Hidayatullah.com–Cambridge Analytica, lembaga konsultan politik yang tersangkut kasus penyalahgunaan data pengguna Facebook mengumumkan akan akan berhenti beroperasi.
Dikutip BBC Kamis, (05/04/2018) perusahaan yang dituding telah memanfaatkan data pengguna Facebook tanpa izin dan menggunakannya untuk kepentingan politik kliennya ini menyatakan akan menghentikan kegiatan operasionalnya.
Cambridge Analytica merupakan sebuah konsultan politik kelas dunia, yang dibakarkan berhasil memenangkan nama Donald Trump di Pilpres Amerika Serikat pada tahun 2016.
Baca: Inilah Semua Data Pribadi Anda yang Disimpan Facebook dan Google
Perusahaan tersebut memakai data melalui survei dan metode lainnya sehingga memiliki ‘big data‘ guna menggiring opini publik, tulis BBC, Jumat (06/04/2018).
Cambridge Analytica mengatakan psikografi adalah alat yang paling efektif untuk mengendalikan kejiwaan calon pemilih dalam Pemilu. Perkawinan antara data pribadi dengan tes psikologi menghasilkan anak yang sangat berguna, yakni pemetaan psikologi pemilih.
Dalam kasus Facebook , Cambridge Analytica diduga mengambil data pengguna melalui aplikasi kuis atau survei online. Banyak orang secara sukarela mengisi survei online yang tampil di laman Facebook mereka.
Baca: Data 87 Juta Pengguna Facebook Dicuri, Indonesia Korban Terbanyak Ketiga
Hasilnya dikombinasikan dengan data pribadi pemilik akun Facebook itu sendiri, misalnya kebiasaan berbelanja, mobil apa yang biasa mereka gunakan, hingga tema apa yang mereka sukai di media sosial. Hasilnya adalah profil psikologis pemilik akun Facebook yang mempermudah politisi untuk menyajikan materi kampanye khusus kepada seorang pemilik akun, atau segolongan pemilik akun itu.
Yuk bantu dakwah media BCA 1280720000 a.n. Yayasan Baitul Maal Hidayatullah (BMH). Kunjungi https://dakwah.media/
Sekitar 87 juta pengguna media sosial di seluruh dunia, termasuk Indonesia, yang datanya didistribusikan ke Cambridge Analytica dalam kasus pencruian data ini.
kandal penyalahgunaan data itu membuat Facebook menjadi sorotan dunia dan regulator berbagai negara telah memanggil manajemen media sosial tersebut untuk menjelaskan duduk perkaranya.*