Sambungan artikel PERTAMA
Sebagai “imam”, pemerintah Indonesia berkewajiban melaksanakan amanah UUD 1945 dan UU Pendidikan yang mengamanahkan pembentukan manusia dan negara taqwa. Sepatutnya, segera pemerintah menyusun kurikulum taqwa yang diaplikasikan dalam seluruh institusi pendidikan: keluarga, masjid, sekolah, pesantren, perguruan tinggi, dan sebagainya.
Kurikulum itu berawal pada proses “tazkiyatun nafs”, “mujahadah ‘alan nafsi”, berjihad melawan hawa nafsu, atau pengendalian diri. Dalam kaitan inilah, berbagai ibadah, khususnya shaum Ramadhan, memiliki arti yang sangat penting, sebagai upaya latihan pengendalian diri. Sabda Rasululullah saw: “al-Mujaahidu man jaahada nafsahu” (HR Tirmidzi, shahih menurut al-Iraqi).
Berjihad melawan syahwat dunia di bulan Ramadhan adalah salah satu bentuk jihad fi-sabilillah. Dengan latihan yang serius dan terus-menerus sebulan penuh, maka diharapkan naiklah derajat ketaqwaan kita. Maka, seharusnya, buah orang yang puasa adalah taqwa, takut untuk bermaksiat kepada Allah. Pejabat yang taqwa harusnya semakin takut menzalimi rakyatnya, atau membiarkan rakyatnya sengsara, sementara dia bergelimang kekayaan dari hasil uang negara yang bukan menjadi haknya.
Baca: Karya Raja Ali Haji Dicetak Pakai Kertas Istana di Malaysia
Tentu saja, untuk meraih kebahagiaan tersebut, perlu jalan terjal dan mendaki. Imam al-Ghazali dalam Minhajul Abidin, menggambarkan kesukaran jalan menuju bahagia tersebut: “Ternyata ini jalan yang amat sukar. Banyak tanjakan dan pendakiannya. Sangat payah dan jauh perjalanannya. Besar bahayanya. Tidak sedikit pula halangan dan rintangannya. Samar dimana tempat celaka dan akan binasanya. Banyak lawan dan penyamunnya. Sedikit teman dan penolongnya.”
Rasulullah saw sudah bersabda: “Ingatlah, sorga itu dikepung oleh segala macam kesukaran atau hal-hal yang tidak disukai (al-makaarih); dan neraka itu dikepung oleh hal-hal yang disukai manusia (al-syahawaat).” (HR Thabrani, shahih).
Kurikulum taqwa memiliki tujuan yang jelas, yakni membentuk manusia yang bertaqwa. Pemerintah dan seluruh warga muslim khususnya kemudian menyusun program pendidikan – dalam arti luas – untuk mewujudkan tujuan mulia tersebut. Berikutnya adalah penyusunan evaluasi pendidikan, agar dapat diketahui tingkat keberhasilan program pendidikan taqwa tersebut.
Untuk menjadi manusia beriman dan bertaqwa, maka pastilah manusia itu harus memegang erat ajaran Allah Subhanahu Wata’ala. Nasehat bijak untuk itu pernah ditorehkan oleh pujangga besar Raja Ali Haji, dalam “Gurindam Dua Belas”:
Barang siapa tiada memegang agama,
sekali-kali tiada boleh dibilangkan nama.
Barang siapa mengenal yang empat,
Dakwah Media BCA - Green
Yuk bantu dakwah media BCA 1280720000 a.n. Yayasan Baitul Maal Hidayatullah (BMH). Kunjungi https://dakwah.media/
maka ia itulah orang yang ma’rifat
Barang siapa mengenal Allah,
suruh dan tegahnya tiada ia menyalah.
Barang siapa mengenal diri,
maka telah mengenal akan Tuhan yang bahri.
Barang siapa mengenal dunia,
tahulah ia barang yang teperdaya.
Barang siapa mengenal akhirat,
tahulah Ia dunia mudarat.
Mengingat begitu tegasnya komitmen pembentukan manusia taqwa dalam UUD 1945, UU Pendidikan Nasional dan UU Pendidikan Tinggi, sebagai orang muslim dan orang Indonesia, kita yakin, jika kurikulum taqwa itu dirumuskan dan dijalankan dengan sungguh-sungguh, maka pada tahun 2045, insyaAllah Indonesia sudah menjelma menjadi negara taqwa; yakni satu negara yang lebih hebat dari China dan Amerika Serikat. Wallahu a’lam bish-shawab.*/Depok, 11 Juni 2017
Penulis guru Pesantren at-Taqwa Depok-Jawa Barat. Kolom CAP adalah kerjasama antara Radio Dakta 107 FM dan hidayatullah.com