Oleh: Hardita Amalia
Kebijakan pemerintah untuk import 500 ton beras dari Vietnam menurut Ombudsman Republik Indonesia (RI) sebagaimana di lansir dari laman (liputan6.com,15/01/2018 ) menurutnya keputusan pemerintah dalam hal ini Kementerian Perdagangan (Kementan) membuka keran impor tak tepat. Pasalnya menurut Anggota Ombudsman Ahmad Alamsyah Saragih impor tersebut dilakukan jelang masuknya masa panen.
Namun dia menyayangkan, keputusan impor ini diambil pada masa yang kurang tepat. Pada Maret 2018, petani akan memasuki masa panen raya sehingga beras impor yang masuk dikhawatirkan merusak harga gabah petani.
Pemerintah berdalih,bahwa import beras akan mampu meredam harga beras yang melonjak dan sebagai simpanan beras nasional.
Namun cara instan meredam gejolak kenaikan beras nasional dengan mengimport beras bukanlah solusi yang solutif yang ada akan merugikan petani juga membebani rakyat. Sehingga wajar,kebijakan ini di tolak dan menjadi kecemasan para petani lokal di banyak daerah. Seperti di Indramayu,Banyumas,Makasar,Kabupaten Bandung,Sulawesi Selatan dll.
Mengutip pernyataan Bahtiar Sekda Kabupaten Indramayu dalam laman (kabar-cirebon.com, 11/01/2018) opsi impor beras yang di lakukan dilakukan pemerintah, maka petani akan sangat dirugikan, alias menangis. Pasalnya, beras impor akan datang saat petani nanti mulai memasuki panen raya.
Lebih jauh Bahtiar menjelaskan, sebagai daerah lumbung padi nasional, para petani di Kabupaten Indramayu akan sangat merasakan dampak buruk dari hadirnya beras impor. Mereka akan merugi karena harga gabah milik mereka akan jatuh.
Menurut pandangan penulis terjadinya kenaikan serta surplus produksi beras di berbagai daerah ini jelas menunjukkan ketidakmampuan Pemerintah dalam mengendalikan harga dan pasokan perberasan nasional.
Solusi instan yang diambil Pemerintah adalah impor, menunjukkan tata niaga perberasan yang sangat buruk.
Pemerintah memiliki andil besar sebagai regulator,yang idealnya pemerintah mengatur penyetokan beras nasional dengan baik,menjadi fasilitator untuk meningkatkan kualitas pertanian dalam negri,baik secara produksi maupun kualitas sumber daya manusia dalam hal ini,kapabilitas petani.
Sehingga tidak serta merta pemerintah mengambil solusi instan import beras yang dinilai banyak kalangan pada real faktanya sangat merugikan petani lokal yang akan melakukan panen raya sehingga menyebabkan harga gabah turun.
Bahkan kritik keras disampaikan oleh Ekonom senior, Rizal Ramli mengkritik keras kebijakan impor yang beras yang dilakukan pemerintah di awal tahun 2018.
Rizal menjelaskan, ada beberapa tindakan jahat yang ada dibalik kebijakan yang tidak pro petani tersebut. salah satunya adalah adanya komisi yang besar untuk pejabat yang melakukan impor beras.
“Dalam sejarah politik Indonesia, uang paling mudah itu dari impor komoditi. Jadi kalau mau main ya main di gula, beras, kedelai, daging. Duitnya gampang buat dicolong,” kata mantan kepala Bulog itu.
Jadi, kuat dugaan, kebijakan impor dilakukan oleh kementerian perdagangan untuk memburu komisi besar impor atau diistilahkan oleh Rizal “Rent Seeker”.
Islam tentang kebijakan Impor
Pada dasarnya aktifitas ekspor impor dal am Islam dalam suatu negara di perbolehkan karna merupakan bagian aktifitas perdagangan yang masuk pada aspek muamalah baik secara bilateral maupun multilateral.
Sebagaimana Allah Subhnahu Wata’ala berfirman:
وَأَحَلَّ اللَّهُ الْبَيْعَ وَحَرَّمَ الرِّبَا “
“Dan Allah menghalalkan jual-beli dan mengharamkan riba.” [QS: al Baqarah : 275].
