Oleh: Khairul Hibri
Pengasuh di Sekolah Tinggi Agama Islam Luqman Al-Hakim –STAIL- Surabaya.
STIGMATISASI negatif terhadap syariah Islam oleh kekuatan global, benar-benar telah mempersempit gerak kaum muslimin, khususnya muslimah, yang hendak menjalankan syariah secara kafah (totalitas) di belahan dunia, tak terkecuali di Indonesia.
Jangankan ‘berteriak’ hendak menegakkan hukum Islam dalam kehidupan bermasyarakat dan bernegara, ‘sekedar’ menunaikan kewajiban pribadi sebagai pemeluk agama, umpama dengan menggunakan jilbab penutup aurat (khususnya cadar dan niqab), mengalami kesulitan.
Bahkan di beberapa negara Eropa, semisal Prancis, Belanda, Belgia, dan lain-lain, telah menerapkan hal itu. Di Indonesia bukan sekali dua kali media massa menayangkan berita akan larangan menggunakan atribut muslimah di beberapa daerah/instansi, baik itu pemerintah ataupun swasta.
Bersamaan dengan itu, budaya gaya hidup Barat (west life) yang berpijak pada kebebasan tanpa batas, menghantam secara membabi buta. Mulai dari tata cara berbusana yang super minimalis, hingga pergaulan antar-lawan jenis yang begitu bebas, bahkan mengarah kepada seks bebas.
Stigmatisasi negatif juga dibangun untuk mereka yang enggan ‘menyicipi’ dunia bebas ini; sebagai muslimah kolot, tidak gaul, ketinggalan zaman, gagap pergaulan, dan sebutan negatif lainnya. Bagi mereka yang tidak kuat, jelas akan terbawa arus. Lebih-lebih, deruan gelombang ini sangat kuat dengan ditopang oleh kecanggihan teknologi dan informasi yang ada.
Inilah kondisi yang tengah berkembang di masyarakat saat ini. Allah yang merupakan Penentu dari segala kebijakan di muka bumi ini (al-Qadir), telah menetapkan bagi muslimah yang hidup di era milenium ini, menghadapi fitnah nan demikian.
Tentu menjadi pantangan besar bagi mereka menghendaki kesuksesan dalam ujian, mengikuti arus yang ada. Memang terasa perih, sakit, terkucil, bahkan keselamatan jiwa menjadi resiko yang harus diterima. Tapi itulah mahar yang harus dihadapi sebagai tebusan yang harus dibayar demi menggapai ridha-Nya.
Perhatikan pesan Rasulullah Shalallaahu ‘Alaihi Wasallam berikut ini, tentang bagaimana kondisi akhir zaman. Sabda beliau; “Akan datang pada manusia suatu zaman, orang yang berpegang teguh pada agamanya seperti orang yang menggenggam bara api.” (HR. Tirmidzi)
Lazimnya bara memiliki sifat membakar bagi barang yang tersentuh olehnya. Apa lagi kulit manusia yang tipis. Mudah sekali dilahap. Artinya, kesukaran hidup bagi mereka yang berpegang pada ajaran agama ini telah menjadi keniscayaan.
Bagi mereka yang tak sabar, sehingga memilih ‘membuang’ bara itu, maka ia akan kehilangan untuk selama-lamanya. Resikonya sangat besar. Di dunia tak dihargai kepribadiannya, meski bergelimang harta. Dan di akhirat neraka sebagai tempat kembali. Na’udzubillahi min dzalik.
Teladan Ibunda
Jauh sebelum memutuskan untuk menikah dengan Nabi Muhammad SAW, Khadijah telah masyhur di masyarakat Arab, khususnya Qurasyi, sebagai wanita mulia. Ia pun diliputi kemewahan harta, karena bisnis yang dijalankannya. Singkatnya, kesenangan duniawi, baik berupa harta benda maupun kedudukan, telah berada di genggamannya.
