Oleh: Abdullah Muaz
PEMILIHAN Presiden (Pilpres) tahun 2014 baru saja usai. Banyak pelajaran yang bisa kita dapat, diataranya bagaimana kita seharusnya bisa mengenal orang dan bagaimana kita seharusnya mengenal calon yang akan kita pilih.
Kegaduhan saat saat masa kampanye luar biasa. Di tengah tengah masyarakt terjadi polarisasi pendukung dan pembenci. Ada yang medukung calon yang satu serta membenci secara berlebihan calon yang lainnya dan sebaliknya.
Menariknya adalah kemampuan masyarakat dalam menilai seorang calon yang orangnya masih hidup dan masih ada di tengah-tenganya. Dengan berbagai faktor bisa terjadi perbedaan yang sangat tajam, sehingga menimbulkan kecintaan atau kebencian yang sangat berlebihan.
Mari berkaca pada kasus kaum Syiah. Bagaimana penganut Syiah Rafifah menilai Sahabat Nabi semisal Abubakar As Shiddiq dan Umar bin Khattab sedemikian benci dan dendam yang terwarisi hingga sekarang. Padahal sosok Sahabat semodel Abubakar Asshiddiq yang berita-berita kebaikannya sudah sangat mutawattir sampai kepada kita.
Beliau adalah teman main Nabi sejak kecil, beliau juga menjadi mertua Nabi, beliau paling banyak berinfaq, beliau paling banyak sengsara bersama Nabi termasuk di gua Tsur. Beliau juga sering ikut berperang bersama Nabi, sementara Allah menjamin orang yang berperang dan berbai’at dengan jaminan surga, sekian banyak pernyataan Allah dalam al Qur’an telah menjelaskannya secara gamblang.
Namun apa yang terjadi.? Ternyata ada sekolompok kaum yang sedemikian benci dan dendamnya kepada Sahabat Nabi sampai terwarisi turun temurun hingga hari ini. Lebih ekstrim lagi kita melihat sikap sebagian masyarakat Quraisy terhadap Nabi Muhammad Shallallahu ‘alaihi Wassallam.
Keluhuran akhlaq beliau yang tak terbantahkan, bukan saja Allah yang memberi pujian, tetapi sekian banyak gelar yang diberikan masyarakat kepada beliau, diantaranya Al Amiin (dapat dipercaya).
Kita juga bisa melihat hari ini bagaimana para Orientalis memandang sosok Nabi kita, nauzubillaah sangat mengerikan. Karena itulah sangat penting kita belajar cara mengenal orang.
Melihat fakta-fakta diatas kita tidak boleh menggap remeh terhadap upaya bagaimana cara mengenal orang dengan benar. Karena kesalahan dalam mengenal orang bisa terjadi efek negatif yang pengaruhnya sampai turun-menurun, bahkan mungkin sampai kiamat, Nauzubillaah.
Penyakit Hati
Seperti apapun upaya kita untuk bisa mengenal orang agar bisa obyektif, jika ada beberapa penyakit hati maka akan susah. Karena hati yang berpenyakit akan terus merusak perasaan yang akan mengganggu kerja otak dan fikiran sehat. Kalau fikiran sudah terganggu maka akan sulit berlaku adil dan obyektif.
Penyakit itu berupa; suu’ zhan, ghil, hasad, ghadab, ujub, riya’, takabbur, ananiyah dan sebagainya. Dominasi perasaan yang bersumber dari hati yang sakit, akan sangat mengganggu kesehatan berfikir serta menganalisa. Sehingga berbagai fakta-fakta yang begitu dekat tidak mampu dilihatnya. Ada pepatah mengatakan “Semut disebrang nampak, sementara gajah dipelupuk mata tidak tampak.”
Makanya Allah Maha Tahu akan pentingnya kita saling mengenal, sehingga ada perintah khusus kepada kita agar kita punya kemampuan untuk bisa saling kenal-mengenal.
Firman Allah :
يَا أَيُّهَا النَّاسُ إِنَّا خَلَقْنَاكُمْ مِنْ ذَكَرٍ وَأُنْثَى وَجَعَلْنَاكُمْ شُعُوبًا وَقَبَائِلَ لِتَعَارَفُوا إِنَّ أَكْرَمَكُمْ عِنْدَ اللَّهِ أَتْقَاكُمْ إِنَّ اللَّهَ عَلِيمٌ خَبِيرٌ
“Hai manusia, sesungguhnya Kami menciptakan kamu dari seorang laki-laki dan seorang perempuan dan menjadikan kamu berbangsa-bangsa dan bersuku-suku supaya kamu saling kenal-mengenal. Sesungguhnya orang yang paling mulia di sisi Allah ialah orang yang paling bertakwa di antara kamu. Sesungguhnya Allah Maha Mengetahui lagi Maha Mengenal.” (QS:al-Hujuraat: 13)
Yuk bantu dakwah media BCA 1280720000 a.n. Yayasan Baitul Maal Hidayatullah (BMH). Kunjungi https://dakwah.media/
Agar kita bisa mengenal seseorang dengan baik maka ada beberapa syarat yang harus kita pegang adalah sebagai berikut :
Obyektif, siap menerima fakta fakta apapun kepada seseorang yang berada d ihadapan kita.
Open mind, siap menerima informasi dari semua orang, dari siapa saja, baru kemudian kita saring, ketika sudah dianggap cukup informasinya.
Tawaddhu, tidak boleh gengsi, sehingga kita mampu menyerap informasi dari siapa saja yang kita butuhkan.
Mengendalikan emosi dan perasaan agar fikiran sehat masih tetap terjaga.
Ikhlas dan senantiasa menjaga kebersihan hati agar selalu ada husnuzhan kepada siapa saja.
Proporsional dalam mencintai dan membenci atau ketika melihat kelebihan dan kekurangan seseorang, supaya tidak bersikap ekstrim yang akan merusak hubungan.
Sebelum kita memenuhi syarat-syarat tersebut kita harus telebih dahulu membersihkan jiwa dan hati kita, agar bisa membantu kerja-kerja otak untuk berfikir sehat, obyektif dan adil.*