Oleh: Ali Musthofa
Hidayatullah.com | LAGI heboh soal komunisme. Mungkin diantara kita masih ada yang belum paham betul apa itu komunisme. Kenapa juga tidak sedikit anak muda yang begitu gandrung dengan paham yang satu ini.
Salah satu tokoh nasional, Sayuti Melik, pernah mengatakan: “Kalau anak muda membaca buku ‘Das Kapital‘, lalu tidak membuat mereka senang, berarti ia pemuda yang bebal. Dan kalau orang-orang tua semasa tuanya masih menjadi komunis, maka dia bebal”. (Arief Priyadi, Wawancara Dengan Sayuti Melik)
Begitulah gambaran daya pikat ‘Das Kapital’, betapa sangat menariknya buku ini jika dilihat dari satu sisi. Padahal sebenarnya jauh dari ekspektasi. Pun justru juga tak sesuai dengan prinsip kehidupan beragama. Terutama agama Islam.
Das Kapital adalah buku rujukan utama para pengagum ideologi komunisme. Buku fenomenal ini dikarang oleh seorang pemikir asal Jerman bernama Karl Marx.
Karena Karl Marx sendiri sebagai salah satu pencetus ajaran komunisme, meski ia mengaku beragama Yahudi, tapi mengatakan bahwa agama itu adalah candu.
Dalam buku Wajah Peradaban Barat, Dr Adian Husaini, menjelaskan, pada waktu itu masyarakat Eropa ingin maju dan terbebas dari belenggu kekuasaan gereja yang telah mengakibatkan keterpurukan bagi rakyatnya. Kemudian lahirlah sistem sekuler-kapitalisme yang punya prinsip bahwa agama harus dipisah dari urusan publik. Agama cukup di tempat ibadah, tidak perlu mengatur persoalan politik, ekonomi, sosial, budaya, dan seterusnya.
Syahdan, kemajuan pun didapat, namun kemajuan kapitalisme minus rohani, plus dengan segala cacatnya. Salah satu yang menjadi problem utama ideologi buatan manusia ini adalah tidak adanya pemerataan dalam kemakmuran karena kemakmuran hanya dinikmati oleh segelintir para pemilik modal (kapitalis).
Hatta, di awal abad ke 19 lahirlah gerakan bernama sosialisme untuk menentang kapitalisme. Diantara pendirinya ialah Robert Owen (1771-1858) di Inggris dan Saint Simon (1760-1825) di Perancis. Tujuannya tetap sama, hidup makmur.
Namun makmurnya sosialisme ternyata juga semu, mengutamakan kebersamaan. Sistem dikontrol sepenuhnya oleh penguasa. Ide sosialisme ini pun kemudian diikuti oleh komunisme. Jadi paham komunisme adalah turunan alias anak kandung dari sosialisme.
Kalau kapitalisme meminggirkan peran agama, maka komunisme berusaha meniadakan peran agama. Jargonnya membela rakyat, tapi pada faktanya cuma memanfaatkan rakyat. Yakni rakyat diarahkan untuk merebut kekuasaan alias revolusi dengan metode pertumpahan darah. Dalam masalah ini, baik kapitalisme maupun komunisme kompak, kapitalisme juga mengakibatkan kerusakan dimana-mana karena dampak dari kesenjangan.
Jika kapitalisme nemikirkan pertumbuhan tapi tidak ada pemerataan, komunisme memikirkan pemerataan tapi tidak memikirkan pertumbuhan. Itulah mengapa rata-rata negara komunis tidak makmur. Rakyatnya tetap proletar (sengsara), sementara para pemimpinnya tetaplah menjadi “kapitalis”. (Misykat, Hamid Fahmi)
Lalu apa solusinya? Ya pilih sistem Islam aja. Karena Islam merupakan agama yang sempurna. Telah terbukti selama berabad-abad memberikan kepuasan hati. Melayani dan mengayomi baik muslim maupun kafir. Hal ini pun bahkan diakui oleh orang-orang Barat.
Islam mengatur seluruh aspek kehidupan. Mulai dari bangun tidur, bangun rumah tangga, sampai bangun negara. Semua sudah ada aturannya dari Allah. Sebuah sistem yanh bukan hanya berorientasi dunia, melainkan juga akhirat.
Yuk bantu dakwah media BCA 1280720000 a.n. Yayasan Baitul Maal Hidayatullah (BMH). Kunjungi https://dakwah.media/
Karena itu, kita mesti waspada dengan gencarnya arus pemikiran di luar Islam yang dapat membahayalan aqidah kita. Derasnya serangan pemikiran ini sebagaimana memang disarankan sudah sejak lama oleh seorang misionaris, Samuel Marinus (1867-1962), yang menyampaikan:
“Sebenarnya tugas kalian bukan mengeluarkan orang-orang Islam dari agamanya menjadi pemeluk agama kalian. Akan tetapi menjauhkan mereka dari agamanya (al-Qur‟an dan Sunnah). Sehingga mereka menjadi orang- orang yang putus hubungan dengan Tuhannya dan sesamanya (saling bermusuhan), menjadi terpecah- belah dan jauh dari persatuan. Dengan demikian kalian telah menyiapkan generasi-generasi baru yang akan memenangkan kalian dan menindas kaum mereka sendiri sesuai dengan tujuan kalian”. (Ghazwul Fikri, Havis Aravik)
Komunisme itu sungguh tidak keren. Maka tak layak dijadikan tren. Demikian pula isme-isme lainnya yang bertentangan dengan Islam. Wallahu A’lam.*
Ali Mustofa, penulis buku