SAYA pernah mengamati cara bergaul beberapa orang. Saya bergaul dengannya selama bertahun-tahun, tapi saya tidak ingat apakah pernah melihat senyum di bibir mereka. Bahkan saya tidak pernah melihat mereka tertawa saat mendengar atau melihat sesuatu yang lucu.
Mereka juga tidak pernah memberikan reaksi apapun kepada orang yang berbicara. Semula saya mengira bahwa itu bawaan lahir, dan mereka tidak bisa bersikap selain itu.
Belakangan saya terkejut melihat mereka di tempat-tempat tertentu dan dengan orang-orang tertentu. Ternyata mereka pandai tertawa dan ramah dengan orang-orang kaya dan punya pengaruh. Maka saya pun mengerti bahwa mereka melakukan hal itu untuk kepentingan tertentu.
Dengan begitu mereka akan kehilangan peluang untuk mendapatkan pahala yang besar. Sebab, orang mukmin dapat beribadah kepada Allah Subhanahu wa Ta’ala melalui akhlaknya dan keterampilan bergaulnya dengan semua orang. Bukan untuk mengejar jabatan atau uang. Juga bukan untuk mencari pujian orang. Dan juga bukan untuk mencari jodoh atau pinjaman uang. Melainkan agar Allah berkenan mencintainya dan membuatnya dicintai makhluk-Nya.
Memang benar. Orang yang menganggap kebaikan akhlak sebagai ibadah akan memperlakukan orang kaya, miskin, manajer, atau pembantu dengan keterampilan yang terbaik.
Kalau suatu ketika Anda bertemu dengan petugas kebersihan yang sedang menyapu di jalan dan ia mengulurkan tangannya untuk bersalaman dengan Anda, dan di saat lain Anda menemui pejabat tinggi lalu ia mengulurkan tangannya untuk bersalaman dengan Anda, apakah keramahan senyuman dan keceriaan Anda kepada mereka sama saja? Entahlah?
Di mata Rasulullah Shalallaahu ‘Alahi Wasallam, mereka berdua sama saja dalam hal keramahan, nasihat, dan kasih sayang. Siapa tahu orang yang Anda hina dan Anda remehkan itu sesungguhnya di mata Allah lebih baik daripada orang yang Anda hormati dan Anda sambut dengan hangat.
Rasulullah bersabda:
“Sesungguhnya salah satu orang yang paling aku cintai dan paling dekat tempat duduknya denganku pada hari Kiamat adalah orang yang paling baik akhlaknya.” (At-Tirmidzi).
Beliau pernah bersabda kepada Al-Asyaj bin bin Abdul Qais, “Sesungguhnya pada dirimu ada dua hal yang dicintai oleh Allah dan Rasul-Nya.”
Apa dua hal itu? Shalat malam dan puasakah?
Al-Asyaj gembira sekali mendengarnya dan bertanya: “Apa dua hal itu, ya Rasulullah?”
Beliau menjawab, “Santun (tidak lekas marah) dan hati-hati (tidak suka tergesa-gesa).” (Ahmad dan Muslim).
Beliau pernah ditanya tentang kebajikan, lalu beliau menjawab: “Kebajikan adalah kebaikan akhlak.” (Muslim).
Beliau pernah ditanya tentang apa yang paling banyak menyebabkan orang masuk Surga, lalu beliau menjawab: “Bertakwa kepada Allah dan berakhlak baik.” (At-Tirmidzi)
Beliau bersabda: “Orang mukmin yang paling sempurna imannya adalah orang yang paling baik akhlaknya, yang mau merendahkan pundaknya. Yaitu orang-orang yang mau bersikap akrab dan mau diajak bersikap akrab. Dan tidak ada kebaikan pada diri orang yang tidak mau bersikap akrab dan tidak mau diajak bersikap akrab.” (At-Tirmidzi).
Yuk bantu dakwah media BCA 1280720000 a.n. Yayasan Baitul Maal Hidayatullah (BMH). Kunjungi https://dakwah.media/
Beliau bersabda: “Tidak ada sesuatu yang lebih berat di dalam mizan (timbangan amal) dibanding kebaikan akhlak.” (Abu Daud). Dan beliau juga bersabda: “Sesungguhnya dengan kebaikan akhlaknya seseorang bisa mencapai derajat orang yang bangun (shalat) di malam hari dan puasa di siang hari.” (At-Tirmidzi). Orang yang baik akhlaknya pasti beruntung di dunia dan Akhirat.*/Dr. Muhammad bin Abdurrahman Al-Arifi, dari bukunya Nikmatilah Hidup Anda. [Tulisan berikutnya]