Kamis, 3 November 2005
Oleh: Asiandi *)
Pernyataan Presiden Iran, Mahmoud Ahmade Nejad, agar Israel dilenyapkan dari peta dunia mendapatkan reaksi keras dari berbagai kalangan. Sungguh suatu pernyataan yang berani sekaligus memancing timbulnya amarah yang memuncak dari Israel—musuh bebuyutan Palestina dan dunia Islam umumnya.
Negara-negara Arab menanggapi pernyataan ini dengan diam seribu bahasa. Mungkin sikap ini diambil lantaran apa yang dilakukan Nejad ini sedikit berlebihan dan ekstrim yang akan menimbulkan instabilitas tak terkendali di kawasan Timur Tengah.
Pernyataan berani dan bermartabat ini ditanggapi dingin oleh kalangan muslim sendiri kemungkinan disebabkan mereka tidak menginginkan hal ini menjadi bumerang bagi mereka. Lebih-lebih Palestina sendiri turut menolak seruan Ahmade Nejad ini. “Kami telah mengakui negara Israel dan kami tengah berusaha meraih perdamaian dengan Israel,” kata Saeb Erekat, juru runding Palestina (Kompas, 29/10).
Buah pernyataan yang bernada ironi ini disambut meriah oleh Israel dengan melakukan gempuran mematikan. “Gaza digempur, 7 syahid dan 15 terluka. Setelah itu Israel melanjutkan gempuran di Jabalia. Lagi Israel serang Thulkarem, 11 orang ditangkap,” demikian tulis infopalestina.com (28/10).
Itulah realitas yang terjadi antara Palestina dan Israel, berulang-ulang melakukan perundingan tapi selalu gagal. Kegagalan terjadi manakala salah satu pihak melanggar perjanjian damai dengan melakukan kontak fisik dan kontak senjata.
Bagi otoritas Palestina sendiri hingga saat-saat terakhir ini tak ada perubahan arah perjuangan kecuali berunding dan berunding terus, di mana perundingan telah dimulai dari saat kepemimpinan otoritas di bawah pimpinan Yaser Arafat sampai dengan Mahmoud Abbas saat ini. Pertanyaan mendasar yang muncul adalah apakah dengan perundingan yang simultan antara Palestina dan Israel akan dapat menyelesaikan masalah?
Jawabannya amat rumit dan melibatkan keyakinan dan pengalaman transenden bagi seorang muslim terhadap apa yang telah di firmankan oleh Allah SWT di dalam Al-Qur’an. Muara jawaban adalah bahwa setiap muslim berhak menyangsikan kesepakatan-kesepakatan yang dibuat dengan melibatkan Israel, dengan berbagai alasan yang mungkin bersifat retrospektif – historis sebagai bukti tak terbantahkan di dalam kitab suci Al-Qur’an.
Di dalam Al-Qur’an disebutkan bahwa bangsa Israel (Bani Israil) adalah bangsa yang dianugerahkan oleh Allah dengan keunggulan dan dilebihkan—yaitu kepada nenek moyang mereka di masa Nabi Musa a.s.–atas segala umat sebagaimana difirmankan Allah SWT,”Wahai Bani Israil, ingatlah akan Nikmat-Ku yang telah Aku anugerahkan kepadamu dan (ingatlah pula) bahwasanya Aku telah melebihkan kamu atas segala umat.” (Q.S. Al-Baqarah (2) : 47).
Betapa banyaknya rincian kenikmatan yang telah Allah anugerahkan kepada Bani Israil ini. Kenikmatan itu antara lain: Allah menyelamatkan mereka dari Fir’aun dan pengikut-pengikutnya (Q.S. 2 : 49) pada saat mereka disiksa seberat-beratnya di mana anak mereka yang laki-laki disembelih dan anak-anak perempuan dibiarkan hidup; Allah membelahkan laut untuk mereka supaya selamat dari kejaran Fir’aun (Q.S. 2 : 50); dan Allah menurunkan Taurat kepada Musa (Q.S. 2 : 51, 53).
