Oleh: Muhammad Jundy
Hidayatullah.com | BELAKANGAN ini tagline New Normal ramai diberitakan di berbagai kanal media nasional maupun internasional. Baik kaum terdidik maupun kaum akar rumput ikut nimbrung memperbincangkannya. New Normal sendiri adalah suatu keadaan dimana masyarakat harus beradaptasi dengan kenormalan baru. Aktivitas harian yang dibatasi, menggunakan masker ketika keluar rumah, selalu mencuci tangan dan menjaga jarak fisik ketika berada di keadaan ramai. New Normal merupakan langkah dalam rangka mencegah badai yang mengkhawatirkan umat manusia di muka bumi; badai resesi ekonomi.
Amerika Serikat, negara yang babak belur menghadapi pandemi Covid -19, secara bertahap memberlakukan relaksasi lockdown, disusul Spanyol, Italia Prancis dan Jerman. Relaksasi yang diberlakukan bukan tanpa sebab, mengingat resesi ekonomi menghantui seluruh negara di dunia termasuk negara adidaya.
Satu dilain hal, penerapan new normal tidak sepenuhnya mulus, Korea Selatan sebagai negara yang mengawali penerapan relaksasi, terpaksa memutus setelah berjalan 1 hari. Dilansir dari CNN Indonesia(06/06/2020) kasus positif Covid – 19 melonjak tajam sesaat setelah penerapan relaksasi. Bagaimana dengan Indonesia? Menurut litbang CNN Indonesia, New Normal akan berjalan baik jika memenuhi beberapa syarat. Diantaranya: jumlah reproduksi virus turun. Kurva kasus positif Covid-19 landai. Sarana dan prasarana penunjang siap serta ada pengendalian resiko kasus Covid -19.
Melihat fakta di lapangan, Indonesia belum sepenuhnya siap menerapkan kebijakan New Normal. Disiplin masyarakat mematuhi protokol kesehatan masih jauh panggang dari api. Tren angka kasus positif belum mengalami penurunan yang signifikan. Namun apa mau dikata, New Normal bak oase ditengah gurun pasir nan tandus. Pilihan terakhir untuk menyelamatkan dunia dari krisis ekonomi global. New Normal bak babak baru kehidupan umat manusia.
Namun, acapkali menjadi pertanyaan publik, apakah hanya sektor ekonomi yang terancam? Ternyata tidak demikian. Banyak pengamat berspekulasi kelangkaan pangan turut menjadi ancaman serius ditengah pandemi Covid -19. Musabab kelangkaan dilatarbelakangi banyak hal. Selain faktor alam faktor lain turut mempengaruhi. Musim kemarau di beberapa negara serta curah hujan yang rendah mempengaruhi hasil panen yang diperoleh petani. Selain itu, penerapan lockdown dan pembatasan sosial menjadi penghambat arus perpindahan barang. Beberapa negara yang selama ini menjadi pengekspor pangan, pelan-pelan membuat kebijakan membatasi kegiatan ekspor.
Hal ini mengakibatkan beberapa negara exporter mengalami kelangkaan komoditas pangan. Indonesia sebagai negara importer gugup menghadapi situasi seperti ini. Dilansir dari tabloid sinartani.com (19/12/2019) pertumbuhan impor pertanian dan pangan melebihi pertumbuhan ekspornya. Belum lagi sektor lain serta setumpuk persoalan yang turut memperkeruh keadaan negeri.
Ubah kebiasan buruk!
Ditengah krisis multidimensi melanda negeri, masyarakat berharap besar muncul pancaran hikmah sebagai media pembelajaran. Setidaknya, New Normal mengajak kita meninggalkan kebiasan buruk. Jika sebelumnya kita acuh tak acuh dengan kegiatan bercocok tanam dan beternak –yang kian asing di kalangan manusia modern– New Normal memaksa kita untuk belajar bercocok tanam dan beternak secara mandiri mengantisipasi kelangkaan pangan.
Yuk bantu dakwah media BCA 1280720000 a.n. Yayasan Baitul Maal Hidayatullah (BMH). Kunjungi https://dakwah.media/
Jika sebelumnya acapkali kita berlebihan memakai sesuatu maka New Normal menyeret kita untuk hidup hemat. New Normal mengajak kita untuk selalu menjaga kebersihan lingkungan dan konsisten berolahraga untuk memastikan imunitas tubuh tetap baik. Lebih dari itu, New Normal mengajarkan kepada kita lebih peka terhadap keadaan sekitar. Peduli terhadap sesama, mengamalkan qoul yang syarat akan ibadah “tangan diatas lebih baik daripada tangan di bawah”. Puncaknya, New Normal mengajak kita untuk berrsyukur atas nikmat yang diberikan Allah SWT kepada kita. Nafas yang masih berdetak, oksigen yang kita hirup dan segala hal yang kita miliki. Salam. [S]
*Presiden BEM STAIL 2020