Oleh: Herry Nurdi
Tulisan Kedua
Saya akan bercerita tentang orang-orang. Tokoh pertama kita adalah Jack Miles, seorang penasihat senior presiden Amerika dari sebuah lembaga yang bernama Paul Getty Trust. Ia juga seorang anggota Dewan Kebijakan Internasional untuk Pasific (Pasific Council on International Policy). Jack Miles juga seorang penulis ternama yang sudah mengeluarkan sebuah buku yang cukup menyita perhatian kaum Kristiani beberapa tahun lalu, judul bukunya Christ: A Crisis in the Life of God.
Pada sebuah artikel yang dikeluarkan oleh majalah Cross Currents edisi Vol. 51, No 4 yang keluar musim dingin awal tahun 2002 silam, sebuah tulisan Jack Miles menjadi salah satu artikel utama dan langsung menyita perhatian saya. Judul tulisan itu adalah: Theology and The Clash of Civilazations. Judul yang menarik, terlebih setelah peristiwa 11 September 2001. Sepintas judul ini akan menarik ingatan kita pada buku yang diterbitkan oleh Samuel Philips Huntington, The Clash of Civilizations and the Remaking of World Order yang terbit pada tahun 1996 silam.
Dalam tulisannya, Jack Miles mencoba membuat definisi dan mengurai kemungkinan-kemungkinan benturan peradaban. Menurutnya, paling tidak ada tiga “mahzab” peradaban yang mempunyai kemungkinan berbenturan. Pertama, the western civilization yang tentu saja diwakili oleh negara adikuasa seperti Amerika. Kedua, the eastern civilizations yang personifikasikan dengan dua sosok negara, Jepang dan China. Ketiga, adalah the Islamic Civilizations yang lebih disebut Jack Miles dengan dar al Islam.
Pada mahzab pertama dan kedua, benturan peradaban bisa diminimaliskan sampai pada titik yang terendah. Barat tidak akan berbenturan dengan Timur yang diwakili oleh dua mainstream besar; Jepang dan China. Kepentingan peradaban Jepang sudah terakomodasi dalam perjalanan zaman. Dan China pun sudah menunjukkan indikasi tidak memunculkan resistensi terhadap western civilization. Salah satu bukti yang disebutkan Jack Miles dan dijadikan simbol penyatuan peradaban adalah Olimpiade yang akan berlangsung di Beijing. Belum lagi indikasi-indikasi politik dan ekonomi yang memperlihatkan China telah menjalin kerjasama yang bagus.
Dengan demikian, satu-satunya kemungkinan terjadinya clash datang dari peradaban Islam yang menurut Jack Miles disebut sebagai peradaban yang telah menggariskan garis berdarah yang panjang dalam peradaban dunia. Konsep dar al Islam dalam Islam dengan sedirinya menciptakan fase lain yakni dar al harb, Jack Miles menyebutnya sebagai house of warfare. Dan hal inilah yang melahirkan the battelfield between Muslim community and non-Muslim community.
Dengan kata lain, untuk menegakkan Darul Islam maka terciptalah sebuah lembaga dalam tubuh Islam yang disebut Darul Harb, kewajiban berperang. Dan itu menurut Jack Miles, membuat Islam tak hanya berhadapan dengan Barat tapi juga dengan Timur sendiri.