Hidayah Allah pun menyelinap di relung hatinya, ketika cahaya Islam menyinari bumi Arab. Ia tercatat sebagai perempuan pertama yang bersyahadat (assabiqun awwalun). Bersamaan dengan itu, lambat laun, ujian demi ujian menerpa keluarganya. Mulai dari fitnah-fitnah yang tak berdasar, hingga pada pemboikotan, kurang lebih sampai 3 tahun lamanya.
Sangat berat ujian saat itu. Hingga orang-orang beriman harus mengonsumsi daun-daun atau akar-akar yang bisa dimakan. Mereka pun terputus hubungannya dengan sanak keluarga. Meski demikian, sama sekali tidak mengendurkan kesetiaan Khadijah pada suami, khususnya pada Islam.
Harta yang dimiliki justru diserahkan demi menopang dakwah Islam. Lenyaplah segala kemewahan duniawi itu, demi memperoleh kebahagiaan yang hakiki di akhirat; surga-Nya. Beliau pun meninggal dalam keimanan. Ridha Allah dan Rasul-Nya mampu direngguh.
Terkait dengan besarnya kesetiaan beliau terhadap agama ini, simak kesaksian Rasulullah SAW, yang beliau ungkapkan kepada Aisyah yang saat itu tengah dikuasai api cemburu;
“Allah tidak pernah memberiku pengganti yang lebih baik daripada Khadijah. Ia beriman padaku ketika orang lain kufur. Ia percaya padaku ketika orang-orang mendustakanku. Ia memberikan hartanya kepadaku ketika tidak ada orang yang mau membantuku…” (HR. Bukhari)
Disabdanya yang lain, Rasulullah SAW bersabda; “Sebaik-baik wanita adalah Maryam binti Imran, dan sebaik-baik wanita adalah Khadijah binti Khuwailid.” (HR. Bukhari)
Sudah tentu para muslimah sejati merindu predikat serupa; diridhai kehidupannya oleh Allah dan Rasul-Nya, sehingga diperkenankan memasuki surga-Nya, yang memang hanya disediakan untuk mereka yang berpegang teguh atas agama hanif ini, dalam suka maupun duka.
Yuk bantu dakwah media BCA 1280720000 a.n. Yayasan Baitul Maal Hidayatullah (BMH). Kunjungi https://dakwah.media/
Rekomendasi Penyelamatan
Dalam upaya menggapai itu semua, dalam konteks upaya kongkrit menyelamatkan diri dari jerat fitnah yang begitu masif ini, berikut direkomendasikan beberapa saran yang bisa ditempuh oleh para muslimah;
Pertama, temukan komunitas/jamaah yang sevisi. Hal ini penting untuk menjaga daya tahan diri. Ada pihak lain yang akan mengingatkan bila diri lalai (watawaa shaubil haq watawa shaubish shabri). Tanpa adanya jamaah, peluang untuk terpeleset pada fitnah akan sangat besar, laksana mudahnya seekor binatang buas memangsa domba yang terpisah dari gerombolan.
Kedua, aktif di majelis ilmu. Posisi ilmu (agama) bagi manusia laksana kompas. Ia akan menjadi menuntun arah. Banyak pengetahuan yang akan didapat, sehingga menjadi bekal dalam mengarungi kehidupan. Dan yang pasti, janji Allah bagi mereka yang dikehendaki kebaikan, akan difahamkan pada urusan agama. Dan tidak lain cara mencapainya, kecuali dengan berakrab-akrab di majelis ilmu.
Dan rekomendasi terakhir sekaligus sebagai penutup dari ulasan singkat ini; perbanyaklah ibadah, dzikir, serta doa agar diselamatkan dari segala fitnah yang tengah berhembus, dan diberi keteguhan untuk tetap istikamah dalam mempertahankan keimanan. “Ya Allah, berikanlah keselamatan bagi para muslimah dari segenap fitnah kehidupan.” Amiin. Wallahu ‘alamu Bish-Shawab.*