dari Himpunan Psikologi Indonesia (HIMPSI) turut serta dalam membantu para korban bencana Sulawesi Tengah tersebut.
Relawan HIMPSI berkoordinasi dengan berbagai pihak untuk melakukan pemulihan psikologi korban gempa dan tsunami Palu yang memang telah memadati Bandar Udara Internasional Sultan Aji Muhammad Sulaiman Sepinggan Balikpapan, Selasa, 1 oktober 2018 lalu.
Bukan cuma di bandara. Di kompleks Lanud Balikpapan dan di RSUD juga banyak korban yang sedang menjalani pemulihan dan perawatan, baik yang cedera berat maupun ringan.
Feni, ibu satu anak yang tergabung pada HIMPSI Balikpapan, menambahkan, kedatangan para korban cukup variatif dengan frekuensi yang cukup banyak. Mereka diterbangkan dari Palu menggunakan pesawat hercules.
Baca: Pemerintah Bantah Ada Pengusiran Relawan BPBD oleh Bappeda Palu
“Kami datang tidak membawa nama lembaga apapun, tidak juga bendera pergerakan apapun. Kami sepenuhnya untuk kemanusiaan. Berkorban untuk semua golongan korban tsunami. Adapun kami melakukan ini karena panggilan hati. Sedih melihat mereka terus dalam pilu dan rasa takut,” tuturnya baru-baru ini.
Ia bertutur, para pengungsi ada yang untuk menyuap makanan saja rasanya berat, dan selalu menangis tidak kuasa teringat saat-saat bahagia dengan keluarganya sebelum bencana.
“Bahkan ada seorang bapak yang menggendong anaknya tanpa ibunya. Bahkan sebaliknya, seorang ibu yang sedang menggendong kedua anaknya. Subhanallah.”
Di antara kegiatan relawan HIMPSI Balikpapan di pengungsian yaitu berdongeng untuk anak-anak pengungsi, memijit kaki para ibu sembari menyuapkan makanan kepada mereka.
“Bu, saya ini masih terngiang anak-anak saya hidup, mereka sedang berlari-lari atau bahkan saya selalu berdoa kakak beradik dari putra saya sedang diselamatkan oleh guru lesnya. Saya tetap menunggu kabar baik itu,” tutur salah seorang ibu pengungsi kepada Feni.
Saat ditanyakan tentang penjarahan di Palu apa benar atau seperti apa, dengan kalem, ibu yang juga kepala sekolah di salah satu SMP swasta ini menjawab, “Benar, Pak!”.
“Mereka beralasan karena lambatnya sampai bantuan demi kelangsungan hidup. Apalagi ada intruksi dari pemerintah,” terangnya yang menirukan salah satu korban ketika itu.
Baca: Pimpin Relawan, Bupati Enrekang: Mari Rawat Anak-anak Yatim Korban Gempa Palu
Lantas bagaimana Feni membagi waktu antara keluarga, pekerjaan kantor, dan sebagai relawan korban bencana Sulteng?
“Saya harus izin suami kemudian pamit ke Mbak Arin karena bagaimanapun juga saya punya tanggung jawab sekolah dan rumah tangga. Alhamdulillah, suami saya kader di sebuah lembaga perjuangan dan paham akan itu, anak saya juga mampu menguatkan saya dengan umur yang masih duduk di bangku SD,” tuturnya.
Sang anak pun berpesan kepada ibunya, “Pulangnya jangan terlalu malam, Mah,” ujar putri yang berjilbab dan kutu buku.
“Alhamdulillah saya harus bagi waktu, bergabung dengan tim relawan yang lain untuk sama-sama menguatkan. Setelah rapat di kantor sekolah, kita ‘kopdar’ via chat di grup WhatsApp kemudian ketemuan sore hari hingga pukul 21.00 WITA kadang lebih sedikit, dimana para korban sudah istirahat,” tuturnya.
Baca: Kisah Relawan: Evakuasi Diancam Warga, Cari Mayat Dapat Ikan Busuk
Feni bercerita. Ada korban bencana Palu yang agak lucu. Sudah dibelikan tiket untuk penerbangan ke tempat keluarganya di Pulau Jawa. Eh, pengungsi itu malah tidak naik ke pesawat karena sedang berkumpul dengan keluarga yang berada di Balikpapan. Akhirnya tiketnya hangus.
“Tetapi kita tetap juga menyediakan kembali tiket untuk mereka. Kami sudah bekerja sama dengan maskapai juga. Lion, Sriwijaya, dan Citilink, untuk mobilisasi keberangkatan mereka,” tutur Feni.
Ada juga yang cukup menyedihkan. Phobia gempa yang luar biasa membuat seorang bapak dan anaknya menangis seketika jika mendengar suara cukup keras. Bahkan anaknya mendengar kucing pun nangis.
Yuk bantu dakwah media BCA 1280720000 a.n. Yayasan Baitul Maal Hidayatullah (BMH). Kunjungi https://dakwah.media/
Baca: Kemkominfo Akui dan Apresiasi Peran Relawan FPI di Sulteng
Alhamdulillah, barang-barang bantuan dari warga Balikpapan untuk para pengungsi Palu cukup banyak. Mulai boneka, popok bayi, hingga makanan dan minuman. Penjagaan di bandara pun cukup ketat. Relawan sudah dibatasi 3 orang saja dan mahasiswa boleh 2 orang saja untuk masuk menemui korban. Relawan ada id card khususnya.
“Konseling kami terhadap semua korban. Anak-anak misalkan, kami ajak tertawa bareng dengan berdongeng, membagikan boneka,” ujar Feni, wanita alumnus S-2 UGM ini.
Feni mengatakan, untuk kalangan pengungsi dewasa, masih sangat membutuhkan pakaian dalam dan baju sehari-hari yang layak pakai.
“Kami juga memfasilitasi wanita untuk bekerja. Alhamdulillah kami sudah menginisiasi wanita yang mau bekerja, salah satunya di salon kecantikan. HIMPSI Balikpapan diketuai oleh Bu Dwita,” tuturnya.* Kiriman Imam Muhammad di Balikpapan
Baca: Pesantren Hidayatullah Palu Buka Dapur Umum Warga dan Relawan