Tapi apa balasan mereka (Bani Israil) kepada Allah? Sepeninggal Musa selama 40 malam untuk menerima Taurat dari Allah SWT mereka menjadikan anak lembu sebagai sesembahannya. Namun Allah masih juga memaafkan mereka sesudah peristiwa ini (Q.S. 2 : 52). Dan lalu mereka berkata,”Wahai Musa, kami tidak akan beriman kepadamu sebelum kami melihat Allah dengan terang.” Dan karena itu pula mereka disambar halilintar (Q.S. 2 : 55).
Sesudah itu Allah pun tak jemu-jemunya memberikan kasihnya kepada mereka. Mereka diberikan berbagai nikmat (makanan dari hasil bumi yang banyak lagi enak) (Q.S. 2 : 58), hanya saja sayangnya ada saja orang-orang zalim yang mengganti perintah Allah dengan (mengerjakan) yang tidak diperintahkan kepada mereka (Q.S. 2 : 59).
Oleh karena itu Allah menimpakan atas mereka yang zalim itu siksa dari langit disebabkan mereka telah berbuat fasik. Padahal Allah jua yang telah memancarkan dua belas mata air dari batu untuk tiap-tiap suku ketika Musa memohonkan air kepada Allah untuk kaumnya itu, dan Allah berfirman,”Pukullah batu itu dengan tongkatmu,” (Q.S. 2 : 60). Begitu banyak nikmat yang Allah limpahkan kepada mereka (Bani Israil) ketika itu, dan mereka benar-benar menyaksikan dan membuktikan atas semua yang terjadi itu.
Senada dengan Q. S. 2 : 60 tersebut Allah SWT berfirman:
Dan mereka Kami bagi menjadi dua belas suku masing-masingnya berjumlah besar dan Kami Wahyukan kepada Musa ketika kaumnya meminta air kepadanya,”Pukullah batu itu dengan tongkatmu!” Maka memancarlah daripadanya dua belas mata air. Sesungguhnya tiap-tiap suku mengetahui tempat minum masing-masing. Dan Kami Naungkan awan di atas mereka dan Kami Turunkan kepada mereka manna dan salwa. (Kami Berfirman),”Makanlah yang baik-baik dari apa yang telah Kami Rezekikan kepadamu.” Mereka tidak menganiaya Kami, tetapi merekalah yang selalu menganiaya dirinya sendiri. (Q.S. Al-A’raf (7): 160).
Allah benar-benar memanjakan mereka (kaum Nabi Musa—Bani Israil) kala itu. Dan sebagai salah satu Nikmat Allah kepada mereka ialah mereka selalu dinaungi awan pada waktu mereka berjalan di panas terik padang pasir. Allah menganugerahkan manna ialah makanan manis seperti madu dan salwa ialah burung sebangsa puyuh.
Belum lengkap dengan segala nikmat anugerah dari Rabb yang Maha Pengasih dan Maha Penyayang, mereka menuntut sesuatu yang lebih baik dan lebih baik lagi, sebagai mana firman Allah SWT:
Dan (ingatlah), ketika kamu berkata,”Wahai Musa, kami tidak bisa sabar (tahan) dengan satu macam makanan saja. Sebab itu mohonkanlah untuk kami kepada Tuhan-mu, agar Dia mengeluarkan bagi kami dari apa yang ditumbuhkan bumi, yaitu sayur-mayurnya, ketimunnya, bawang putihnya, kacang adasnya, dan bawang merahnya.” Musa berkata,”Maukah kamu mengambil sesuatu yang rendah sebagai pengganti yang lebih baik? Pergilah kamu ke suatu kota, pasti kamu memperoleh apa yang kamu minta.” Lalu ditimpakanlah kepada mereka nista dan kehinaan, serta mereka mendapat Kemurkaan dari Allah. Hal itu (terjadi) karena mereka selalu mengingkari Ayat-ayat Allah dan membunuh para nabi tanpa alasan yang benar. Demikian itu (terjadi) karena mereka selalu berbuat durhaka dan melampaui batas. (Q. S. 2 : 61).
