K.H Hasyim Asy’ari membahas dalam kitabnya (hal.10) tentang adab pendidik terhadap Ulama, adab Ulama terhadap peserta didik.Seorang guru menurut K.H Hasyim Asyari tidak boleh melampaui hukum Allah, dan tidak pula bersikap sombong.Yang unik dalam kitab tersebut K.H Hasyim Asyari juga mengajarkan adab terhadap kitab. Diantaranya; seorang pelajar hendaknya bersungguh-sungguh mendapatkan refrensi kitab sebisa mungkin, meminjamkan kitab kepada teman yang sangat membutuhkan dan bisa dipercaya untuk dipinjamkan, tidak meletakkan catatan pelajaran atau kitab di tempat yang lebih rendah, jika membeli kitab dikoreksi isinya dari awal sampai akhir, dalam membaca kitab ilmu syar’I hendaknya suci dari hadas, menghadap kiblat, baju dan badanya bersih, dst.
Inti dari kitab ini adalah mengenalkan adab dalam aspek-aspek yang berkaitan dengan aktifitas kelilmuan guru dan pelajar. K.H Hasyim asyari menegaskan bahwa adab dan ilmu merupakan kesatuan yang tidak dapat dipisahkan.
Konsep Pendidikan Modern
Salah satu konseptor pondok modern Gontor adalah K.H.R Zainuddin Fananie. Zainuddin Fananie produktif menulis buku yang karyanya tersebut dijadikan rancangan besar dalam mendirikan pondok modern gontor, diantaranya adalah, Pedoman Pendidikan Modern (1934), pedoman penangkis krisis (1935), Senjata Penganjoer dan Pemimpin Islam (1937), dll.
Zainuddin Fanani membuat konsep pendidikan dalam hal memberikan hukuman. Menurutnya hukuman yang terbaik adalah hukuman natur (Thabi’ie)
“Sebaik-baiknya cara menghukum adalah hukuman natur misalnya anak yang suka bermain api, terbakar tanganya, anak yang malas mandi, tidak enak tidurnya; anak yang merusak jendela atau tidak mau menutup biliknya, akan kedinginan;anak yang memainkan tinta, kotor pakainya,”tulis KH Fananie.
Tidak hanya sampai disitu, Zainuddin Fananie juga memberikan pedoman dalam memberikan hukuman diantaranya: hukuman harus menimbulkan rasa dan pengakuan bersalah; hukuman harus seimbang dengan kesalahan; hukuman harus membawa penyesalan; anak harus paham bahwa hukuman resiko dari perbuatanya; keadilan; hukuman sesuai umur, karakter, dan tabiat; hukuman bukan soal keras dan berat, melainkan yang sesuai kesalahan; jangan sampai hukuman di anggap menguntungkan oleh peserta didik; dst.
Perintah, Paksaan, dan Larangan
Ki Hajar sangat tidak setuju dengan pendidikan yang menggunakan perintah, paksaan dan larangan. Bagi beliau pendidikan cara lama ini telah mematikan kodrat alam seorang anak. Seorang guru haruslah tut wuri handayani, beliau menjelaskan tut wuri handayani dalam tulisan beliau tentang pendidikan sebagai berikut :
Kemajuan yang sejati hanya dapat diperoleh dengan perkembangan kodrati yang terkenal sebagai evolusi. Dasar kodrat alam inilah yang kemudian mewujudkan amongsysteem kita , dalam cara mana guru-guru kita menjadi pamong, yaitu sebagai pemimpin yang berdiri di belakang dengan bersemboyan Tut Wuri Handayani , yakni tetap mempengaruhi dengan memberi kesempatan kepada anak – anak didik untuk berjalan sendiri. Tidak terus menerus di tuntun” dari depan. Dengan Begitu maka si- pamong” hanya wajib menyingkirkan segala apa yang merintangi jalanya anak – anak serta hanya bertindak aktif dan mencampuri gerak – geriknya apa bila anak – anak sendiri tidak dapat menghindarkan diri dari bahaya yang mengancam keselamatanya.” (Hadjar Dewantara dalam Azas Tamansiswa (Yogyakarta))
Tut Wuri Handayani yang dimaksud oleh Ki Hajar bukanlah Kemerdekaan peserta didik yang tanpa batas. Seorang guru tetap harus membimbing anak didik agar tetap selamat mewujudkan apa yang anak didik cita-citakan.
Ki Hajar juga mementingkan Kemerdekaan Berpikir sang anak. Anak didik dibiasakan sejak dini untuk mencari sendiri pengetahuan dengan menggunakan pikiranya sendiri. Anak didik jangan selalu di pelopori untuk selalu mengakui cara berpikir orang lain. Kemerdekaan pikiran inilah yang termaktub dalam pasal dua Azas Taman siswa.
Kemerdekaan berpikir yang dinyatakan oleh Ki Hajar Dewantara bukan kemerdekaan berpikir yang liberal (bebas tanpa batas).seperti apa yang beliau katakan “Hendaknya jangan pula dipelopori, namun berilah kebebasan secukupnya kepada mereka.” Tapi tidak jelas indikator secukupnya itu apa. Apakah perasaan manusia ?atau menurut Allah SWT ?.
Pemikiran Ki Hajar Dewantara Menunjukkan bahwa pendidikan Indonesia haruslah Pendidikan yang memerdekakan Siswa.Pendidikan harus membimbing anak – anak agar menjadi orang – orang yang sungguh merdeka lahir dan batin.
Masih banyak lagi para pahlawan yang memiliki konsep pendidikan brilian seperti M.Sjafei yang mengedepankan ketrampilan tangan, Rahmah el Yunussiyah yang mengonsepkan perubahan diawali dengan pendidikan perempuan sebagai madrasah pertama bagi anak.Sayangnya pendidikan Indonesia terlalu gelap mata terhadap pendidikan barat.Seolah-olah kemajuan itu adalah di barat sehingga beramai-ramai sekolah mengaharapkan sertifikat ISO, dll.Sehingga terciptanya konsep Sekolah bertaraf Internasional (SBI) padahal sekolah diseluruh dunia yang di anggap pemerintah Indonesia maju tidak pernah menisbatkan sekolahnya menjadi taraf internasional.
Yuk bantu dakwah media BCA 1280720000 a.n. Yayasan Baitul Maal Hidayatullah (BMH). Kunjungi https://dakwah.media/
Menurut Cendekiawan Afrika Cimakonam Okeke lewat aritelnya yang berjudul “Towards a Theor of African Science: Method and justification” mengatakan bahwa sains Barat yang saat ini dikembangkan di berbagai belahan dunia telah menimbulkan masalah yang cukup serius pada lingkungan. Oleh sebab itu diperlukan alternatif sains yang eco-friendly.
Kita harus menggali kembali harta karun Pendidikan di Indonesia. Jangan sampai peninggalan para pahlawan ini menjadi usang karena tidak di lestarikan dan dikembangkan. Seperti para ilmuwan di Afrika yang mewacanakan filosofis keilmuanya sendiri, Umat Islam indonesiapun bisa juga menciptakan konsep pendidikan dan keilmuan yang cocok diterapkan dalam bingkai Islam dan adat masyarakat Indonesia.*
Penulis adalah Founder Penaaksi.com