Hidayatullah.com—Hari Sabtu (11/10/2014) kemarin, Pengurus Cabang Istimewa (PCI) NU Maroko yang beranggotakan mayoritas mahasiswa, bekerja sama dengan PPI (Perhimpunan Pelajar Indonesia) Maroko, dan Kedutaan Besar RI (KBRI) Rabat Maroko, menggelar Stadium General Maqashid Syariah.
Acara yang digelar di Kedutaan Besar RI (KBRI) Rabat ini menghadirkan Dr. Khalid Zuhri (Kepala Perpustakaan di Istana Raja Maroko) dan H Nasrulloh Afandi, Lc, MA sebagai nara sumber inti.
Dr Khalid, sebagai penganut Madzhab Malikiy, lebih banyak mengkaji maqashid syariah secara umum, mulai dari lintas sisi-siai kajian yang harus dibidik dengan maqashid syariah, inti-inti pemikiran para pakar maqashid syariah terkemuka, dan berbagai karya penting dalam Fan ini.
“Para pelajar Indonesia, di Maroko sudah semestinya mempelajari maqashid syariah, hal itu, karena khazanah intelektual para ulama dan cendikiawan Maroko, baik tempo dulu maupun sekarang yang masih hidup, beliau- beliau sebagai penganut Madzhab Maliky, pemikirannya penuh dengan analisis maqashid syariah,” ujarnya.
Sedangkan Gus Nasrul –sapaan akrab Nasrulloh Afandi – sebagai penganut madzhab Syafi’I, Ia mengatakan:
“ Terlebih dahulu kita harus membidik dengan Ulumul Qur’an dan ilmu hadits,sebagai wawasan pendahuluan, karena kita tidak akan-mampu mencerna aspek nilai-nilai maqashid, kecuali terlebih dahulu dengan memandang Nash-nash Al-Quran dan al-hadits, yang terkait dengan sebuah topik disyariatkannya sesuatu hal,” tandas kandidat doktor Maqashid Syariah Universitas Al-Qurawiyin Maroko itu.
“Setelah itu, langkah selanjutnya adalah analisis Usul Fikih, sebagai kata kunci untuk bisa “menerobos” masuk ke wilyah maqashid.”
Di akhir acara yang selesai pada pukul 17.00 GMT itu, Gus Nasrul, menutup materinya dengan sebuah kesimpulan dan rekomendasi
”Bahwa analisis maqashid syariah, adalah sebuah langkah efektif mencari solusi hukum (Islam, red), di tengah – tengah semakin kompleksnya permasalahan umat atau al- mustajaddath Al-fikhiyah, baik berkaitan dengan ibadah vertikal yang langsung berhubunhan dengan Allah Subhanahu Wata’ala seperti menyikapai perluasan sarana-prasarana tempat ibadah haji di tanah suci,
transaksi perdagangan lewat dunia cyber dan lainnya.”
“Bebarengan dengan terus mengalami perkembangan dan terus berkembangnya teknologi, itu semua kerap menuntut kepastian hukum atau fikih an-nawazil yang mana, hal-hal itu belum di kaji oleh para ulama terdahulu, dan kondisi dewasa ini, sangat tepat untuk merespon problem umat tersebut dengan jawaban perspektif maqhasid syariah,” tambahnya.
Yuk bantu dakwah media BCA 1280720000 a.n. Yayasan Baitul Maal Hidayatullah (BMH). Kunjungi https://dakwah.media/
Ia juga menambahkan kondisi sekarang sangat sulit untuk melakukan ijtihad atau berfatwa secara perseorangan, dalam merespon problematia umat.
“Karenanya, sangat tepat di negara-negara bagian Arab, marak berdiri Majma’ Fikih, yang berperan sebagai lembaga Fatwa Kolektif atau Ifta Jama’i, yang diperkuat dengan berbagai para anggota dari berbagai disiplin keilmuan, baik kedokteran, ekonomi, teknologi dan lainnya, sehingga, dengan demikian, para ulama yang tergabung di Majma’ tersebut, mendapat masukan lengkap dari berbagai sisi, sebelum sang ulama mengeluarkan fatwa, alhasil fatwa tidak hanya sepihak hanya berdasarkan tinjauan fikih belaka, tetapi atas dasar analisis dari berbagai aspek,” tandas pria yang juga anggota pengasuh Pesantren Asy-Syafi’iyyah Kedungwungu, Indramayu Timur itu.*/Kusnadi, Lakpesdam PCI NU Maroko