DIBANDING lima tahun silam, fakta membuktikan kondisi Kota Padang Panjang sekarang, jelas sudah jauh lebih baik. Kota yang berada di tengah provinsi Sumatera Barat ini semakin sepi dari kepulan asap rokok
Di setiap jengkal wilayah kota seluas 23.000 hektar ini, sadah tidak ada lagi papan reklame, bilboard, baliho dan spanduk iklan rokok.
Iklan rokok memang telah ‘diharamkan’ di kota berjulukan “Serami Makkah” ini sejak dikumandangkannya perang melawan bahaya rokok dengan diberlakukannya Perda (Peraturan Daerah) Nomor 8 Tahun 2009, terhitung 1 Januari 2010.
“Perda No 8/2009 itu memuat garis tegas tentang Kawasan Tertib Rokok dan Kawasan Tanpa Asap Rokok serta Larangan Iklan Rokok,” jelas Yurmarlis SKM. Kabid P3PL Dinkes kepada hidayatullah.com di kantornya belum lama ini.
Kawasan Tanpa Asap Rokok berada di tempat-tempat pelayanan kesehatan, tempat proses belajar mengajar, tempat ibadah, tempat kegiatan anak-anak, serta di angkutan umum.
Sedangkan Kawasan Tertib Rokok ditetapkan di tempat-tempat umum, seperti kawasan wisata, hotel, restoran dan rumah makan, pasar dan terminal, serta tempat kerja khususnya di kantor pemerintah, swasta, pabrik dan industri lainnya.
“Ada pun tentang Reklame/Iklan Rokok, dilarang di semua wilayah kota Padang Panjang,” jelas Yurmarnis.
Pada awalnya, pemberlakuan Perda itu, tentu saja menyulut pro- kontra di tengah masyarakat kota berpenduduk sekitar 60 ribu jiwa ini. Maklum, Padang Panjang adalah kota berhawa sejuk yang berada di kaki gunung Marapi. Kondisinya sangat mengundang selera para pecandu untuk menyulut rokoknya. Apa lagi, kebiasan merokok sudah menjadi tradisi adat Minangkabau, dimana rokok disuguhkan untuk kaum laki-laki dan siriah untuk perempuan pada prosesi adat saat mengundang para Datuk, Penghulu dan kaum kerabat untuk datang menghadiri acara baralek (pesta pernikahan-red).
Di banyak kampung tardisi adat Minang dengan menyuguhkan rokok itu masih berlaku hingga hari ini, kendati sudah ada yang menggantikan tembakau bergulung kertas itu dengan gulo-gulo alias permen.
Awalnya, tangan berat dalam menegakan Perda tidak saja karena kebiasaan dan kecanduan merokok, tetapi juga adat tradisi yang mensyaratkan adanya rokok.
“Jadi sangat berat perjuangan yang kami lakukan di kota ini. Tanpa izin Allah Subhanahu Wata’ala dan partisipasi warga kota, mustahil perjuangan berhasil seperti hari ini,” ujar Yurmarlis.
Jadi Acuan
Dengan keberhasilan menyapu bersih iklan rokok dan menegakan peraturan Kawasan Dilarang Merokok dan Kawasan Tertib Rokok, kota Padang Panjang kini dijadikan acuan untuk melakukan hal yang sama di 24 Kabupaten dan Kota di Sumatera Barat.
Padang Panjang juga telah meraih berbagai penghargaan tingkat Provinsi dan tingkat Nasional. Bahkan pada tahun 2010 Wali Kota Padang Panjang ketika itu, dr. H. Suir Syam M.Kes menerima penghargaan internasional dari WHO.
Segala aturan dan Perda tentang rokok, memang lahir ketika kota ini dipimpin oleh Suir Syam. Anak Desa ini adalah seorang dokter yang berjuang dari bawah, dari kampung-kampung di daerah pelosok.
Dokter Suir pertama bertugas di tempatkan di Puskesmas Sitiung, kawasan permukiman transmigrasi terjauh di ujung Sumatera Barat yang berbatasan dengan provinsi Jambi.
Dalam buku biografinya, dokter Suir mengisahkan betapa sebelum mengerti bahasa Jawa, ia hanya melayani pasien dengan bahasa isyarat saja.
“Tapi niat saya ikhlas karena Allah samata dalam menolong umat. Alhamudulillah, banyak pasien yang sembuh walau diagnosa cuma dengan bahasa isyarat,” kenangnya.
Setelah lama bertugas dari pelosok ke pelosok, dokter Suir mulai masuk ke kawasan kota ketika bertugas di RSUD Adnan WD di kota Payakumbuh, dan berakhir sebagai Direktur di RSU Achmad Muchtar Bukittinggi, hingga kemudian memenangan pemilihan Wali Kota Padang Panjang, kampung halamanya sendiri.
Dari pengalaman lama bertugas dipelosok daerah itulah, Suir Syam tahu pasti betapa banyak pengindap peyakit paru-paru dan infksi saluran pernafasan yang sebagian besar disebabkan kencanduan rokok,dan atau sering terpapar asap rokok.
Yuk bantu dakwah media BCA 1280720000 a.n. Yayasan Baitul Maal Hidayatullah (BMH). Kunjungi https://dakwah.media/
Dalam memerangi rokok dan bahaya rokok, awalnya Walikota Padang Panjang Suir Syam mengeluarkan Surat Edaran Nomor 400/578.a/2005 tanggal 26 Mei 2005 tentang Antisipasi Terhadap Bahaya Rokok Bagi Kesehatan.
Kemudian dengan Surat Imbauan kepada masyarakat No.400/579.a/Kesra-2005. Isi Edaran dan Imbauan itu adalah mengingatkan bahaya rokok terhadap kesehatan dan diminta agar tidak merokok pada Kawasan Tanpa Asap Rokok.
Pada 11 November 2005 Walikota mencananangkan Tertib Rokok di kantor pemerintahan.
Tak berhenti sampai di situ, dua tahun kemudian (2007) Wali Kota mengambil inisiatif membuat draf Rancangan Peraturan Daerah (Ranperda).
Ketika diajukan ke DPRD Padang Panjang, pembahasan Ranperda itu mengundang heboh dan banjir kritik. Maklum, lebih 50 persen anggota dewan saat itu adalah pecandu rokok.
Akibatnya, pembahasan Ranperda Kawasan Tanpa Asap Rokok dan Kawasan Tertib Rokok molor berbulan-bulan.
Barulah pada 5 November 2008 Ranperda itu disetujui DPRD Padang Panjang untuk ditetapkan sebagai Peraturan Daerah Nomor 8 Tahun 2009 tentang Kawasan Tanpa Asap Rokok dan Kawasan Tertib Rokok.*/bersambung tulisan kedua