Maknanya adalah kebolehan atas jual beli atau perniagaan,termasuk apabila pemerintah melakukan impor barang ke dalam negeri.
Dalam Islam, kebijakan perdagangan internasional, dilarang keras apabila kebijakan tersebut merugikan rakyat dan menyebabkan rakyat makin sengsara dalam hal ini khususnya para petani.
Dalam Islam, kepala negara juga pemerintah memiliki tanggung jawab besar dalam mengurusi rakyat,tidak boleh ada pengabaian hak rakyat hingga memberlakukan kebijakan dholim yang tidak pro terhadap kepentingan rakyat.
Sebagaimana dalam riwayat hadist rasullullah ,bahwa fungsi pemerintah adalah laksana penggembala. Beliau Shalallahu ‘Alaihi Wassallam bersabda:
“Imam (kepala negara) laksana penggembala dan dia bertanggung jawab atas rakyatnya.” (HR. Bukhari).
Hadist ini menginsyaratkan bahwa penguasa memiliki tanggung jawab besar dalam implementasinya mengurusi rakyat termasuk persoalan kebijakan impor,yang harus sesuai koridor syara’ dan tetap menguntungkan rakyat.
Dan Islam menolak keras kedholiman penguasa yang merugikan rakyat sebagaimana Allah telah menyiapkan adzab yang pedih bagi pemimpin zalim yang menyengsarakan rakyatnya. Allah Ta’ala berfirman:
Yuk bantu dakwah media BCA 1280720000 a.n. Yayasan Baitul Maal Hidayatullah (BMH). Kunjungi https://dakwah.media/
إِنَّمَا السَّبِيلُ عَلَى الَّذِينَ يَظْلِمُونَ النَّاسَ وَيَبْغُونَ فِي الأرْضِ بِغَيْرِ الْحَقِّ أُولَئِكَ لَهُمْ عَذَابٌ أَلِيمٌ
“Sesungguhnya dosa itu atas orang-orang yang berbuat dhalim kepada manusia dan melampaui batas di muka bumi tanpa hak. Mereka itu mendapat ‘adzab yang pedih.” [QS. Asy-Syuuraa : 42].
Dalam hadits ditegaskan bahwa para pemimpin zalim yang menipu rakyat dengan janji-janji palsunya, diharamkan baginya Surga. Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda:
مَنِ اسْتَرْعَاهُ اللهُ رَعِيَّةً ثُمَّ لَمْ يُحِطْهَا بِنُصْحٍ إِلَّا حَرَّمَ اللهُ عَلَيْهِ الجَنَّةَ. متفق عليه. وفي لفظ : يَمُوتُ حِينَ يَمُوتُ وَهُوَ غَاسِ لِرَعِيَّتِهِ إِلَّا حَرَّمَ اللهُ عَلَيْهِ الْجَنَّةَ.
“Barangsiapa yang diangkat oleh Allah untuk memimpin rakyatnya, kemudian ia tidak mencurahkan kesetiaannya, maka Allah haramkan baginya surga” [Diriwayatkan oleh Al-Bukhari dan Muslim]. Dalam lafadh yang lain disebutkan : ”Ia mati dimana ketika matinya itu ia dalam keadaan menipu rakyatnya, maka Allah haramkan baginya Surga.”
Bahkan Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam mendoakan turunnya kesusahan bagi para pemimpin zalim penindas rakyat.
اللَّهُمَّ مَنْ وَلِيَ مِنْ أَمْرِ هَذِهِ أُمَّتِي شَيْئاً فَرَفَقَ بِهِمْ، فَارْفُقْ بِهِ. وَمَنْ شَقَّ عَلَيْهَا فَاشْفُقْ عَلَيْهِ. رواه مسلم.
“Ya Allah, siapa saja yang mengurus urusan umatku ini, yang kemudian ia menyayangi mereka, maka sayangilah ia. Dan siapa saja yang menyusahkan mereka, maka susahkanlah ia.” [Diriwayatkan oleh Muslim].*
Penulis Buku Anak Muda Keren Akhir Zaman Qibla Gramedia, Dosen Tetap Fakultas Tarbiyah STAI PTDII Jakarta