Mereka bangsa Israel (Bani Israil) berani mengingkari ayat-ayat Allah, selalu berbuat durhaka dan melampaui batas. Demikian itu terhadap Allah yang mereka perbuat, begaimanakah yang dapat mereka perbuat terhadap sesama manusia? Bahkan mereka berani membunuh para nabi dengan tanpa alasan yang benar sebagai mana disebutkan dalam ayat tersebut di atas.
Pelanggaran lain mereka terhadap perjanjiannya dengan Allah diabadikan Allah dalam firman-Nya berikut: “Dan sesungguhnya telah kamu ketahui orang-orang yang melanggar di antaramu pada hari Sabtu, lalu Kami Berfirman kepada mereka,”Jadilah kamu kera yang hina.” (Q.S. 2 : 65).
Imam Ibnu Katsir dalam tafsirnya terhadap ayat ini di antaranya menyebutkan bahwa pada hari Sabtu–hari yang khusus untuk beribadat bagi orang-orang Yahudi—mereka dilarang menangkap ikan, padahal di laut pada hari itu biasanya ikan-ikan amat banyaknya. Benar memang mereka tidak melakukan hal itu pada hari Sabtu. Tapi rupanya kepintaran logika berpikir mereka telah mengalahkan keimanan mereka kepada Allah, dengan kepintarannya mereka menggali tambak-tambak agar air laut mengalir ke dalam tambak saat pasang dan lalu mereka menutup tambak tersebut. Selanjutnya mereka memanen ikan-ikan yang masuk ke dalam tambak-tambak tersebut pada hari lain kecuali hari Sabtu. Pintar bukan? Nah karena itu pulalah Allah menjadikan mereka kera yang hina sebagai balasan atasan keputusan yang mereka ambil.
Penjelasan tersebut mengarahkan kita kepada kesimpulan bahwa terhadap Allah saja mereka berani berbuat makar apalagi terhadap sesama manusia. Jika Allah Maha Mengetahui terhadap rencana makar mereka dan lebih tahu dalam mengatasi makarnya, maka tidak demikian dengan manusia biasa.
Oleh karena itulah kesanggsian kita terhadap janji-janji Israel lebih disebabkan oleh pemahaman kita terhadap latar belakang karakter (character being) mereka yang cerdas dalam melakukan intrik-intrik pengelabuhan dan pengingkaran dan keseriusannya dalam perbuatan-perbuatan yang melampaui batas.
Jika umat Islam sedunia tidak bahu membahu dalam menuntaskan kesulitan yang dialami Palestina maka kecil kemungkinan mereka akan dapat hidup tenang selamanya. Sebab Israel sendiri telah membuat persekongkolan dan bahu membahu dalam mencapai maksud dan tujuannya. Perhatikan opini internasional terhadap pernyataan Presiden Iran Mahmoud Ahmade Nejad, Jumat (28/10), yang mengatakan agar Israel dihapus dari peta dunia, seperti dikutip dari Harian Kompas (29/10):
”Sentimen ini sepenuhnya dan seluruhnya tak bisa diterima,” kata Perdana Menteri Inggris Tony Blair setelah memimpin pertemuan puncak negara-negara Uni Eropa di London.
Menteri Luar Negeri (Menlu) Rusia Sergei Lavrov yang sedang berada di Israel juga menyebut pernyataan Ahmadinejad sebagai hal yang tak dapat diterima. Ditambahkan, dengan seruan itu Ahmadinejad telah memberi amunisi kepada mereka yang tengah berusaha membawa Iran ke forum Dewan Keamanan Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB) terkait dengan kebijakan nuklirnya. Seperti China, Rusia menentang usaha AS dan Uni Eropa menyeret Iran ke Dewan Keamanan PBB untuk dijatuhi sanksi.
