Sambungan artikel PERTAMA
Gerbang Dunia
Qatar juga mencuat sebagai negeri yang menjadi tuan rumah pertemuan-pertemuan internasional maupun turnamen olahraga bergengsi dunia. Salah satu yang dipilih Qatar adalah tuan rumah Piala Dunia FIFA 2022.
Selain itu, negara kaya gas alam cair ini juga membangun platform media Ajazeera yang banyak memberi ruang diskusi bagi kelompok oposisi pemerintahan ataupun kelompok-kelompok Islam yang selama ini diabaikan mayoritas media di Timur Tengah.
Sheikh Hamad juga tidak lupa membangun firma investasi negara, memaksimalkan produksi gas alam hingga 77 juta ton (kelima di dunia) sehingga mengalahkan Indonesia dalam produksi gas alam pada 2006 dan membangun salah satu pusat pendidikan terbesar dan termodern di Timur Tengah yaitu Qatar Foundation.
Suatu ketika, ia ditanya wartawan mengapa ia mendukung perjuangan kemerdekaan Palestina?
Sheikh Hamad bin Khalifa menjawab,”Seseorang haruslah mengarungi samudera sejarah,” demikianlah ia menjawab. Tidak mengherankan Qatar selalu membantu aksi sosial kemanusiaan di Negeri Palestina dengan koordinasi lembaga kemanusiaan internasional.
Sejak inilah Qatar yang kecil dan hampir tidak dikenal sama sekali sebelum akhir abad 20, menjadi negeri yang disegani di kawasan dan dikenal diseantero dunia.
Meski demikian, Qatar menyadari bahwa wilayahnya yang terbilang kecil membuatnya membuka kerjasama budaya, ekonomi, politik, dan militer dengan berbagai pihak di dunia.
Qatar oleh karenanya memiliki arti penting dan strategis bagi semua stakeholders di kawasan dan bahkan dunia.
Satu alasan mengapa tuntutan Saudi cs agar Qatar bermusuhan penuh dengan Iran sangatlah absurd adalah fakta begitu dekatnya wilayah Qatar dengan Iran dan selama ini mereka saling berbaginya kedua negara atas Ladang Gas Alam raksasa North Field/ North Dome (di Iran disebut South Pars) yang menyimpan sekitar 1.800 triliun kaki kubik atau 51 triliun meter kubik gas, yang menjadikannya sebagai ladang gas terbesar di seluruh dunia.
Dolphin pipeline (lihat pada ilustrasi) sendiri merupakan suplai gas alam khusus sebesar 2 milyar kaki kubik per hari ke UAE dan Oman; pemutusan suplai akan menyebabkan UAE sengsara di musim panas yang bisa mencapai 52⁰C dan gelapnya malam hari.
Tidak adanya retorika anti-Iran pada Qatar juga sebagaimana pertanyakaan, bagaimana di UAE juga tidak pernah mengembar-gemborkan retorika anti-Iran.
Suatu hal yang penting untuk menjaga kedamaian kawasan dan strategi negara-negara ini untuk menghindarkan wilayahnya dari menjadi wilayah proxy war (titik perang) antara Saudi dan Iran.
Dari ulasan ini, jelas bahwa upaya Saudi Cs dengan 13 tuntutannya tidak lain adalah bungkus saja untuk menutupi realita yang sesungguhnya.
Slogan “Perang terhadap terorisme” yang diambil sebagai bungkus untuk aksi boikot terhadap Qatar hanya sebuah kedok untuk mendapatkan dukungan Amerika dan Israel.
Cover ini juga digunakan untuk menyembunyikan alasan utama boikot yaitu kebencian negara-negara ini terhadap Qatar yang memfasilitasi keterbukaan informasi dan kritik-kritik oposisi yang menentang eksploitasi sumber daya dan kekayaan oleh rejim-rejim tersebut.
Baca: Wantim MUI Sebut Krisis Qatar sebagai ‘Fitnah Qubro’
Dakwah Media BCA - Green
Yuk bantu dakwah media BCA 1280720000 a.n. Yayasan Baitul Maal Hidayatullah (BMH). Kunjungi https://dakwah.media/
Namun alangkah ironisnya slogan ‘pendukung terorisme’ ini belakangan ini malah berbalik menjadi bumerang Saudi dengan bocornya laporan terakhir di Inggris bahwa pendanaan terbesar terrorisme di Inggris berasal dari Saudi Arabia melalui penyebaran ideologinya.
Belakangan legitimasi Trump di AS, yang menyokong diawal boikot, saat ini sedang terjun bebas menghadapi demo pemakzulan (impeachment), penyelidikan kolusi Rusia, dan peremehan terhadap institusi-institusi negara di AS setelah sebelumnya cuitan-cuitannya dimentahkan oleh Menlunya sendiri Tillerson dan Jubir Pentagon.
Ditambah lagi dunia Barat saat ini menyoroti kembali fakta bahwa dari 19 pelaku teror WTC, bukan dari Qatar. 15 adalah orang Saudi, 2 UAE, dan 1 Mesir.
Ibarat ungkapan pribahasa “Menepuk air di dulang, terpercik muka sendiri” beginilah kemungkinan nasib para pemboikot Qatar di hadapan masyarakat dunia internasional saat ini.*
Penulis adalah warga Indonesia, tinggal di Qatar