Lalu ia membeberkan beberapa kasus peperangan yang melibatkan Islam dari Timur sampai ke Barat:
– Roman Catholics vs. Muslim on Mindanao in Philippines
– Roman Catholics vs. Muslim on Timor in Indonesia
– Confucians and Budhhists vs. Muslim on Singapore and Malaysia
– Hindu vs Muslim on Kashmir and within India itself
– Russian Ortodhox Catholics vs. Muslim in Afghanistan
– Russian Ortodhox Catholics vs. Muslim in Chechnya
– Armenian Catholics vs. Muslim in Nagorno (Karabakh)
– Maronite and Melchite Catholics vs. Muslim in Lebanon
– Jews Vs. Muslim in Israel/ Palestine
– Animist and Chistians of several denominations vs. Muslim in Sudan
– Ethiopian Orthodox Catholics vs. Muslim in Eritrea
– Anglican and Roman Catholics vs. Muslim in Uganda
– Greek Orthodox Catholics vs. Muslim in Cyprus
– Serbian Orthodox Catholics vs. Muslim in Bosnia and Kosovo
– Roman Catholics vs. Muslim in Algeria
– Anglican and Roman Catholics vs. Muslim in Nigeria
Bagi saya list yang ditulis Jack Miles ini menarik. Di saat banyak pihak mencoba tidak mempertautkan beberapa kerusuhan yang terjadi dengan isu agama, Miles justru sebalinya. Ia menarik beberapa kasus politik, bahkan militer, pada sentimen agama dan tentu saja menempatkan Islam sebagai penjahatnya. Kasus Rusia di Afghanistan misalnya, disebut Miles sebagai kaum Muslim yang berseteru dengan Katolik Ortodoks Rusia. “This is totally ridicules”, sungguh menggelikan.
Pertama, karena beberapa kepentingan politik, Rusia melakukan invansi ke Afghanistan dengan kekuatan militernya. Lalu dilain pihak, rakyat Afghanistan yang mayoritas Muslim melakukan perlawanan membela tanah airnya disebut sebagai melakukan peperangan terhadap Katolik Ortodoks Rusia. Miles melakukan simplifikasi permasalahan pada kasus Afghanistan dan Rusia.
Begitu juga yang terjadi di Bosnia dan Serbia. Saya menangkap, Miles menempatkan Islam sebagai musuh Katolik Ortodoks Serbia tanpa menjelaskan kausalitasnya dalam kasus Bosnia dan Kosovo. Ia seolah menyiratkan pesan, pembantaian yang terjadi di tanah Bosnia dan Kosovo adalah kesalahan umat Islam sendiri, mutlak.
Kalau orang-orang seperti Miles ini yang menjadi penasihat utama Amerika Serikat, yang juga sekaligus disebut sebagai representasi peradaban Barat, tentu saja dunia akan selalu berbenturan.
Yuk bantu dakwah media BCA 1280720000 a.n. Yayasan Baitul Maal Hidayatullah (BMH). Kunjungi https://dakwah.media/
Jack Miles dalam paragrap-paragrap berikutnya mulai menampilkan keunggulan Barat, khususnya peradaban Kristen yang sangat “ramah lingkungan” dan dengan sendirinya anti kemungkinan konflik:
“It is easy in the historycal Christian cultures of Europe and America to dismiss conflict between Hindus and Muslim or even between Jews and Muslim as alien fanaticism. It is almost equally easy to regard the struggle of exotic Christianities like Ethiopian Orthodoxy as irrelevant to any such struggle the the once Christian but now secular West have with Islam.”
Berbeda dengan Islam, menurut Jack Miles. Karena Islam menempatkan modernity, Christianity dan Barat sebagai satu kesatuan unholy stew. Di mana setiap perjuangan berarti sama, yakni struggle for dar al Islam. Dan ini berbeda dengan adab Barat secara keseluruhan menurut Miles:
For the West, the defining struggles of the twentieth century are have been, in succesion, democracy vs. fascism and democracy vs. communism. But for the umma […] what mattered in a Muslim country like Morocco was not that racist fascism had beet defeated but that the yoke of Christian France might at last be thrown off.
Penilaian Jack Miles sungguh tidak adil menurut saya. Islam tidak anti Kristen atau Yahudi, tapi jelas Islam tidak bisa sepakat dengan rasisme dan fasisme. Tapi bagaimana jika yang melakukan praktik fasisme adalah kelompok Kristen? Apakah Islam akan mendapat brand memusuhi Kristen dalam aksinya memerangi fasisme? Bagaimana jika yang melakukan tindak rasialis adalah kaum Yahudi? Apakah Islam yang melakukan perlawanan pada rasisme langsung dianggap sebagai memerangi Yahudi? */bersambung
Herry Nurdi adalah wartawan dan penulis buku