Kehidupan manusia tak pernah sepi dari pertempuran dua ideologi yang berseberangan. Pertarungan itu berlangsung sejak masa Nabi Adam Alaihi as- salam (As) hingga hari ini dan tak pupus sampai hari Kiamat kelak.
Ibarat dua kutub yang saling berlawanan, cahaya tauhid tak bisa memendar begitu saja tanpa diresahi dan diadang oleh pelaku syirik dan kemaksiatan. Sebagaimana virus keburukan dan kebatilan akan terus menandingi kebaikan dan kebenaran yang didakwahkan umat Islam.
Uniknya, di zaman yang kian menua ini masih saja memutar ulangan sejarah yang sama. Jika orang-orang musyrik terdahulu dikenal menolak keberadaan Allah dengan menabuh semangat anti Tuhan. Kini ajakan yang mirip digaungkan kembali dengan slogan semangat anti hukum Tuhan. Hal ini utamanya dipelopori oleh para pengusung paham sekularisme. Yaitu sekumpulan manusia yang tak ingin kehidupan mereka diatur oleh ajaran agama.
Tak heran di antara mereka ada berpikir picik, urusan Allah sudah selesai sejak bumi dan langit serta isinya telah diciptakan. Layaknya sebuah jam yang sudah keluar dari pabrik, selebihnya biarkan jarum jam itu berputar dengan sendirinya. Tanpa perlu ada campur tangan lagi dari si tukang jam (watch maker) sebelumnya.
Faktanya, orang-orang yang berpaham sekularisme acap tak mau diatur oleh agama dalam kehidupan sehari-harinya. Seolah mereka menyangka dunia saat ini tak lagi selaras dengan perkara agama yang terbilang usang bagi logika mereka.
Menurut mereka, kalaupun masih dibutuhkan, maka urusan agama itu hanya cocok di hari Jumat saja. Di sana ada shalat Jumat, mimbar buat khutbah di siang hari, atau baca yasinan di malam harinya. Lebih jauh agama bisa dipakai untuk urusan akad nikah di Kantor Urusan Agama (KUA) atau ketika pengurusan jenazah (fardhu kifayah).
Berangkat dari syubhat di atas, tanpa sadar umat Islam selanjutnya akan digiring kepada pusaran badai yang lebih berbahaya. Yaitu membenturkan ajaran Islam dengan konteks kekinian yang mereka sebut dengan kehidupan modern. Menganggap syariat yang mulia ini tak lagi relevan dengan kehidupan saat ini. Sehingga ia butuh koreksi dengan doktrin desakralisasi wahyu al-Qur’an sebagaimana yang diusung oleh kaum liberal saat ini.
Hal ini segendang sepenarian dengan adanya anggapan bahwa al-Qur’an tersebut adalah produk budaya (muntaj tsaqafi) yang diciptakan oleh Nabi Muhammad untuk bangsa Arab ketika itu.
Alhasil, lahir pula gagasan mengkaji al-Qur’an dengan pendekatan tafsir hermeneutika. Suatu pendekatan tafsir yang selama ini dipakai untuk mempelajari kitab bibel milik umat Nashrani.
Ajaran agama itu sudah usang dan tak relevan, demikian sanggah dan celotehan mereka di berbagai media sosial. Lebih “halus” sedikit mereka berdalih, jilbab adalah budaya bangsa Arab dan hanya cocok di masyarakat Arab. Akibatnya, kewajiban berhijab bagi muslimah hanya menjadi bahan canda dan cemoohan mereka. Kalaupun mereka berhijab maka itu untuk mempercantik diri dan mengikuti mode yang trendi.
Parahnya, ide dan pemikiran itu seolah sudah “janjian” dan “sejodoh” dengan budaya-budaya Barat yang tak kalah merusak. Mulai dari budaya hedonisme, materialisme, kapitalisme, konsumerisme, dan lain sebagainya. Akibatnya mudah ditebak, yang jadi korban hanyalah umat Islam sebagai mayoritas penduduk di negeri ini.
Untuk itu, tak ada jalan lain kecuali umat Islam berpegang teguh kepada ajaran agama. Mari mempelajari al-Qur’an sebagai guidance seorang Muslim dalam menjalani kehidupan.
Yuk bantu dakwah media BCA 1280720000 a.n. Yayasan Baitul Maal Hidayatullah (BMH). Kunjungi https://dakwah.media/
Saling menasihati dan mengingatkan adalah hal terbaik yang bisa dilakukan umat Islam. sambil terus berupaya maksimal mempelajari ilmu-ilmu agama sebagai bekal fardhu ‘ain bagi seluruh kaum muslimin.
Allah berfirman:
قُلْ إِنَّمَا أَنَا بَشَرٌ مِثْلُكُمْ يُوحَى إِلَيَّ أَنَّمَا إِلَهُكُمْ إِلَهٌ وَاحِدٌ فَاسْتَقِيمُوا إِلَيْهِ وَاسْتَغْفِرُوهُ وَوَيْلٌ لِلْمُشْرِكِينَ الَّذِينَ لَا يُؤْتُونَ الزَّكَاةَ وَهُمْ بِالْآخِرَةِ هُمْ كَافِرُونَ
Katakanlah (Muhammad): “Aku ini hanyalah seorang manusia seperti kamu, diwahyukan kepadaku bahwa Tuhan kamu adalah Tuhan yang Mahaesa, karena itu tetaplah kamu (beribadah) kepada-Nya dan mohonlah ampunan kepada-Nya. Dan celakalah bagi orang-orang yang mempersekutukan-Nya. (Yaitu) orang-orang yang tidak menunaikan zakat dan mereka ingkar terhadap (kehidupan) akhirat.” (Surah Fushshilat [41]: 6-7).*/Masykur