Yuk bantu dakwah media BCA 1280720000 a.n. Yayasan Baitul Maal Hidayatullah (BMH). Kunjungi https://dakwah.media/
Dalam pernyataannya, Menlu Kanada Pierre Pettigrew mengatakan, negaranya ”tak akan pernah menerima kebencian, intoleransi, dan antisemitisme macam itu”.
Sekretaris Jenderal PBB Kofi Annan kemarin pun mengkritik pernyataan Ahmadinejad. Setelah menerima surat permohonan Israel agar Iran dikeluarkan dari PBB, Annan menyatakan cemas atas seruan Presiden Iran itu.
Pernyataan-pernyataan tersebut sengaja digiring bahwa sesungguhnya tidak ada alasan kuat bagi Ahmade Nejad untuk berkata dengan mengancam seperti itu. Mereka lupa terhadap kekejian Israel terhadap rakyat Palestina yang terus menerus dilakukan sampai dengan hari ini, itulah salah satu alasan Nejad dalam membuat pernyataan berani ini.
Tak disangsikan lagi jika mereka akan bertolong-tolongan memojokkan bangsa-bangsa Islam di dunia dengan segenap kekuatan daya upayanya. Sementara itu umat Islam tak ubahnya seperti roti yang sedang diperebutkan oleh mereka yang lapar. Jumlah umat Islam memang banyak tapi apalah daya jika seumpama buih yang terombang ambing di tengah lautan sebagai mana disampaikan oleh Nabi Muhammad SAW terkait hal ini. Belum lagi akan tiba masanya kita dijangkiti penyakit “wahn” yang oleh Nabi diartikan sebagai cinta dunia dan takut mati.
Nasib bangsa Palestina tak ubahnya hanya akan menjadi mangsa bagi srigala buas. Begitu pun pernyataan Mahmoud Ahmade Nejad akan mejadikannya sebagai figur yang berdiri sendiri terpisah dari kelompoknya dan karenanya akan menjadi mangsa empuk bagi srigala yang sedang kelaparan. Sementara itu umat Islam sendiri sedang sibuk bertikai dan bertentangan pendapat satu dengan yang lainnya.
Memang hal ini telah disinyalir oleh Rasulullah SAW bahwa kehancuran umat Islam bukan disebabkan oleh karena senjata mutakhir musuh dan bukan pula karena kecanggihan strategi pihak lawan, tetapi oleh karena maksiat dan kericuhan internal umat Islam sendiri. Sinyalemen ini disampaikan oleh Rasulullah dalam sabdanya:
“Dabba ilaikum daaulumami qablakumulhasadu wal baghdhaau hiyalhaaliqatu laa aquulu tahliqusysya’ara walakin tahliquddiina.”
“Kalian telah dirasuki penyakit komunal semua bangsa, yaitu kedengkian dan kebencian. Kebencian itu bisa diumpamakan sebagai pisau cukur, yang bukan hanya mencukur rambut-rambut sampai plontos; tapi lebih dari itu juga membabat habis agama ini.” (HR. Ahmad dan Tirmidzi dari Az-Zubair).
Maka daripada melakukan perseteruan di antara umat Islam sendiri ada baiknya kecaman Mahmoud Ahmade Nejad direnungkan kembali agar menjadi cambuk api yang melecutkan semangat untuk berani melawan kezaliman Israel terhadap bangsa Palestina. Wallahu a’lamu bishawab.
Taichung, Taiwan, 29 Oktober 2005. Penulis adalah Dosen Universitas Muhammadiyah Purwokerto (UMP) Jawa Tengah, Mahasiswa S2 Asia University Taiwan, R.O.C